BAB 22

246 16 0
                                    

Dua bulan sudah Jeno menjalani hidupnya di dalam tubuh laki-laki bernama Jay ini selama itu pula hidupnya lumayan baik-baik saja.

Berteman dengan Nino, Aco, Kinan dan Kim membuat sehari-hari nya cukup terhibur dengan kehadiran mereka. Walaupun terkadang masih banyak yang melempar tatapan tak suka kearahnya, seperti Glen misalnya.

Namun, entah kenapa Aldo yang terkadang ramah kepadanya seperti menyimpan sesuatu dibalik keramahannya itu. Entahlah, hanya saja sebisa mungkin Jeno akan berhati-hati pada Ketua Osis itu.

Sebenarnya Jeno tak tahu tujuan hidupnya di tubuh Jay itu untuk melakukan apa? Apakah ia harus menjalani hidup laki-laki itu seperti pada umumnya. Atau ia harus menyelesaikan masalah Jay? Namun sejauh ini tidak ada tanda-tanda yang mengharuskannya menyelesaikan masalah laki-laki itu.

Potongan ingatan terakhir Jay pun ia dapatkan saat ia mendapatkan hukuman membersihkan gudang. Itu pun sudah satu minggu berlalu.

Untuk sekarang Jeno akan menjalani hidupnya saja seperti pada umumnya. Karena tak ada petunjuk apa pun yang ia dapatkan dari masalah Jay, setidaknya sampai Jay benar-benar mengenal orang-orang di sekitar Jay.

Tapi ada satu pertanyaan yang selalu bersarang di kepala Jeno ketika pulang ke rumah. Pertanyaannya, dimana ayahnya ketika ia pulang ke rumah?

Selama ini Jay tidak pernah melihat batang hidung ayahnya itu barang sedetik pun di rumah ini.

Seperti saat ini, ketika laki-laki berwajah tampan itu duduk di meja makan seraya menonton Mamanya dan Kak Lena membuat bolu.

Tangannya terus sibuk mengupas kulit jeruk. "Mah, sebenarnya ayah kerja apa sih di luar kota? Ayah bukan bang Toyib kan Mah yang gak pulang-pulang?" Pertanyaan absurd dari Jay itu lantas mendapatkan lemparan spatula dari Lena dan mengenai kepalanya.

"Aduh! Apasih, main lempar-lempar?!" kesal Jay mendelik.

"Pertanyaan lo tuh yang gak masuk akal? Mana ada Ayah jadi bang Toyib. Ayah keluar kota tuh ya karena kerja" ucap Lena lalu meletakkan bolu yang baru saja matang ke meja.

Mamanya hanya terkekeh mendengar pertanyaan Jay. "Wajar Jay bertanya seperti itu Lena, bahkan Mama aja berpikir mungkin Ayah kamu udah jadi bang Toyib. Terakhir kali Ayah kalian nelpon itu sebulan lalu, setelah itu udah gak ada kabar lagi dari Ayah" ucapnya lalu ikut bergabung dan duduk di kursi---di depan Jay.

Alasan sebenarnya Ayah mereka belum kembali adalah karena Ayah mereka belum siap bertemu dengan Jay. Pria itu berpikir bahwa gara-gara dialah Jay sampai kecelakaan dan amnesia. Bahkan ketika Lara---mama Jay meminta suaminya untuk pulang belum diindahkan pria itu. Pria itu benar-benar merasa bersalah dan merasa malu bertemu dengan Jay. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di luar kota sejenak sembari mengurus pekerjaannya.

Lara menghembuskan napas ketika mengingat percakapan terakhir mereka sebulan yang lalu. Bahkan Kedua anak mereka, Lena dan Arden tak mengetahui alasan sebenarnya kenapa Ayah mereka pergi dari rumah dan sampai sekarang belum pulang juga. Yang mereka tahu hanyalah Ayah mereka pergi untuk urusan kerja.

"Tuh kan, Mama aja pikirnya gitu. Bahkan gue pernah berpikir Ayah pergi dari rumah itu karena gara-gara gue mungkin?" ucap Jay asal.

Lara tertegun mendengarnya. Sementara Lena mengerutkan dahi tak suka. Tanpa diduga adis itu malah memukul lengan Jay. Jay sendiri mencebikkan bibir menatap Lena.

Transmigrasi JaydenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang