DELAPAN BELAS

1.1K 153 8
                                    

Livia menghampiri Siera ke butiknya, di tangannya membawa undangan reuni untuk alumni sekolah menengah atas yang diadakan salah satu teman sekelasnya yang seorang selebriti.

"Kau sibuk?" Siera mendongak, kehadiran Livia menghentikan kegiatan Siera yang tengah menggambar.

"Tak terlalu sibuk. Kamu sendirian?" tanya Siera setelah tak melihat Selinda ataupun Kania.

"Kalau tak sendiri, mau sama siapa lagi?" Livia mengerucutkan bibirnya. Selinda sibuk dengan anak dan suaminya, Kania sekarang sudah memiliki kekasih, hanya ia sendiri saja yang masih lajang.

Livia menyerahkan undangan pada Siera. "Jangan lupa datang."

Alis Siera naik sebelah, lalu menerima undangan itu dan menatap Livia.
"Kau mau menikah?" tanyanya tak percaya, namun setelah membaca undangan tersebut Siera mengangguk-angguk bahwa ia salah menebak. Ia pikir sahabatnya ini mau menikah, tapi ternyata undangan reuni.

"Andai Raja mau menikah denganku, aku akan menikah." Livia mendaratkan bokongnya di kursi empuk berhadapan dengan Siera.

Siera mendengus mendengarnya. Sahabatnya ini lebih aneh darinya. Livia mencintai kakak angkatnya.
"Lebih baik kau cari pria yang benar-benar mencintaimu, Liv. Aku pikir kalian sulit untuk bersama," kata Siera bijak.

Livia tertawa kecil. "Siera, kita tak tahu kapan hati kita berlabuh pada siapa. Cinta itu tiba-tiba datang sendiri. Sama sepertimu dengan Kalandra. Kami saja menyuruhmu berhenti mencintai Kalandra berapa kali tetap saja tak kau dengarkan."

Kali ini Siera terdiam, tertampar oleh kenyataan. Ia dan Livia sama-sama tak menyerah dengan pria yang dicintainya. Memang tak etis jika ia menghentikan Livia dan memberi nasehat, sedangkan dirinya juga keras kepala mempertahankan Kalandra di sisinya.

"Oke, oke, aku salah." Siera tak akan ikut campur, ia tersadar dia juga begitu.

"Aku akan berhenti saat dia menikah dengan wanita lain. Sebelum jadi milik orang, aku akan berusaha mendapatkannya." Livia dan Siera wanita dengan sifat sama. Tak mau menyerah dan terus berusaha sampai berada di titik lelahnya.

"Aku sepertinya tak datang ke reuni ini," kata Siera setelah membuka undangan. Acara tersebut diadakan 2 hari lagi, apalagi tempat acara berada di kelab malam. Siera benar-benar menghindari tempat seperti itu.

"Ayolah, temani aku saja. Toh, suamimu juga lagi di luar negeri," bujuk Livia.

"Aku pikirkan nanti ya. Tentunya aku juga harus izin sama suamiku." Siera tak buru-buru mengiyakan.

"Baiklah, aku tunggu kabar darimu." Livia tak memaksa, memang ya ketika sudah menikah prioritas mereka sudah dibagi-bagi. Seperti halnya Siera maupun Selinda.

Setelahnya Livia pamit pergi kini hanya menyisakan Siera sendiri di ruang kerjanya. Siera memijat keningnya saat merasakan pusing. Beberapa hari ini memang ia merasa tak enak badan.

"Jadi rindu Kalandra," gumam Siera lesu. Sudah tiga hari Kalandra ke luar negeri. Mereka hanya saling melepas rindu lewat telepon tanpa bisa saling memeluk. Ia jadi rindu pelukan hangat dari suaminya.

"Sepertinya aku ingin makan masakan buatan Kalandra." Membayangkan Kalandra memasak, tiba-tiba Siera terkekeh kecil. Pasti enak saat pria itu sedang memasak dan ia memeluknya dari belakang.

Di tempat berbeda, Kalandra dengan cepat menyelesaikan pekerjaan tanpa ditunda-tunda. Kalau bisa, tak sampai seminggu pekerjaannya di sini harus selesai.

"Jangan lupa laporkan semuanya padaku."

"Kau awasi situasi di sana, jangan sampai ada yang kelewatan. Dan ini juga, kalau ada apa-apa bilang sama saya."

Kalandra merenggakan tubuhnya setelah berkecimpungan dengan pekerjaannya. Pria itu lelah, butuh pelukan hangat sebagai semangatnya. Kalandra mengusap ponselnya, di layar ponselnya terdapat wallpaper foto Siera. Foto Siera yang sedang tersenyum manis dengan mata setengah mengedip.

"Tak sabar rasanya ingin segera pulang dan memelukmu." Kalandra benar-benar mencintai Siera, lebih dari apapun. Bagi Kalandra, Siera adalah segalanya, ia tak bisa membayangkan jika Siera meninggalkannya, bisa dipastikan Kalandra hancur saat itu juga.

Kalandra memejamkan matanya sejenak, sebelum berkutat dengan pekerjaannya lagi. Sungguh melelahkan.

****

Siera memekik tak percaya melihat dua benda kecil di tangannya. Satu menunjukkan garis dua, dan satu menunjukkan tanda positif. Siera tak bodoh untuk tidak mengerti tanda itu.

Ia tengah hamil.

Tanpa sadar Siera memegang perutnya dan mengusapnya. Di sini ada buah cintanya dengan Kalandra.

"Aku hamil?" Wanita itu membengkap mulutnya, air matanya tiba-tiba mengalir tanda ia tengah bahagia.

"Aku... aku sungguh tak percaya kalau saat ini aku hamil." Tak mengherankan jika ia merasa mudah lelah, mual, dan makan sedikit tak bernafsu. Ternyata ia mengandung calon anaknya.

"Hai, Sayang, kamu benar-benar di dalam perut Mama, hm?" Siera mengajak anak dalam perutnya berbicara. Padahal anaknya masih mulai berbentuk yang mana masih berukuran sangat kecil.

"Kehadiranmu benar-benar kado terindah bagi Mama, sayang. Rasanya Mama tak sabar untuk memberitahu Papamu tentang keberadaanmu."

Kehadiran calon anaknya menambah kebahagiaan dalam rumah tangganya.

Siera segera mengirim pesan pada Livia jika malam ini ia tak bisa datang diacara reuni satu angkatan mereka. Tak mungkin dalam keadaan hamil begini ia datang ke sana.

Sorry, Livia, aku tak bisa datang.

Setelah mengirim pesan, Siera keluar dari kamar mandi. Ia meletakan tes kehamilan di meja. Ia berniat meletakan di kotak hadiah dan akan ia berikan sebagai kado untuk suaminya.

Siera berniat memberi kebahagiaan pertama kali pada Kalandra, baru kemudian mereka nanti memberitahu pada Kakek dan mertuanya. Siera tak sabar melihat ekspresi apa yang akan ditunjukkan Kalandra setelah mengetahui kabar kehamilannya ini.

Setelah meletakkan tes kehamilan di sebuah kotak, Siera menyimpannya di laci dengan hati-hati seoalah harta paling berharga. Siera menguap, naik ke ranjang, ia segera pergi tidur. Letih karena pekerjaan juga letih karna kehamilan. Sepertinya, besok ia akan ke rumah sakit untuk mengetahui berasa usia kandungannya.

"Selamat malam, kesayangan Mama." Siera bergumam dan memejamkan matanya. Ia akan menjaga calon anaknya sepenuh hati hingga lahir ke dunia. Tak lama kemudian Siera benar-benar tidur terlelap.

Jam menunjukkan pukul 12 malam, pintu kamar Siera terbuka. Langkah kaki terdengar pelan dan hati-hati mendekat ke arah ranjang berada. Duduk di sisi ranjang, tangannya terulur mengelus pipi Siera pelan, berusaha untuk tidak membangunkannya.

Jika kalian menebak dia Kalandra, jawabannya adalah benar. Meski berusaha mempercepat pekerjaannya, nyatanya ia pulang setelah 6 hari bekerja di sana. Setidaknya ia telah berusaha cepat menyelesaikan demi bertemu sang istri.

"Bisa-bisanya aku segila ini sama kamu, Siera," bisiknya serak. Kalandra melepas kemejanya, naik ke ranjang mereka, lalu membawa Siera ke dekapannya.

Bukannya terbangun, Siera tetap tidur dengan posisi semakin merapat pada Kalandra. Hangat, hanya itu yang dirasakan Siera di sela-sela ia tertidur. Wanita itu tak tahu jika suaminya sudah pulang dan memberi kehangatan padanya.

Kalandra tertawa tanpa suara melihat sikap menggemaskan Siera yang menepelkan wajah di dadanya. Meski sedikit geli, Kalandra membiarkan istrinya melakukan hal itu.

"Selamat tidur, sayang." Kalandra menguap. Pada akhirnya mereka sama-sama tidur dan seling mendekap.

....
24/01/25

Cerita ini up 2 hari sekali ya.

Siap-siap menuju konflik

See you next chapter 👋

𝐊𝐞𝐬𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang