Dunia ini sudah busuk.
Keajaiban dan kekuatan yang melewati batas logika telah menjelma menjadi bangkai. Membengkak dan terkubur asal di dalam tanah. Digerogoti oleh manusia yang lebih pantas disebut belatung, yang mengeluarkan liur penuh rasa lapar ketika mencium aroma menjijikkan dari bangkai yang berserakan.
Mata emas itu tidak lagi melihat manusia di hadapannya sebagai makhluk sempurna ciptaan Tuhan. Baginya mereka hanya monster yang haus akan bangkai yang tengah ia genggam erat.
Mereka pikir, jika bangkai itu tidak dapat direbut, maka si pemilik iris terindah di bumi itu haruslah dicabik dan dilempar ke neraka terdalam bersama Lucifer yang tersenyum pongah di sampingnya.
"Hentikan semua ini, Arion!" Suara yang teramat ia rindukan terdengar begitu lantang. Penuh amarah dan kecewa. Sedikit getaran dari suara itu pun menyiratkan rasa sedih yang entah bagaimana membuat sedikit retakan pada kegelapan yang menjulang kokoh di hatinya.
Ingin sekali ia tumpahkan segenap amarah pada gadis pemilik suara. Namun, semua akan sia-sia, sebab salah satu darah yang harus ia tumpahkan di hari yang besar itu adalah darah sang gadis. Satu pengorbanan yang harus ia lakukan demi menyelamatkan dunia dari parasit yang terus menggerogoti.
Kilatan sihir menyambar dari berbagai penjuru, berseteru dengan petir menggelegar di langit mendung malam itu. Mata emasnya perlahan menutup, mencoba meresapi pekatnya kebencian yang menyelubungi tanpa harus khawatir salah satu mantra akan menyergap dan menjatuhkannya. Ia begitu percaya diri pada sihir perlindungannya.
Sebuah anak panah yang memancarkan cahaya biru dari sihir melesat tepat di hadapannya. Tameng transparan berwarna ungu pekat tiba-tiba muncul, melindungi lelaki pucat yang menjadi sasaran. Namun, retakan pada tameng yang membuatnya begitu percaya diri, menyentaknya hingga kembali membuka mata.
Tanpa mengatakan apa pun, ia melangkah menuju gadis yang telah melesatkan anak panah itu, memusatkan perhatian tanpa peduli banyak mantra yang diblokade oleh tameng sihirnya. Dari tangan pucat yang bergelimang darah, muncul sebilah pedang yang berkilat tajam.
Dalam kebisuan, ia menodongkan pedang tersebut tepat ke arah sang gadis, tetapi seorang lelaki berbadan tegap menghadangnya. "Apa kau lupa pada sumpahmu?" bentak lelaki itu.
Bibirnya terangkat membuka, "Sumpahku telah mati bersama pengkhianatan yang kalian berikan."
"Langkahi mayatku sebelum kau bisa melukai Freya!"
"Tentu," jawabnya enteng. Pedang di tangannya terayun dengan sangat cepat, menyamar bersama kilatan kutukan yang masih menghujaninya. Lelaki yang menghalangi tumbang tanpa sempat membuat perlawanan.
Gadis di hadapannya berteriak dan menjatuhkan busur. Fokusnya hanya tertuju pada lelaki bersimbah darah yang terjatuh menghantam tanah. Hendak menghampiri, tapi sepasang kaki yang melangkahi tubuh lelaki itu menghentikannya.
"Sekarang aku sudah melangkahi mayatmu," ucapnya.
Sekali lagi mereka bertatapan. Lalu, ia biarkan tamparan melewati pertahanan dan bersarang indah pada pipinya hingga memerah dan berdenyut.
"Kau bukan iblis, Arion. Maka sadar dan ingatlah dirimu yang sebenarnya!"
"Orang yang kau kenal sebagai Arion sudah mati!" tukasnya. Ia mengalihkan pandangan pada sekeliling. "Samael, habisi mereka semua!" perintahnya pada sosok berambut pirang berpakaian serba hitam yang masih setia berdiri di samping singgasana yang tadi ia duduki.
Lelaki berpakaian hitam tersenyum mengerikan, menampilkan sepasang taring di deretan giginya. "Sesuai perintahmu."
Satu persatu teriakan saling barsambut. Pemilik iris emas mengangkat tangan kiri ke atas, cahaya hitam yang menyambar-nyambar muncul membalut tangannya. Dihempaskannya energi itu kepada orang-orang yang masih berusaha melancarkan sihir rendahan. Sontak mereka semua terbelah menjadi dua dan berhamburan bagai kelopak bunga penghias pesta.
"HENTIKAN!" Sekali lagi gadis itu berteriak lantang dengan tatapan ngeri.
"Bunuh dia Arion!" Lelaki berpakaian hitam sudah berdiri di belakang dengan wujud berbeda. Kali ini ada sepasang sayap hitam besar di punggungnya. "Dia yang terakhir."
Lagi, tangan pucat berlumuran darah itu mengangkat pedang dan mengarahkannya pada gadis yang sedari tadi terus mengusik. Harusnya menikam jantungnya akan menjadi sesuatu yang sangat mudah tapi sekelebatan ingatan mengganggunya.
Gadis beriris cokelat madu itu menutup mata dan menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. Kemudian ia mendekati Arion, membiarkan ujung pedang menyentuh dan perlahan menembus dadanya.
"Freya." Untuk pertama kali setelah sekian lama, nama itu terucap dari bibir si lelaki bermata emas.
"Kita benar-benar malang, Arion," sang gadis berucap lirih dengan senyuman yang perlahan mengembang. Tidak selaras dengan mata yang menatap penuh kesedihan. "Dengan begini, kita akan kembali berkumpul berempat. Seperti dulu."
"Berempat seperti dulu?" gumam Arion dan tubuhnya menjadi abu yang terbang kembali ke masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Evil
Fantasia✨ Daftar Pendek Wattys 2023✨ Jika kau menganggap sihir hanyalah mitos, maka kemarilah! Akan kuceritakan kisah sebenarnya tentang sihir dan apa yang membuatnya terkubur dalam sejarah, bahkan enggan untuk diakui keberadaannya. *** Ratusan tahun lalu...