Bab 13.2 Kembali

98 24 43
                                    

Semakin Arion memperhatikan luas dunia dengan penuhnya manusia, kekecewaan kian terasa. Keadaan di Restel ternyata tidak berbeda dari Destrion, bahkan jauh lebih menjijikkan. Mereka hanyalah manusia biasa yang tidak bisa menggerakkan benda tanpa sentuhan, tapi lagak laksana penguasa segalanya. Apakah mereka tidak tahu kalau di balik hutan yang luas itu, terdapat puluhan ribu orang yang memiliki kekuatan tidak terbayangkan?

Dia mengernyit kala beberapa meter di depannya berjejer manusia diperjual-belikan seperti barang dagangan. Lucunya lagi, yang melakukan adalah sesama non-penyihir. Arion jadi berpikir ulang, baiknya biarkan saja mereka menjadi budak di Destrion.Seharusnya, Freya tidak perlu mendedikasikan diri untuk memberikan mereka hak hidup. Orang-orang tidak berguna itu, mati saja.

Enggan menyaksikan lebih lama, ia memilih pergi, melanjutkan langkah guna mencari penyihir yang hendak dijadikan sebagai tiket masuk menuju istana Anglo-Saxon. Samael masih setia memandu, memindai orang-orang yang mereka lewati tapi hasilnya nihil.

"Sepertinya mereka bersembunyi dari keramaian. Kita harus mencarinya ke pinggiran kota," ujar Samael, menghentikan perjalanan mereka. "Bagaimana?"

Arion berpikir sejenak, ia berbalik, mengedarkan pandangan ke penjuru tempat. Lalu berucap, "Jika memang tidak ada, gunakan saja apa yang ada."

Samael mengikuti pemuda berkulit putih itu. Mereka kembali mendekati kerumunan yang menjajakan para budak. Mata emasnya menatap lekat lelaki kurus berkumis tipis di depan sana. "Dia saja!" gumamnya.

Samael tersenyum bangga, Arion memang tidak pernah mengecewakan. "Caranya?" tanyanya retoris. Padahal ia tahu apa yang akan Arion lakukan.

Pemuda bermata emas itu memusatkan energi sihir ke telapak tangan, matanya fokus pada lelaki kurus yang kini sedang asik mempersilakan calon pembeli untuk maju—memastikan kualitas dagangannya. Ketika pria itu melambai, Arion menciptakan api yang berkobar dari telapak tangannya, seolah pria itu yang menciptakannya.

Sontak kerumunan langsung heboh, mengambil jarak. Sementara pria itu mengibas-ngibaskan tangannya yang masih berapi, berharap tidak terbakar. Nyatanya, ia tidak merasakan panas, malah yang lebih mengerikan, tangan yang ia kibaskan menghasilkan bola-bola api kecil, berjatuhan ke lantai kayu. Podium sederhana tempat ia berpijak sampai ikut terbakar.

"PENYIHIR!" jeritan satu orang wanita menjadi pemicu jeritan lain dan kehebohan tersulut.

"Tangkap dia!"

Arion maju ke depan, menyibak kerumunan yang semakin histeris. Ia mengeluarkan belati dari saku, melemparkannya tepat ke leher pria yang ikut panik karena api di tangannya. Wanita menjerit, ngeri pada apa yang mereka lihat. Sementara Arion mendekat, menendang kepala pria itu hingga tersungkur dengan darah yang mengucur dari lehernya.

"Apa yang kau lakukan?"

"Berhati-hatilah!" pekik seseorang dari kerumunan.

"Siapa dia?"

Arion mengabaikan suara heboh dari penonton di belakangnya. Ia berlutut, mengambil kembali belati yang berlumuran darah, lantas berbalik, berdiri di depan semua orang yang memandang waswas. "Siapkan pembakaran, jika tidak segera dijadikan abu, dia akan memulihkan diri, lalu kabur!"

Beberapa orang bergegas mengikuti perintah Arion, bersamaan dengan itu, prajurit istana datang, mengamankan situasi. Mereka menanyai beberapa saksi, begitupun Arion. Pemuda bermata emas itu melirik Samael yang hanya menonton di tengah keramaian, tampak jelas kalau iblis itu sedang menahan diri untuk tidak tertawa dan bertepuk tangan.

"Padamkan api ditangannya!" perintah seorang prajurit.

"Apinya tidak akan padam. Dia penyihir yang kehilangan kendali terhadap energinya. Satu-satunya cara untuk memadamkannya adalah dengan membakar habis penyihir itu," jelas Arion.

Story of EvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang