BAB 21

184 15 0
                                    

Bel istirahat pertama menggema di Sma Cakrawala. Seluruh siswa-siswi dalam kelas-kelasnya bergegas menuju ke kantin demi mengisi kekosongan perut mereka.

Tak terkecuali dengan Kim yang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas sekolahnya ketika Bu Guru dalam kelasnya telah keluar. Gadis berwajah judes itu menoleh ketika sebuah tepukan mendarat di bahunya.

Hal pertama yang ia lihat adalah Kinan yang berdiri dengan raut wajah gugupnya. Gadis itu tersenyum kikuk. Lalu tatapan mata Kinan mengarah pada kedua sudut bibir Kim yang terlihat sedikit terluka.

"Mh, Kim, tadi Aldo bilang ke aku kamu di gangguin sama laki-laki yang pernah gangguin aku ya? Aku minta maaf, gara-gara aku kamu sampai di gangguin sama mereka" ucap Kinan merasa bersalah ketika mengetahui Kim di ganggu sama laki-laki yang pernah mengganggunya. Jujur, Kinan sangat terkejut ketika Aldo menceritakan hal itu kepadanya. Kinan merasa sangat bersalah  terhadap Kim.

Sementara Kim mengernyitkan dahi heran lalu tersenyum maklum ketika tahu maksud Kinan meminta maaf.

"Astaga, ngapain sih lo yang minta maaf. Padahal bukan salah lo kali. Udah, santai aja, gue gak papa kok" ujar Kim terkesan santai.

Kinan menggeleng. "Nggak, aku benar-benar minta maaf. Mereka gangguin kamu karena waktu itu kamu nolongin aku. Bahkan mereka sampai ngelukain kamu" ucap Kinan dengan perasaan menyesal.

Kim menghela napas. "Gue bener-bener gak papa kali. Santai aja, gue nolongin lo karena emang udah sepantasnya kita saling menolong. Lagian luka gue juga gak parah-parah amat, ini semua karena Jay juga yang nolongin gue" ucap Kim tersenyum.

Pada akhirnya Kinan hanya menghembuskan napas lega dan tersenyum tulus pada Kim. Gadis itu memang terkenal jutek dan judes namun dalam soal tolong menolong Kim tidak pernah perhitungan ketika melakukannya.

Seraya bangkit dari kursi Kim menatap Kinan, "Btw, lo mau ke kantin?" tanyanya.

Kinan mengangguk. "Kalau gitu bareng sama gue, gue juga mau ke kantin" ucap Kim lagi.

Berpikir sejenak ketika Kim mengajaknya untuk pertama kalinya. Lalu Kinan tersenyum dan mengangguk.

"Ya udah, ayo"

🐊🐊🐊

Keempat laki-laki yang baru saja menyelesaikan hukumannya membersihkan gudang itu menghembuskan napas kasar ketika keluar dari tempat penyimpanan barang itu.

Aldo selaku ketua OSIS yang mengawasi mereka menyilangkan kedua tangan di depan dada menatap keempat laki-laki itu.

"Semuanya udah kalian bersihin 'kan?" tanya nya ketika Aco menutup pintu.

"Iya, udah" jawab Nino malas.

Jay menepuk-nepuk celana depannya yang sedikit berdebu. Lalu tatapan menoleh ke Glen ketika laki-laki itu menggulung lengan bajunya seraya mengeluarkan dari celana sekolahnya.

"Hukumannya udah bereskan? Gue mau ke kantin" ucap Glen santai seraya menatap Aldo.

Aldo mengangguk. "Hm, lain kali kalau mau bikin ulah lagi nanti gue nyiapin hukuman yang lebih berat lagi" canda Aldo namun langsung terkekeh ketika Glen melayangkan tatapan tajamnya.

"Mau gue tonjok lo!"

Setelahnya Glen langsung meninggalkan tempat itu menyisakan Keempat pemuda itu.

Jay yang hendak melangkah mengikuti Glen tiba-tiba menggeram kesakitan ketika kepalanya seperti di hantam sesuatu. Namun tak ada apa-apa yang menghantam kepalanya hanya sebuah ingatan yang samar-samar terlintas.

"Argghhh!!" Jay bersimpuh di lantai seraya meremas erat kepalanya.

Aco, Nino, dan Aldo lantas bergerak panik melihat Jay yang kesakitan tanpa ada yang menyakiti.

"Jay, lo kenapa?!"

"Anjir, kenapa nih anak? Kepala lo kenapa Jay?!"

Aco dan Nino memegangi pundak Jay namun Jay terus saja mengerang kesakitan.

"Dasar cupu! Berani-beraninya lo ngikutin gue! Keluar lo dari situ! Gue tau ya lo sembunyi di balik pohon!"

"A-apa, si cupu ngikutin kita?! Gimana nih, pasti dia liat apa yang kita lakuin tadi!"

Sementara dari balik pohon Deden terlihat gemetar ketakutan ketika persembunyiannya di ketahui oleh laki-laki itu. Wajahnya pucat pasi. K
Matanya bergerak tak karuan. Ingin berlari tapi dirinya sudah ketahuan.

Mendengar derap langkah mendekatinya laki-laki berpenampilan culun itu dengan tergesa-gesa mengantongi ponsel di tangannya.

"Sialan!"

"Arghhh!"

"Jayden!"

Jay tersentak dan bergerak mundur ketika Aldo dengan tiba-tiba memegang pundaknya. Napas Jay memburu menatap laki-laki itu. Alisnya menukik tajam. Ah, sialan! Kenapa wajah laki-laki yang ia lihat itu harus samar-samar? Dan kenapa pula Aldo tiba-tiba mengejutkannya.

Jay menormalkan napasnya ketika ketiga laki-laki itu menatap cemas kearah nya.

"Jay, kepala lo sakit? Pasti gara-gara di hukum terus nih" celetuk Aco lalu melirik sinis Aldo.

"Ngapain lo natap gue kayak gitu?" heran Aldo. Aco cemberut lalu mendengus mengalihkan pandangan.

Nino membantu Jay ketika laki-laki itu bangkit dari lantai. "Gue gak papa. Tadi kepala gue tiba-tiba sakit gak tahu kenapa, tapi sekarang udah baikan" ucap Jay menatap mereka.

Jay menyisir rambutnya yang acak-acakan. Matanya menatap Aldo yang terus memandanginya.

Jay berdehem. "Btw, hukumannya udah beres jadi kita bertiga udah bisa pergi kan?"

Aldo mengangguk. "Hm, iya" ucapnya singkat.

"Ya udah, sekarang kita ke kantin gue udah laper banget ini" celetuk Aco.

Nino dan Jay mengangguk lalu ketiga laki-laki itu melangkah pergi dan meninggalkan Aldo sendirian.

Sepeninggal nya mereka tatapan Aldo berubah datar sembari terus memandangi punggung Jay. Namun tak disangka Jay menolehkan kepala dan mengernyitkan dahi melihat ekspresi datar Aldo. Laki-laki itu kembali menghadap ke depan seraya bergumam.

"Aneh" gumamnya heran.

Transmigrasi JaydenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang