Apartemen Jake, malam hari.
Jake tak tau apa yang akan dibicarakan oleh Haresa. Tapi Jake tetap mencoba untuk meneleponnya sesuai janji melalui video call. "Halo, Haresa?" Jake duduk di sofa dekat jendela apartemennya. "Kamu mau ngomong apa?"
Haresa terdengar menghela nafas. "Jake, gue bingung. Ngga tau kenapa perasaan gue kesel banget kalau lo bergaul sama cewek tadi."
"Cewek tadi? Fika?" Jake tertawa, "itu namanya kamu cemburu."
"Bukan, bukan cemburu, tapi kesel."
"Kesel gimana? Bukannya dia baik?"
"Ya kesel aja, soalnya tadi dia bilang, kalau gue nuduh dia sebagai pelakor."
Jake senyum kecil. "Kalau itu ngga perlu dipikirin, mau gimana juga aku tetep maunya sama kamu."
Haresa diam sebentar, lalu ia sedikit menelan ludahnya. "Jake, biasanya cewek kayak gitu, pasti naro perasaan ke lo. Iya ngga sih? Di drakor sih gitu."
Jake diam.
"Tuh kan diem. Jangan-jangan emang Fika pernah bilang kalau dia suka sama lo, terus lo tolak?"
Jake menggigit bibirnya. "Sebenernya, gitu, tapi aku udah jelasin kalau aku udah punya pacar."
Haresa menarik nafas. "Ya udah deh, yang penting lo ngga macem-macem, awas aja ya." ancamnya.
"Iya, iya." Jake membenarkan posisi duduknya. "Oh iya, di sana masih sama kan? Terus si Felix gimana?"
"Bentar, bentar, Felix?"
"Iya, murid yang tukeran sama aku."
"Felix baik, tapi ya gitu, gue sering banget disuruh-suruh sama dia."
"Disuruh gimana? Kamu akrab dong sama dia?"
Haresa jadi bingung, selama ini ia lupa untuk menceritakan semua tentang Felix ke Jake. "G-gimana ya, gue sama dia bisa dibilang akrab, gara-gara kepala sekolah nyuruh gue buat nemenin dia terus."
"Nyuruh nemenin apa aja?" Nada bicara dan ekspresi Jake mulai berubah. "Ngga macem-macem kan?"
"Paling cuma nemenin beli buku. Terus—"
"Sebentar." Jake terlihat menoleh ke pintu apartemennya, kemudian ia bangkit untuk membuka pintu tersebut.
Saat pintunya dibuka, terdengar suara perempuan dan suara kantong plastik. "Jake, gue bawa sesuatu buat lo."
Haresa yang ada di telepon hanya diam saja. Jake juga justru terlihat mengobrol dengan perempuan tersebut.
"Bentar ya, Fika, gue—"
Tak ada angin, tak ada badai, tiba-tiba Fika terjatuh, lalu Fika menempel pada Jake. "Sorry, Jake, ngga sengaja, soalnya gue belum biasa pake heels."
"Iya, gapapa."
Haresa yang dapat melihat mereka lewat video call, langsung menutup panggilannya. Jake bener-bener bikin bad mood. Padahal setelah ini Haresa niatnya ingin memberinya surprise ulang tahun. Tapi, malah begini.
____
"Res!!!" Teriak Jay, padahal Jay sedang duduk bersebelahan dengan Haresa.
"Apaan si?!"
"Itu dicariin, malah ngelamun aja. Kayaknya makin ketularan virus ngebug Sunghoon nih." sewot Jay.
"Dicariin siapa?"
Jay menunjuk pintu depan kelas. "Si bule."
Haresa melihat ke arah pintu, di sana Felix terlihat sedang menunggunya sambil membawa dua buah buku. "Ada apa Felix?"
"Nih, buku lo udah gue salin semua, thank you ya."
"Iya, sama-sama." Haresa senyum dikit, gak ikhlas gitu, habisnya heran, masa ada murid yang mau nyalin catetannya, Haresa aja gabisa baca tulisannya sendiri.
"Oh iya, nanti pulang sekolah lo—" Felix tiba-tiba menatap wajah Haresa. "Wait, you look sad. Why??"
"Eh? Ngga kok gapapa."
"Because your boyfriend? Dia ngelakuin sesuatu?"
"Noooo, gapapa kok, beneran."
"Oke deh, kalau gitu gue ke kelas ya. Kalau butuh sesuatu bilang aja. Oke?"
Haresa mengangguk, "oke."
Felix meninggalkan Haresa, ia berjalan kembali ke kelasnya yaitu kelas A.
Sebetulnya Felix memang punya alasan sendiri kenapa dirinya harus akrab dengan Haresa.
Felix tau kalau hubungan jarak jauh itu sangat sulit, apalagi beda negara. Felix pernah ngalamin itu. Felix gak mau Haresa ngerasain hal yang pernah dialaminya. Bcs it's hurt.
Intinya Felix mencoba mencari solusi kalau terjadi kelonggaran hubungan antara Jake dan Haresa.
Felix orang baik, beda sama Fika.
[27]
Fika bakal berhasil ga yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days with Jake✔️
FanfictionAwalnya saling benci, lama-lama jadi cinta cover by pinterest.