Bab 1.2 Panti Asuhan dan Kutukannya

332 70 43
                                    

Ketika makan malam, seorang anak laki-laki berusia delapan tahun memuntahkan makanannya di seberang meja Arion. Bukannya memeriksa apakah anak itu sakit atau tidak, satu dari tiga petugas panti malah memarahi dan memaksanya membersihkan muntahan itu.

Tidak ada yang berani membantu, terutama Arion yang bahkan tidak peduli. Ia berpaling ketika tatapan mereka beradu dan anak itu seolah memohon bantuannya.

Memuntahkan makanan menjijikkan itu bukan hal yang aneh. Jika tidak bisa menahan diri, Arion juga ingin memuntahkannya setiap selesai makan. Hanya saja ia harus lebih berhati-hati dan menghindari kesalahan agar rencananya untuk kabur dapat berjalan lancar.

"Kau sakit?" Suara lembut yang terasa familier, mengalihkan perhatian Arion. Ia kembali menatap ke arah anak yang tadi muntah. Rupanya Adele sudah berada di sana seraya membawa kain pel.

Terlalu baik.

"Jangan membantunya!" hardik petugas yang sedari tadi berdiri mengamati sambil berkacak pinggang. "Kembali ke tempatmu dan habiskan makannya!"

Adele berdiri dan mundur. Ia khawatir pada anak itu tapi juga takut pada petugas, dengan berat hati hanya menurut, membawa makanannya dan duduk di samping Arion. "Kasihan dia," gumamnya.

"Jangan ikut campur untuk hal yang tidak penting," tukas Arion setengah berbisik.

"Tapi dia masih terlalu kecil."

Arion diam. Terkadang ia tidak paham dengan pemikiran gadis itu. Kenapa suka sekali memikirkan orang lain ketika dirinya sendiri tidak berada di kondisi yang baik. Namun, tidak bisa dipungkiri juga kalau bagian itulah yang membuat Arion tertarik padanya.

Adele sangat pandai memberi rasa aman dari kepedulian yang terasa begitu tulus. Tanpa dirinya, tidak akan ada seorang pun yang mau mengajak Arion bicara. Bukan karena dibenci, tapi ia memang menciptakan tembok tebal hingga orang-orang enggan mendekatinya.

Bagi Arion, tidak ada yang lebih penting selain dirinya sendiri.

Pertama kali mengenal Adele adalah musim dingin dua tahun yang lalu, ketika Arion mendapat hukuman karena ketahuan tidak tidur tepat waktu. Paginya ia direndam dalam bak mandi. Untung saja gadis itu datang dan memohon pada Rose sehingga, Arion dapat keluar dari siksaan itu sebelum mati karena hipotermia.

Akan tetapi, sebagai gantinya Adele harus membersihkan toilet selama satu minggu.

Awalnya Arion tidak peduli padanya. Toh, ia tidak pernah meminta pertolongan pada siapa pun. Seharusnya dengan berimbas hukuman pada diri sendiri, Adele akan berhenti melakukan hal bodoh. Namun, besoknya gadis itu menyapa dan memperkenalkan dirinya, membuat tembok yang begitu tinggi dan kokoh, dapat runtuh dengan mudah.

Semakin Arion mengabaikannya, semakin ia mendekat. Hingga tanpa terasa, kehadirannya menjadi sesuatu yang berarti. Arion ingin mereka dapat terus bertahan dan keluar dari tempat itu.

"Adele, Bunda Rose ingin kau ke ruangannya!" ujar seorang petugas.

Gadis itu mengangguk dan segera mengikutinya—meninggalkan Arion yang menatap kepergiannya hingga menghilang di balik pintu.

****

Pagi sekali ketika matahari mulai terbit dan petugas membangunkan anak-anak menggunakan lonceng yang memekakkan telinga, Arion bergegas menuju kamar Adele di lantai dua.

Dia mengintip ke dalam dan anak-anak yang lain sudah bersiap untuk keluar, tapi tidak ada Adele di sana. Tempat tidurnya rapi, seperti belum pernah digunakan.

"Mana Adele?" tanyanya lirih. Ia segera berlari menyusuri setiap kamar, menimbulkan bunyi derak kayu di setiap langkahnya.

"Arion!" hardik salah satu petugas. "Ke sini kau!"

Story of EvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang