DELAPAN

12.3K 1K 26
                                    

"Kalandra!" Kirana mengejar Kalandra saat melihat keberadaan pria itu tak jauh darinya. Kirana berdecak saat Kalandra tak berhenti, malah terus berjalan bersama sekretarisnya. Kirana yakin Kalandra mendengar ia berteriak memanggil namanya.

"Kalandra, tunggu!" Napas Kirana terengah-engah kala tangannya dapat menggapai tangan Kalandra. "Kenapa kau tak berhenti saat aku memanggilmu?!"

Kalandra langsung menepis tangan Kirana. Pria itu tak suka jika Kirana menyentuhnya. Kalandra bersyukur, selama berhubungan dengan Kirana, Kalandra tak pernah menyentuh wanita itu lebih dari pegang tangan dan mencium kening. Kalandra sangat menghargai Kirana, tapi nyatanya wanita di depannya ini... ah, Kalandra tak mau mengingatnya lagi.

"Kurasa tak ada yang perlu untuk dibahas," ujar Kalandra sinis.

Kirana menatap Kalandra penuh luka.
"Kau berubah, Kalan, kau bukan Kalandra yang kukenal," sedihnya, entah nyata atau berpura-pura, Kalandra tak peduli.

"Aku mencintaimu sepenuh hati, tapi tak kusangka kau malah menyakitiku. Kalan, aku masih tak bisa melupakanmu, aku tak mau kita berpisah, ayo kita kembali. Aku masih mencintaimu, tak apa jika aku yang kedua, asalkan kamu tetap bersamaku."

Kalandra terkekeh sinis. Apa pun itu, ia dulu selalu terlena dengan apa yang diucapkan Kirana. Dulu, sebelum ia tahu seberapa busuk Kirana mencurangi hubungan mereka. Kalandra menjaga Kirana dengan hati-hati, sayangnya wanita itu malah suka lari ke pelukan dari pria ke pria lain.

Kata-kata cintanya pun bagi Kalandra hanya bualan semata. Jika cinta, mana mungkin wanita itu mau disentuh oleh pria yang bukan pasangan sahnya.

Jika memikirkan masa-masa itu, sungguh, Kalandra ingin menertawai kebodohannya.

"Jadilah wanita terhormat, Kirana. Aku adalah pria yang sudah memiliki tunangan, dan sebentar lagi akan menikah. Pada akhirnya, aku memilih mempertahankan pertunanganku, sehingga aku lebih memilih memutuskan hubungan kita," jelas Kalandra.

"Mengakhiri hubungan kita, adalah pilihan yang sangat bijak. Aku sudah memberi apa pun yang kamu inginkan, entah materi ataupun perhatian. Kini aku meminta perhatianmu untuk rela melepaskan aku bersama tunanganku. Sadarlah, kita tak mungkin bersama."

Kalandra membalik tubuhnya dan berjalan meninggalkan Kirana. Bagi Kalandra, Kirana tak begitu penting. Kalandra ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya sehingga ia maupun Siera segera membahas tentang pernikahan mereka. Kalandra ingin segera mengesahkan hubungannya dengan Siera dengan ikatan suci.

"Aarrghh, jika dulu memelas sedikit saja Kalandra akan luluh. Kenapa sekarang sulit sekali," kesal Kirana sembari menghentakkan kakinya. Tak peduli beberapa orang melihatnya aneh.

Wanita itu susah menghubungi Kalandra. Saat pergi ke kantornya, ia berakhir diusir. Saat Kirana ingin melepon atau mengirim pesan, nomor Kalandra tak bisa dihubungi. Bukan diblokir, karena Kirana pernah memakai nomor lain, nomor ponsel Kalandra tetap tak bisa dihubungi. Artinya, Kalandra sudah mengganti nomor ponselnya.

Kirana merasa perjuangannya sia-sia. Ia pikir Kalandra akan selalu berada ke pelukannya, namun semua pemikirannya itu ternyata salah. Pria itu tak mau kembali meski ia membujuk atau merayunya.

"Sialan!"

**

Kalandra merenggakan ototnya ketika pekerjaannya hampir selesai. Ia kebut-kebutan menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk setiap hari. Perusahaan milik keluarga Kalandra memang tak sebesar milik Kakek Siera, namun juga tak bisa dikatakan kecil. Perusahaan yang cukup maju dan menghasilkan punda-pundi dollar.

Ia menghela napas dan menatap pencakar langit seraya mengetukkan jari telunjuknya di meja. Keinginannya untuk segera menikah dengan Siera masih belum terlaksana. Masih banyak yang harus Kalandra lakukan sebelum menggelar acara pernikahan yang megah.

𝐊𝐞𝐬𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang