Memilih Korban

8 3 0
                                    

Pagi-pagi sekali Abang mengajakku ke belakang rumah, dengan sebuah pisau yang ia lapisi dengan kertas koran. Seraya berjalan ia bergumam, "Hari ini kita akan makan enak sampai malam."

Suara takbir dari Surau masih terdengar ketika kami sampai di belakang rumah. Abang membuka lapisan kertas koran yang menyelimuti pisau, dan langsung memberikannya padaku. "Pilih saja mana yang jadi maumu."

Aku terdiam. Seumur hidup baru pertama kali aku akan melakukan hal ini. Di depanku ada dua korban yang harus dipilih, dan sungguh aku kebingungan. "Serius, Bang? Enggak berdosa, 'kan?"

Abang hanya diam tanpa suara, sementara aku makin kebingungan. Dua korban di hadapanku tampak gemuk, juga sudah tampak tak berdaya, dan mungkin akan sangat mudah dibunuh. Tapi, aku takut. Ini membunuh, loh. Mem. Bu. Nuh.

"Ayo, cepat. Sebelum pagi tiba." Abangku mulai menggerutu.

Aku menghela napas, dengan setengah hati kupilih korban di pojok kanan. Ketika pisau hendak mendarat di lehernya aku menggeleng, merasa ini bukan pilihan yang tepat.

Kukembalikan korban tersebut, dan mengambil korban yang lainnya. Sama seperti sebelumnya, aku kembali merasa ini bukan pilihan yang tepat. Terus begitu, hingga akhirnya aku berikan kembali pisau kepada Abang dengan kondisi masih bersih.

"Abang saja yang pilih." Aku berdiri, sedikit menjauh dari Abang yang tampak kesal.

"Kamu ini, tinggal pilih mau nyembelih ayam atau bebek aja susah sekali!" gerutunya disusul adzan subuh pertama di bulan Syawal. []

~~~

Tulisan kedua dari tema labil, karya Nasylaawa

Liburan ProduktifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang