Bab 16.2 Persimpangan

98 24 14
                                    

"Arion, ikutlah denganku!" pinta Freya setelah perdebatan panjang mereka tentang rencana yang hendak dilakukan oleh pemuda bermata emas itu. "Kita kembali berempat seperti dulu. Setelah semuanya terkendali, kita akan ke Aydril bersama. Kau pasti menyukai tempatnya!"

"Kau tidak harus bertindak sejauh itu, Arion!" Grey menambahkan.

Arion hanya diam. Sementara Samael sudah berhenti tersenyum sedari tadi. Tatapannya datar, memandang empat manusia yang sedang berdiskusi di depan sana.

Matahari telah terbenam sejak beberapa waktu lalu. Hujan belum berhenti mengguyur Mercia seakan mencoba memadamkan kobaran api hukuman yang tak ada hentinya sedari pagi. Perburuan membabi buta terpaksa dihentikan, menyisakan keheningan di setiap jalanan berkerikil di sekitaran Mercia.

"Jadi maksudmu, kau akan memihak William?" Arion bersuara, setelah sekian menit hanya diam dari berbagai bujukan ketiga sahabatnya.

"Ini adalah cara satu-satunya cara agar tidak terjadi peperangan!" jawab Freya. Ia mendekat, berdiri tepat di hadapan Arion. Netranya melirik Samael yang masih berdiri terpaku memperhatikan mereka di belakang sana. "Kita akan menghentikan Ranfel dan Ardious!"

Arion tertawa getir. "Tapi William itu pengkhianat. Bisa saja setelah semuanya selesai, dia membuangmu."

"Maka dari itu aku membutuhkanmu. Bukankah sudah pernah kukatakan, aku bukan gadis yang baik. Aku ... akan memanfaatkan apa pun untuk mencapai semua tujuanku."

"Dan di sinilah aku. Bertahan untuk mewujudkan impianmu!" tukas Arion. Tangannya meraih pipi Freya, mengusapnya lembut. Matanya sendu, tetapi sudut bibirnya terangkat—menunjukkan seringaian tipis. "Dunia ini sudah tidak pantas untuk diperjuangkan. Maka aku akan menghancurkannya dan membuatkan yang baru untukmu. Dunia yang lebih damai. Lebih indah. Kau hanya perlu menunggu dan menyaksikannya!"

"Sepertinya kita masih memiliki pendapat berbeda tentang hal ini," gumam Freya.

"Kau hanya belum melihat semuanya, Frey!" Arion meninggikan suaranya. "Apakah yang terjadi di tempat ini masih belum bisa membuatmu mengerti?"

Freya menggenggam liontin peninggalan sang ibu yang bergantung indah pada lehernya—seolah meminta restu untuk menguatkan hati. "Aku sudah melihat semuanya. Penyihir suruhan Ranfel dan Ardious yang memulai. Kita hanya perlu menghentikan mereka, lalu membuat perjanjian yang lebih mengikat untuk memisahkan Destrion dengan non-penyihir. Maka semuanya akan kembali normal."

"Masih saja naif. " Arion menurunkan tangannya dan mundur perlahan—membuat jarak. "Sudah terlambat untuk tetap bersikap mulia seperti itu!" tambahnya.

Kilat menyambar dan masuk melalui ventilasi kecil dari jendela, memberikan sekelebat pencahayaan dari ruangan remang yang hanya diterangi sebuah bola api sihir buatan Arlan.

"Arion, belum terlambat untuk berhenti. Kau tidak bisa menghancurkan semuanya. Itu pemikiran yang salah!" Sekali lagi Freya mengingatkan. Perasaan gadis itu sungguh tidak enak. Langkah mundur yang Arion ambil, seolah memberi jawaban bahwa pemuda bermata emas itu tidak akan mau menggenggam tangannya lagi.

"Kumohon, percayalah padaku!" Freya mengulurkan tangan, berharap Arion akan meraihnya seperti awal pertemuan mereka dulu.

Tangan Arion terangkat perlahan, hendak menggapai, tetapi urung. Ia tersenyum getir. "Aku tidak bisa berada di pihakmu lagi. Maka dari itu, kumohon pergilah ke tempat yang jauh. Tinggalkan tempat ini dan akan kuberikan dunia baru yang kau impikan."

"Arion. Ini salah. Kau tidak perlu melakukan semua itu!" tentang Freya. "Tinggalkan iblis itu. Kembali padaku!"

"Tidak." Arion menggeleng. Ia mundur selangkah. "Aku tidak bisa menghentikan semuanya. Apa yang dimulai, harus diselesaikan."

Story of EvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang