Matanya terbuka lebar, napasnya terengah-engah dengan keringat membasahi tubuhnya. Dadanya bahkan berdebar hebat, ia pun mengusap wajahnya kasar, dan menyugar rambutnya yang ikut basah ke belakang. Masih terasa jelas, rasa sakit akibat kecelakaan itu, bagaimana saat tubuhnya terjepit dan remuk redam, yang membuat dirinya mati.
Apa, tunggu, mati? Kalandra tersentak dengan mata terbuka lebar. Ia langsung meraba seluruh tubuhnya. Tak ada kekurangan apa pun pada tubuhnya, seolah kecelakaan itu tak pernah terjadi. Rasa sakit itu pun seakan musnah saat luka di tubuhnya tak ada.
Apakah itu mimpi?
Jika iya, Kalandra berharap itu hanya mimpi semata. Mimpi yang terasa sangat nyata di mana ia kehilangan Siera dalam hidupnya. Mimpi itu terasa mengerikan, tak akan bisa Kalandra bayangkan jika itu benar-benar terjadi.
"Siera, maafkan aku. Maafkan aku, Sayang," gumam Kalandra menyadari kesalahannya selama ini. Dan mulai sekarang ia akan memperbaikinya. Jangan sampai dalam mimpinya itu menjadi kenyataan. Kalandra lebih rela melepaskan Kirana, daripada melihat Siera, istrinya, mengakhiri hidupnya.
Kalandra mengedarkan pandangannya, keningnya mengerut saat melihat kamarnya berbeda dengan kamar yang selama satu tahun ia tempati, sejak menikah dengan Siera.
Ini, ini adalah kamarnya. Tepatnya adalah kamar yang ada di rumah orang tuanya. Kalandra segera beranjak dari ranjang, mengambil ponsel tergeletak di meja. Kalandra mengamati ponsel miliknya dengan raut wajah penuh kebingungan. Di ingatannya, ia sudah mengganti ponsel lamanya dengan ponsel lebih canggih.
Semakin membuka ponselnya, mata Kalandra terpaku pada layar ponselnya. Bukan, bukan karena wallpaper itu terdapat fotonya dengan Kirana yang tengah tersenyum bahagia, tetapi ia terpaku pada tanggal tertera dilayar ponselnya. 12 Juli 20xx, ini adalah tanggal di mana ia belum menikah dengan Siera.
Kaki Kalandra terasa lemah hingga ia terduduk di lantai. Dadanya kembali berdebar hebat. Jadi, itu semua bukan mimpi? Apakah itu adalah kenyataan? Apakah ia kembali ke masa lalu? Apa ini benar-benar terjadi?
Bukankah ini rasanya sangat mustahil? Semakin dalam Kalandra menyangkal itu semua, nyatanya ia memang kembali ke masa lalu. Di mana Kalandra belum menikah dengan Siera, dan ia sendiri masih menjalin kasih dengan Kirana.
Untuk memastikan, Kalandra tergesa-gesa keluar dari kamarnya. Kakinya terus melangkah menelusuri rumah, hingga Kalandra melihat sosok Mamanya yang berada di dapur.
"Kalan? Kau sudah bangun?" Adelia, Mama Kalandra, menatap putranya penuh kasih saat melihat keberadaan Kalandra di belakangnya. Adelia pun mendekati Kalandra, lalu menempelkan punggung tangannya pada kening Kalandra. Memastikan suhu tubuh putranya.
"Sudah tak panas," gumam Adelia, yang masih dapat didengar Kalandra. Semalam Kalandra terkena demam. Ia bersyukur melihat putranya sudah sembuh.
"Ma, apa semalam aku sakit?" tanya Kalandra heran.
"Apa kau tidak ingat? Sepulang dari kantor, kau mengeluh pada Mama kalau badanmu tidak enak. Semalam kau demam tinggi," jawab Adelia.
Kalandra menelan ludah susah payah. Jika dingat-ingat, pada saat itu ia sama sekali tak sakit. Tapi yang terjadi semalam? Apakah ini efek dari ia kembali mengulang waktu?
"Ma... di mana Siera?" tanya Kalandra dengan ekspresi tegang. Kalandra berharap semua salah, dan status dirinya masih menjadi suami Siera.
Adelia tampak menghela napas mendengar pertanyaan Kalandra. Wanita paruh baya itu berpikir jika Kalandra masih tak menerima perjodohan mereka. Memang, Siera sering berkunjung ke rumah, dan Adelia menyukai perempuan itu. Selain cantik, Siera adalah menantu idaman Adelia, meski Kalandra selalu menolak kehadiran Siera di sisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐞𝐬𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚
RomanceKebencian Kalandra pada Siera berawal dari kekuasaan keluarga Siera, sehingga mengharuskan mereka menikah. Terutama Kalandra, telah memiliki kekasih yang amat dicintai. Kebencian itu terus bertumbuh seiring berjalannya waktu dirasakan oleh Kalandra...