ENAM BELAS

7.5K 467 46
                                    

Siang harinya Siera dan Kalandra mengunjungi Abercio. Kebetulan sekali Kakek Siera berada di rumah sehingga dapat menyambut kedatangan cucu kesayangannya.

"Kakek, Siera rindu." Siera menghambur ke pelukan sang Kakek dengan rasa rindunya.

"Siera, cucuku." Abercio membalas pelukan Siera dan mengecup kening Siera. "Sudah lama kau dan suamimu tak mengunjungi pria tua ini."

Siera menunjukkan raut wajah bersalah mendengar ucapan Kakeknya.
"Maafkan aku, Kek, Siera tak bermaksud seperti itu," sesal Siera. Siera sibuk dengan pekerjaannya sebagai desainer. Banyak klien yang memakai jasanya untuk gaun pernikahan.

Abercio tertawa kecil, pria tua itu tahu kesibukan Siera. Selain itu, cucunya juga sudah memiliki suami sehingga prioritasnya bukan hanya dirinya saja.

"Sudahlah, ayo kita masuk," ajak Abercio pada cucu dan cucu menantunya.

Kalandra berjalan di belakang kedua orang yang tengah berbincang. Seperti apa yang dikatakannya pada sang istri pagi tadi, Kalandra tak mengganggu keduanya agar berpuas melepas rindu.

"Bagaimana kabarmu, Kalandra," tanya Abercio basa-basi.

"Baik, Kek," jawab Kalandra sopan. Abercio mengangguk dan kembali berbicara dengan Siera. Bukan maksud untuk mengabaikan cucu menantunya itu, tapi Abercio benar-benar merindukan cucu satu-satunya ini.

Kini hanya ada Abercio dan Siera saja. Kalandra yang tak mau menganggu pergi ke kamar Siera.

"Siera, apa kau bahagia?" tanya Abercio menatap cucunya dengan raut wajah serius.

Siera tersenyum lebar mendengar pertanyaan sang kakek, tangannya menggenggam tangan keriput Abercio.
"Siera sangat bahagia, Kek, Kalandra memperlakukanku dengan baik."

"Jika dia menyakitimu, rumah Kakek akan selalu terbuka untukmu, Siera."

Siera tahu betapa sayangnya Abercio padanya, betapa pria tua itu tak mau ia disakiti oleh orang lain, terutama Kalandra. Siera mengerti semua ketakutan sang kakek karena memang dulu Kalandra tak pernah memperlakukannya dengan baik. Akan tetapi semua kini sudah berbeda, ia bisa merasakan cinta Kalandra untuknya.

"Baik, Siera akan pulang ke rumah jika suamiku menyakitiku, Kek. Tetapi untuk sekarang, tak usah memikirkan hal yang belum tentu terjadi, Kek. Aku yakin Kalandra tak akan menyakitiku." Siera menenangkan risauan hati Abercio.

Abercio menatap ke depan, tak lagi menatap cucunya. Matanya menerawang, dan menghela napas dengan berat.
"Entah kenapa, Kakek merasa akan ada badai menerpa di rumah tangga kalian. Kakek harap ini hanya ketakutanku saja, aku berharap kau maupun suamimu akan selalu baik-baik saja."

Siera terdiam mendengar ucapan Kakeknya dengan nada sendu itu. Betapa ia beruntung memiliki Abercio sebagai kakeknya. Ia benar-benar menyayangi pria tua itu. Lalu Siera memeluk Abercio dan menyandarkan kepalanya di pundak Kakek.

"Jangan terlalu memikirkan hal yang berat, Kek. Jaga kesehatan, dan aku akan baik-baik saja. Mungkin semua itu hanya perasaan Kakek saja."

Abercio tersenyum tipis dan mengecup puncak kepala Siera. Ya, semoga saja semua itu hanya ketakutannya saja. Jangan sampai badai menerpa rumah tangga cucunya ini.

Karena ia pernah bermimpi Siera meninggalkannya di dunia ini.

****

Siera terdiam sendiri di balkon kamarnya, sesekali ia menghela napasnya pelan. Pembicaraannya dengan sang Kakek masih segar diingatannya. Entah kenapa Siera jadi memikirkan hal itu, hingga lamunannya tersentak saat merasakan pelukan hangat dari belakangnya.

"Di sini dingin, anginnya terlalu kencang, apalagi kamu hanya memakai pakaian tipis seperti ini. Bagaimana jika kamu sakit, hm?"

Suara pria yang dicintainya terdengar khawatir mau tak mau membuat Siera tersenyum. Siera menikmati pelukan hangat suaminya, dan memejamkan matanya sejenak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐊𝐞𝐬𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang