Bagian 8

56 18 0
                                    

Di atas motor Kelly selalu mengerutkan dahinya. Ia tidak tahu akan dibawa kemana oleh cowok gila ini.

"Mau kemana sih, prasaan dari tadi nggak nyampek-nyampek!" katanya sedikit mengeraskan suaranya. Takut supir di depannya tidak dengar.

"Gue nggak budek ya, diem aja kenapa sih, banyak tanya lo jadi cewek." Ucap Yoga membuat Kelly terdiam.

Kelly hanya diam di atas motor Yoga. Kepalanya cenat cenut karena Yoga sangat cepat.

"Turun lo, ngapain masih diem,"

"Duh, nyetir motor bukannya kepikiran bawa anak orang takut kenapa-kenapa ini malah mau deketin aku sama maut," cerocos Kelly saat akan turun.

"Gue bawa motor ya sewajarnya orang nyetir lah," tungkas Yoga.

Saat dilihatnya Yoga berhenti di depan supermarket, Kelly menatap Yoga bingung.

"Jauh-jauh dari sekolah kepala aku Sampek cenat cenut gini, ujung-ujungnya cuma mau ke supermarket? Di sebelah sekolah juga ada kali,"

"Gue yang punya motor, gue yang beli bensin, gue juga yang nyetir, kenapa lo banyak bacot, sih."

"Udah ya, lain kali jauhan aja sama aku, jangan deketin aku, capek tau. Tiap hari di bully sama geng Luna, stres lama-lama ngadepin sikap kamu yang nggak jelas ini," jelas Kelly.

Yoga memincingkan matanya, ia berusaha menahan tawa. Kini hari telunjuknya mendorong dahi Kelly pelan, "lo pikir gue deketin lo? Lo pikir gue suka sama lo? Yaelah cupu, lo bukan cewek tipe gue." Jawab Yoga enteng.

Kelly yang mulai kesal, ia mengepalkan tangannya. "Yaudah, anterin Kelly balik sekarang!"

"Enak aja lo, udah naik motor gratis, ga ikut beli bensin masih minta anter, pulang aja sendiri!"

Napas Kelly memburu saat mendengar jawaban Yoga. Ia tidak habis pikir akan ada cowok nggak jelas seperti Yoga yang akan mempermainkannya.

Ini bukan perihal tentang perasaan, tapi tentang tanggung jawab Yoga terhadap dirinya. Dia membawanya pergi keluar sekolah, membolos. Tapi, saat sampai di tempat yang di tuju Yoga, ia malah di buang.

"Jauhi gue! Enyah dari hadapan gue! Jangan pernah lagi Lo nunjukin muka Lo di depan mata gue! Sampai mati pun gue tetep benci sama Lo, Yoga!"

Amarah Kelly memuncak. Ia segera membalikkan badannya dan pergi dari hadapan Yoga.

•••

Kelly masuk ke dalam rumahnya dengan membanting pintu. Sudah bolos sekolah, pasti besok di panggil ke BK.

Tanpa pikir panjang, ia segera ganti baju, membersihkan tubuhnya yang lengket. Setelah itu, Kelly turun ke dapur, membuka lemari es. Dilihatnya ada beberapa bahan makanan dan juga cemilan.

Dengan mengotak-atik bahan di dapur, Kelly segera menuju ke ruang tv, makan dengan seadanya.

"Ngantuk banget ya," katanya yang mulai menguap.

Kelly memejamkan matanya, menyusuri alam bawa sadar dengan bekal perut kenyang. Sungguh nyaman.

Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda, Yoga sedang meneguk segelas kopi di sebuah warung dengan lampu neon itu, beberapa temannya sedang berbincang dan saling menukar cerita. Namun, berbeda dengan Yoga, ia memilih diam. Bukan mendengar namun pikirannya sedang berada di tempat lain.

"Ga, lo kenapa? Diem aja dari tadi," tanya salah satu temannya.

"Gue baik-baik aja." Jawabnya tanpa melihat temannya yang berbicara.

"Gimana, lo udah nemu cewek yang cocok buat lo?"

"Belum. Nggak ada yang cocok sama gue, mungkin jodoh gue cinta pertama gue dulu." Jawab Yoga.

"Udahlah, bro. Masa lalu itu untuk di kenang, biarin aja masa lalu lo bisa jadi pembelajaran buat sekarang," kata teman yang lain sambil menepuk pundak Yoga

Yoga menatap langit malam yang nampak mendung, ada beberapa kilat lewat, "gue harap lo masih jadi makhluk penghuni bumi sampai saat ini."

•••

Kelly berjalan keluar rumah dengan keadaan linglung. Entahlah, ini malam atau siang, yang penting ia berjalan.

Badannya basah kuyup, berarti sedang hujan. Semesta memang tidak ingin air matanya dilihat oleh orang lain.

Kelly masih berjalan entah mau kemana, ingatan demi ingatan yang dulu kembali hadir, sosok ayahnya, mama, kakak, bahkan sahabat masa kecilnya.

Mimpi buruk itu selalu menghiasi tidur Kelly, membuatnya lelah dan takut untuk tidur.

"Mati aja enak kali, ya?" gumamnya degan berjalan.

Malam semakin larut, Kelly semakin jauh dari pekarangan rumahnya. Ia mulai keluar jauh dari komplek.

Malas untuk melihat kesana kemari, ia hanya ingin jalan di bawah hujan. Itu saja. Meskipun semakin malam semakin dingin ia tidak peduli. Toh, tidak akan ada yang mencarinya.

Namun, kali ini kaki Kelly berhenti, ada seseorang yang berdiri di depannya.

"Mau kemana?"

•••

𝐘𝐨𝐮 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang