Bab 7.2 Sebuah Janji

91 27 10
                                    

"Apa yang terjadi?" Freya mendekat.

"Rion ... kau terlihat berbeda," ujar Adele lembut.

Arion kembali menghadap gadis yang teramat dirindukannya. Ia berlutut, menyamakan tinggi dengan Adele. "Tentu saja, aku bukan anak-anak lagi sekarang, bahkan jauh lebih tinggi darimu."

Adele tersenyum lemah. Cukup sulit baginya untuk berekspresi dengan kulit yang menyerupai kayu. "Syukurlah. Syukurlah Arion."

"Adele ...."

"Aku senang, akhirnya kita bertemu."

"Tapi bukan pertemuan seperti ini yang kita janjikan!"

"Rion, aku telah menunggu saat-saat ini. Ketika ... bisa menepati janji kita."

Pemuda bermata emas itu menggeleng, matanya memerah akibat tangis yang berhasil membuatnya terkejut. Sudah lama ia tidak merasakan kepedihan seperti hari ini, atau bisa dikatakan kalau ini pertama kalinya ia merasa sedih melihat keadaan orang lain.

Banyak hal yang ingin ditanyakan, tetapi suaranya tercekat, hanya dapat memeluk erat sang gadis—walau pelukan itu tidak sehangat yang dulu. Tubuh kaku yang ia peluk saat ini, tidak seperti manusia. "Kenapa kau bisa seperti ini?"

"Itu gara-gara kau yang terbuai pada kehidupan baru dan melupakannya." Suara lain di kepalanya kembali terdengar, sudah lama perasaan mengganggu itu tidak muncul, membuat kepalanya berdenyut. "Salahmu tidak mencarinya lebih cepat!"

"Rion, maukah kau membantuku?"

Arion melepas pelukannya dan menatap lekat pada Adele. "Tentu saja aku akan membantumu. Aku akan mencari cara untuk menyembuhkanmu!"

"Tidak, Rion. Aku ingin kau membantuku dengan cara yang lain."

"Cara apa?"

"Bunuh aku. Akhiri semua penderitaanku!"

"Tidak! Mana mungkin aku membunuhmu, setelah akhirnya kita dapat bertemu."

"Lihat, sekarang kau harus membunuhnya dengan tanganmu sendiri. Itu hukuman untukmu yang telah mengingkari janji."

Arion mengepal, suara di kepalanya benar. Mungkin ia memang terbuai pada ikatan baru yang Freya berikan sehingga tidak bersungguh-sungguh mencari tahu tentang keberadaan Adele. Ini ... salahnya.

"Ini permohonan terakhirku. Tolong bunuh aku, Rion!"

Kepala Arion tertunduk, tubuhnya bertumpu pada kedua telapak tangan yang bergetar. "Kenapa kau senang sekali memohon sesuatu yang sulit. Apa kau membenciku?"

"Mana mungkin aku membencimu. Kau satu-satunya orang yang kusayangi. Makanya aku ingin kau yang membantuku."

"KENAPA KAU SELALU SEPERTI INI?" Arion berteriak marah. Marah pada dirinya, pada keadaan, dan pada ketidak-berdayaannya. "Dulu kau memaksaku untuk membiarkanmu pergi. Sekarang kau ingin aku membunuhmu. Jika akhirnya begini, untuk apa aku bertahan hingga sejauh ini?"

"Bukankah kau bertahan hanya untuk dirimu sendiri?"

Arion memejamkan mata, suara itu begitu mengganggu. Membuatnya tidak bisa berpikir tenang.

"Rion, maafkan aku." Adele ingin menangis, tetapi air mata yang tidak mau keluar itu membuat dadanya menjadi sangat sakit. "Tapi keadaan ini menyiksaku."

"Temanku Grey. Dia ahli sihir pengobatan, dia pasti bisa menyembuhkanmu. Tenang saja!" Arion berdiri dan hendak mencari Grey, tetapi kedatangan si kembar menghentikannya.

"Apa yang kalian lakukan di sini?" ketus Liona.

"Kenapa kalian masuk seenaknya?" sengit Lionil.

"Apa yang kau lakukan pada mainanku?"

Story of EvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang