Bab 5.1 Desa Tak Bernama

145 29 28
                                    

"Anak-anak yang tinggal di pinggiran kota menghilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anak-anak yang tinggal di pinggiran kota menghilang." Grey mengabari. "Dan hingga saat ini, sudah tujuh kasus yang tercatat."

Freya menghentikan bacaannya dan memandang lurus ke mata kelabu pemuda androgini itu. "Apa sudah dilakukan penyelidikan?"

"Raja hanya mengirim beberapa prajurit untuk patroli. Tidak ada tindakan khusus."

"Tidak aneh," keluh Freya. "Dia tidak akan pernah peduli pada hal seperti ini." Ia berdiri, berjalan menuju pintu dan memerintahkan seorang pelayan laki-laki untuk memanggil Arion dan Arlan yang sedang berlatih sihir bersama Dolhaf.

"Frey, jangan bilang kau-"

"Kita akan menyelinap keluar untuk menyelidikinya!" potong Freya.

Kebiasaan menyelinap keluar istana tidak berhenti meskipun mereka pernah mengalami penculikan yang sangat mengerikan. Semuanya selalu dimulai dari Freya yang memang suka kebebasan dan menyaksikan keadaan di luar, lalu disetujui Arlan sebab juga tidak suka terkurung di istana, kemudian diikuti Arion yang selalu menurut, dan pada akhirnya Grey hanya dapat berpasrah, tidak sanggup menentang bujukan ketiga sahabatnya.

Siang itu, setelah memastikan tidak ada penjaga yang mengikuti mereka ketika keluar dari istana bagian Barat, Arlan menggeser sebuah lukisan bergambar pemandangan hutan setinggi satu meter yang tergantung di salah satu lorong menuju istana utama. Di baliknya terdapat lubang besar, mereka memasukinya bergantian seraya terus mengawasi sekitar.

Arlan mengangkat tangan kanannya dan memusatkan energi sihir ke telapak dan menggumamkan mantra singkat, lalu sebuah bola api tercipta--melayang-- menerangi ruangan. Tempat itu adalah lorong rahasia yang akan tembus ke area belakang istana, sebuah jalan rahasia yang mereka temukan saat kecil ketika bermain petak umpet.

Usai memastikan tidak ada pengawal yang berjaga di dekat sana, mereka lekas keluar dan lari menuju dinding pembatas. Freya meraba sebuah sudut dinding di balik pohon besar yang rimbun, lalu menggumamkan mantra. Dinding yang ia sentuh menjadi debu dan menciptakan sebuah lubang yang pas untuk dilewati. Itulah jalur yang biasa mereka gunakan untuk menyelinap keluar masuk istana sejak kecil dan tidak ada yang tahu perihal lubang tersebut sebab disembunyikan dengan baik oleh Freya.

Sebagai bagian dari penghuni istana, pembatas sihir yang terpasang juga tidak berpengaruh dan meloloskan mereka begitu saja meski melewatinya. Jika orang lain yang tidak diundang, pasti akan terkena kutukan jika memaksa masuk dari tempat seperti itu.

Mereka berempat bergegas menuju tengah kota menggunakan pakaian layaknya warga biasa, berjubah hitam dan tudungnya menutupi kepala. Selain untuk menyamar, udara siang itu cukup dingin karena sudah memasuki musim gugur.

Di bagian tengah kota terdapat pasar yang selalu ramai hingga menjelang sore. Mereka menyusuri jalanan seraya mencuri dengar perbincangan di kalangan penduduk perihal penculikan anak. Sesekali mereka mendengar beberapa rumor, terkadang menanyakan beberapa hal. Berharap setidaknya ada satu atau dua petunjuk untuk mengungkap siapa dan ke mana anak-anak itu dibawa.

Story of EvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang