Bagian 15

46 14 0
                                    

"besok ada waktu senggang lagi?" tanya Yolan saat mereka berdua sudah berada di dalam perjalanan pulang.

"Siapa? Aku?" tanya Kelly pura-pura tidak tahu menahu.

Yolan tersenyum sambil mengusap puncak kepala Kelly, "tentu saja, Kekey."

Kelly tertawa lepas saat itu, saat nama kecilnya yang di berikan oleh sahabatnya kini di sebut lagi.

"Kenapa ketawa? Apa yang lucu?" tanya Yolan sambil fokus menyetir.

"Lucu saja, senang rasanya, seperti lega saja saat nama kecilku yang dibuat oleh sahabatku di sebut lagi," kata Kelly sambil menoleh ke arah Yolan. "Meskipun bukan kamu orangnya,"

Yolan mengusap puncak kepala Kelly lagi, "aku mengerti maksudmu," katanya dengan tersenyum.

•••

Setelah beberapa saat menyusuri jalan, kini Kelly dan Yolan sudah sampai di tujuannya. Rumah Kelly.

Saat turun dari dalam mobil, Kelly melihat ke arah rumah dengan pintu yang tertutup.

"Nggak mau mampir dulu?" tanya Kelly memberi tawaran kepada Yolan.

Yolan tersenyum singkat, "boleh. Waktu itu sudah bilang sama kamu jika lain waktu aku akan mampir." Kata Yolan.

"Jadi?"

"Jadi, aku akan mengantarkan mu sampai ke dalam rumahmu."

Kelly dan Yolan melangkah pelan menuju rumah Kelly, sedangkan Kelly sibuk dengan pikirannya. Lain dengan Yolan yang sedang meneliti setiap sudut depan rumah Kelly.

"Kamu tinggal di rumah sebesar ini sendiri?" tanya cowok berbadan tinggi, wangi dan rapih itu.

Kelly membalikkan badannya, sedikit menengadahkan kepalanya, "iya, memangnya kenapa?"

"Sendiri saja, tidak ada pembantu atau saudaramu?" tanya Yolan yang masih belum percaya.

Kelly menggelengkan kepalanya, "tidak, Yo. Aku sendiri disini, terakhir aku suka keramaian saat masih ada mama, papa dan kakakku, setelah itu aku lebih suka dengan sepi." Katanya dengan sekilas senyum.

"Yang sabar. Pasti cepat atau lambat kamu akan bertemu dengan sahabatmu," kata Yolan dengan mengusap puncak kepala Kelly.

"Aku buatin minum dulu?" tawar Kelly.

Yolan menggelengkan kepalanya sambil menelusuri ruangan rumah Kelly, "tidak usah, aku langsung pulang saja. Aku tau kamu pasti capek."

Kelly tersenyum, "oke, tidak apa-apa."

"Baiklah aku pulang dulu," pamit Yolan dengan meninggalkan bekas kecupan di kening Kelly.

"Maksudnya apa?" tanya Kelly kepada dirinya sendiri.

Sungguh ini membuatnya gugup, bagaimana besok saat bertemu lagi dengan Yolan? Apakah dirinya harus diam saja atau ...

"Hati-hati di jalan," kata Kelly.

Setelah setengah jam berlalu, Kelly pergi ke taman belakang rumahnya. Ia duduk di atas kursi yang terbuat dari kayu.

Sesekali ia memandang langit yang mulai gelap. Mendung, akan hujan. Akan ada apa?

Saat dirinya sedang menikmati semilir angin yang berdesis di telinganya, terdengar suara tepuk tangan dari arah belakangnya.

"Benar juga ya," Kelly berbalik, ia berdiri saat Yoga mengatakan kalimat itu. Tidak mengerti.

"Apa maksudmu?" tanya Kelly tidak mengerti apa yang di katakan Yoga.Terlihat wajah yang kusut seperti bangun tidur.

"Akhir-akhir ini, gue percaya lagi ketika seorang perempuan berkata 'tidak semua perempuan itu sama.' Tapi, setelah gue tau sendiri, setelah gue liat dengan mata kepala gue sendiri, gue jadi mikir seribu kali lagi. Kalau semua wanita itu sama, sama-sama munafik, sama-sama capernya dan sama-sama liciknya."

Semakin kesini Kelly semakin di buat pusing oleh ucapan-ucapan Yoga. "Kenapa, sih. Ada apa? Aku nggak ngerti maksud kamu." Ucap Kelly ia melangkah berniat untuk meninggalkan Yoga, takut dibuat gila lagi dengan orang yang sedang berbicara tidak jelas di depannya ini.

Namun, Yoga justru menahan Kelly untuk pergi. Kali ini cengkraman di pergelangan tangannya sangat kuat, Kelly sedikit kesakitan.

"Ada apa, Yoga ... Cerita dong nggak usah berbelit-belit, aku tambah nggak ngerti," ucapnya menatap Yoga yang sudah tersulut emosi.

"Bener kata Luna, kalau lo itu ular! Lo nggak ada bedanya sama jalang di luaran sana!" jelas Yoga dengan emosi.

Kelly yang merasa dirinya di rendahkan pun mulai emosi dengan semua ini, "gue bukan jalang, lo kalau cemburu bilang, lo kalau suka sama gue bilang, bukan gini caranya. Emang lo pikir dengan Lo ngehina gue, lo rendahkan gue, gue bakalan suka sama lo? Nggak! Nggak sama sekali, Yoga!" emosi Kelly kepada Yoga pun mencuat.

Hari itu hujan turun ke bumi saat Kelly sudah tidak tahan lagi membendung air matanya. Kenapa hanya hujan yang mengerti dengan apa yang ia rasakan saat ini?

"Puas udah ngehina gue? Puas lo, Yoga?!"

•••

𝐘𝐨𝐮 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang