Bagian 7

58 16 1
                                    

Setelah selesai dengan urusan Yoga, ia segera berlari ke kamarnya.

"Yoyo ... Kenapa nama panggilannya sama kayak Yoyo temen kecil aku ya?" pikirnya bingung.

"Yoyo 'kan pindah, ga ngasih kabar juga Sampek sekarang. Udah lah, daripada mikirin dia mending tidur."

Kelly memejamkan matanya. Yoyo adalah sahabatnya sejak kecil. Keluarganya dengan keluarnya Yoyo sangatlah dekat. Namun, siapa sangka cinta pertamanya itu pergi meninggalkannya dulu.

"Kekey, besok mau main disini lagi?" tanya Yoyo kecil.

"Boleh, tiap hari juga boleh."

"Yoyo, kita pulang yuk, nak," ajak mama Yoyo.

"Ma, besok Yoyo mau main disini lagi sama Kekey, taman ini itu tempat Yoyo sama Kekey main." Tuturnya.

"Yo," mamanya berhenti, mensejajarkan badannya dengan anak semata wayangnya itu. "Besok Mama, Papa mau keluar kota, kita akan tinggal disana, jadi Yoyo besok nggak bisa main dulu sama Kekey."

"Mau kemana Tante? Kapan pulang? Tapi Kekey bisa kan main sama Yoyo lagi di taman ini?" tanya Kelly.

"Sayang, mungkin sementara waktu ini, Kekey nggak bisa main dulu sama Yoyo, nanti kalau Yoyo nya udah pulang pasti kesini lagi 'kok." Jelas mama Kelly, tak tega melihat anaknya yang sudah membendung air mata.

"Tapi, Ma. Yoyo mau main sama Kekey."

"Kalau sudah pulang ya, sayang."

"Ma ..." Rengek Kelly.

"Ma ... Mau ikut Yoyo ...."

"Nggak bisa sayang,"

"Yoyo ...."

"Kekey ...."

•••

Kelly tersentak saat terakhir dirinya bertemu Yoyo. Ternyata sudah pagi. Ia segera bergegas ke kamar mandi.

Namun saat membasuh wajahnya di wastafel, Kelly teringat lagi dengan masa-masa kecilnya. Ia rindu dengan Yoyo, cinta pertamanya. Ia juga rindu dengan mamanya, kakaknya, papanya.

"Ma, kenapa saat di dalam kandungan mama, saat Kelly di perlihatkan jahatnya dunia sama Tuhan, Kelly menjawab sanggup? Buktinya saat ini Kelly merasa tidak sanggup, Ma." Katanya sambil menatap kaca

"Yo... Kamu dimana, aku udah capek. Mama, papa, kakak, semuanya udah pergi ninggalin aku Yo, kamu nggak ada niatan kembali?" tanyanya dengan menatap wajahnya di cermin.

•••

BRUK!

Sebuah tas berwarna pastel dengan beberapa buku paket di dalamnya itu berhamburan keluar. Saat dilihat Kelly sedang merintih kesakitan karena tas yang berat dengan buku paket itu menimpa belakang kepalanya.

"Masih berani lo deketin Yoga?!"

Luna, ketua geng cewek yang beberapa hari lalu ia menyuruh temannya untuk membully Kelly.

"Aku nggak deketin dia, dia yang deketin aku," jawab Kelly dengan nada bergetar.

"Berani ngejawab lo sekarang sama gue!"

Kelly memejamkan matanya, kenapa disaat dirinya di rendahkan oleh orang lain, ia malah takut untuk membalas.

Padahal ini bukan salahnya. Cowok itu, cowok yang beberapa hari lalu membantu mengobati lukanya di UKS, cowok yang beberapa hari lalu ingin membantunya saat akan bunuh diri ke jurang dan cowok yang kemarin malam dengan santainya duduk di ruang tv dalam rumahnya, seperti raja, seenak sendiri ambil makanan, cowok itu yang membawa Kelly dalam pembukuan saat ini.

"Bener. Kelly nggak ngedeketin Yoga."

"Cowok nggak akan tiba-tiba deketin lo, kalau Lo nya nggak kegatelan!" amuk Luna.

"Bener, Kelly ng---"

"Diem atau gue bakal keluarin darah dari mulut Lo itu!"

"Udah ngebully-nya?! teriak suara lantang itu dari arah belakang Luna.

Dilihatnya cowok tinggi berkulit sawo matang itu sedang menghampiri dirinya dengan geng Luna, dengan mata yang tersulut emosi, Yoga berjalan menatap punggung Kelly yang sedang membelakanginya.

"Pergi lo sekarang dari hadapan gue atau gue sobek mulut ular lo itu!" gertak Yoga kepada geng cewek itu salah satunya adalah Luna.

"Yoga, kenapa sih kamu nggak pernah nyadar kalo aku itu sayang sama kamu," tutur Luna dengan nada manjanya.

"Gue?! Sampai kiamat pun nggak sudi gue suka sama cewek murah, centil, ganjen kayak lo!" jawab Yoga dengan ekspresi wajah jijiknya. "Lo tau, lo itu najis bagi gue yang suci!"

Yoga pergi menarik pergelangan tangan Kelly. Ia membawa Kelly tanpa tujuan, hanya ingin menjauh dari geng Luna.

Tidak peduli meskipun sang empu selalu berusaha menarik tangannya untuk lepas dari cengkalan tangan Yoga.

"Mau kemana?!" tanya Kelly dengan nada tinggi.

"Pergi." Jawab cowok itu. "Naik," lanjut Yoga.

"Kemana dulu? Mau bolos?"

"Naik atau mulut lo yang mau gue sobek!"

"Iya-iya."

•••

𝐘𝐨𝐮 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang