Siera menatap Kalandra dengan penuh senyuman. Semalam, mereka tidur bersama dan saling mendekap. Pria yang statusnya sebagai tunangannya pun tak pulang ke rumah, dan memilih tinggal bersamanya.
"Pagi," sapa Siera terdengar ceria kala melihat Kalandra membuka mata.
"Pagi juga," sahut Kalandra, membalas senyuman Siera yang tampak cantik di mata Kalandra.
"Sebenarnya aku ingin sekali tidur saling berpelukan, tapi aku tahu hari ini kamu pasti pergi ke kantor." Siera berucap dengan nada manja, bahkan bibirnya kini mengerut.
Kalandra melirik jam di meja nakas. Waktu menunjukkan hampir pukul 7 pagi. Kalandra tak menyangka tidur bersama Siera terasa sangat nyaman, sehingga ia bangun kesiangan.
"Setelah menikah, kamu bisa memelukku sepuas hatimu." Kalandra memberi lampu hijau untuk Siera, membuat perempuan itu tak sabar untuk menikah dengan Kalandra.
Mereka juga sudah pantas untuk menikah, mereka sama-sama dewasa dan tak masalah memikirkan tentang pernikahan.
"Aku merancang gaun pernikahan untuk pemberkataan kita nanti. Gaun itu hampir selesai, aku pasti sangat cantik memakainya," kata Siera memberitahu pada Kalandra jika ia sudah membuat gaun pernikahannya sendiri.
"Benarkah?" Tentu Kalandra terkejut. Ia tahu jika calon istrinya adalah perancang, tapi yang tak Kalandra duga adalah Siera membuat gaun pernikahannya dengan tangannya sendiri.
Kalandra jadi teringat pada masa lalu, di mana ia dan Siera menikah. Memang, gaun pernikahan yang dipakai Siera sangat menawan dan indah, tak berlebihan yang penuh dengan pernak-pernik berkilauan. Sayangnya, Kalandra tak begitu teliti memperhatikan gaun yang dipakai Siera tampak cocok dikenakan Siera.
Andai saja Kalandra memperhatikan Siera di masa lalu, pasti pria itu terpukau dengan kecantikan Siera. Kini, Kalandra tak sabar melihat Siera memakai gaun pengantin, apakah sama atau berbeda dengan yang dulu.
"Aku ingin di hari istimewaku, memakai gaun rancanganku sendiri. Harus berbeda dengan lain."
"Kamu pasti cantik saat memakainya." Ucapan Kalandra membuat Siera tersipu malu.
"Ayo kita bangun, apalagi kamu harus bekerja." Akhirnya mereka bangun dari ranjang dan bergantian membersihkan diri.
Siera tampak cantik memakai dress berwarna merah, kontras dengan kulit putihnya, menambah kesan elegan dalam dirinya. Rambutnya ia kuncir kuda sehingga memperlihatkan leher jenjangnya.
"Sempurna," ujar Siera menatap dirinya di dalam pantulan cermin. Tak lupa Siera membubuhkan lipstick di bibir seksinya.
Wajahnya adalah aset yang paling berharga bagi Siera. Apalagi tubuhnya juga tergolong seksi. Siera juga pernah menjadi model untuk pakaian yang ia rancang sendiri.
"Sudah selesai?" Kalandra yang mengamati Siera sedari tadi mengagumi kelincahan Siera dalam berdandan. Bagi Kalandra, tanpa berdandan pun Siera sangat cantik di matanya.
Bila seperti ini, Kalandra tak rela kecantikan Siera dinikmati oleh pria-pria di luar sana. Rasa posesif Kalandra mulai tumbuh. Padahal dulu bersama mantan kekasihnya itu, ia tak pernah merasakan rasa seperti ini meski wanita itu didekati pria lain.
"Sudah. Bagaimana? Apa aku cantik?" tanya Siera dengan senyum mengembang. Ia mendekati prianya dan menunggu untuk dipuji.
Kalandra menarik Siera dan jatuh ke pangkuannya. Satu tangan melingkar di pinggang Siera. "Kamu sangat cantik. Bagaimana ini? Aku sepertinya tak ingin ada yang melihat dirimu yang secantik ini. Terutama jika dia adalah pria-pria di luar sana menikmati keindahan milikku ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐞𝐬𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚
RomanceKebencian Kalandra pada Siera berawal dari kekuasaan keluarga Siera, sehingga mengharuskan mereka menikah. Terutama Kalandra, telah memiliki kekasih yang amat dicintai. Kebencian itu terus bertumbuh seiring berjalannya waktu dirasakan oleh Kalandra...