"Kau baik-baik saja?" sapa Lucya ketika melihat Arion berdiri sendirian di taman belakang.
Pemilik iris emas itu melirik dengan tatapan tidak bersahabat. "Kenapa kau ada di sini?" tanyanya ketus.
"Mu-mulai hari ini aku bekerja sebagai pelayan Putri Freya."
Arion menatap tajam dan tidak menanggapi, kemudian berpaling.
"Kenapa sendirian di sini?"
"Bukan urusanmu." Arion pergi begitu saja. Ia tidak suka pada gadis itu.
Lucya yang melihat keanehan Arion, melaporkannya pada Freya. Memang seharian ini mereka tidak bertemu. Arion seperti menghindar dan lebih memilih menyendiri.
Ketika Freya dan Lucya sedang membicarakannya pemuda itu datang. Freya hendak menyapa, tapi ia terkejut melihat energi gelap mendominasi Arion.
"Maaf, aku baru menemuimu," ujar Arion setelah menutup pintu.
"Lucya, bisa tinggalkan kami berdua?" pinta Freya. Lucya mengangguk dan lekas meninggalkan ruangan.
"Aku turut berduka soal Adele," kata Freya setelah memastikan pintu sudah tertutup rapat. "Maaf, aku tidak tahu kalau mereka melakukan sesuatu yang gila seperti itu."
Mata emas Arion terlihat kosong dan sendu. Ia mendekat dan duduk di bawah, menumpukan kepala pada lutut Freya. "Kau tidak perlu minta maaf." Ia terpejam ketika Freya mengusap lembut rambut hitamnya yang sudah lebih panjang hingga menutupi pertengahan telinga. "Aku tidak tahu lagi harus apa."
"Kau harus melanjutkan hidupmu!" Freya berucap lembut. "Kau punya sebuah impian?"
Pertanyaan itu membuat Arion mengernyitkan dahi. Impian? Ia tidak pernah memimpikan sesuatu yang besar. Bahkan jika dipikir lagi, ia malah sedang mencari alasan untuk terus bertahan. Selama ini yang selalu diyakininya adalah bertahan agar dapat menemukan dan menepati janji pada Adele, tapi sekarang semuanya sudah tidak berguna.
Karena Arion butuh waktu lama untuk menjawab, Freya kembali bersuara. "Kau tahu, Destrion akan menuju kehancuran. Bukan karena penyihir gelap atau 'para pendosa', tapi oleh rakyatnya sendiri."
Arion diam, tetap menumpukan kepala di lutut Freya, tatapannya kosong ke arah perapian di depan mereka.
"Keserakahan dan keinginan untuk menjadi superior hanya akan menimbulkan peperangan. Makanya aku ingin mencegah semua itu. Salah satunya dengan cara memisahkan diri dari non-penyihir, lalu membebaskan mereka yang menjadi budak.
"Untuk mencapai semua itu, aku harus menjadi ratu secepatnya. Harus segera membuktikan pada raja bahwa aku sudah siap untuk mengemban tugas itu. Dunia ini harus diselamatkan!"
Mulia sekaligus naif. Itulah yang Arion pikirkan saat mendengarnya.
"Untuk mencapai semua itu, aku butuh kekuatan. Butuh kalian bertiga, orang yang dapat aku percayakan hidupku, yang tidak akan pernah berkhianat," ujarnya seraya berdiri—berjalan ke arah jendela yang menghadap ke bagian hutan di samping kastel.
Angin berhembus masuk, menerpa wajahnya, mengibarkan rambut yang selalu tergerai dan menggunakan jepitan kecil di belakang. Sinar matahari menembus masuk, menyilaukan mata Arion. Akan tetapi tidak membuatnya mengalihkan pandangan dari Freya.
Gadis itu berbalik dan tersenyum sangat manis. "Arion, aku bukanlah gadis yang baik. Aku bersedia melakukan apa saja untuk mencapai tujuanku, bahkan aku berniat memanfaatkanmu dan sihir gelapmu untuk mewujudkannya."
Arion hanya diam, masih memerangkap Freya dalam iris emas yang tampak indah diterpa mentari.
"Aku cukup tahu, untuk mengubah sesuatu yang besar, dibutuhkan kekuatan yang jauh lebih di atasnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Evil
Fantasy✨ Daftar Pendek Wattys 2023✨ Jika kau menganggap sihir hanyalah mitos, maka kemarilah! Akan kuceritakan kisah sebenarnya tentang sihir dan apa yang membuatnya terkubur dalam sejarah, bahkan enggan untuk diakui keberadaannya. *** Ratusan tahun lalu...