Kejar-kejaran
"Diem... Stay di situ," bisik Haruto lagi.
Jeongwoo yang biasanya memerintah Haruto kali ini tidak bisa melakukan apapun selain diam di tempat dan bersembunyi dalam kegelapan. Sementara Haruto, dia mengendap-endap ke arah tangga. Dan Jeongwoo yakin sekali, ia mendengar langkah kaki manusia.
Jeongwoo diam di tempat. Ia coba pasang telinga baik-baik sambil mencoba mengetahui ada berapa orang yang naik. Satu...? Dua...?
Satu orang.
Serius, jantung Jeongwoo rasanya mau copot saking kencangnya organ itu berdegup. Rasanya seperti sedang dalam misi lagi. Seriusan, Jeongwoo yang gagah berani itu seharusnya membantu Haruto kan? Bukannya malah jongkok di sini? Tapi lagi-lagi Jeongwoo takut salah langkah. Ia takut nantinya malah menggagalkan rencana Haruto.
Makin dekat dan makin dekat, Jeongwoo makin deg-deg-an.
Sett...
Buk! Buk! Buk!
"Haruto?" bisiknya lagi.
Langkah kaki yang mendekat itu tergantikan dengan suara bedebum yang makin lama makin jauh. Haruto... Dia sedang apa?
"Jeongwoo lo gapapa?" Haruto menghampiri Jeongwoo panik.
"Gapapa."
"Ayo turun. Gue harus cabut pisau dari leher orang tadi itu dulu."
"Haruto! Lo gila?" Volume suaranya mengeras.
"Sssttt!"
"Siapapun dia gue minta maaf banget tapi kita ga boleh ketahuan." Haruto menarik mantel panjang Jeongwoo. "Ayo turun. Udah cukup penyelidikan hari ini."
"Lo sadar ga lo barusan melakukan percobaan pembunuhan? Lo ga takut?"
"Ga," jawab Haruto tegas.
Jeongwoo mengangguk. "Oke. Ayo turun."
Menurut Jeongwoo, kalau Haruto ga takut berarti dia bersedia tanggung jawab dengan apa yang dia perbuat kan. Jadi harusnya Jeongwoo juga ga usah takut. Dari situ juga Jeongwoo ngerasa bahwa Haruto ini bukan siswa 17 tahun biasa. Cara nusuk pisau yang tepat di urat nadi leher dan kehati-hatiannya itu udah masuk next level. Dia pasti sudah dilatih sedemikian rupa.
Oho. Ternyata bukan Jeongwoo saja yang punya rahasia.
Sekarang gantian Haruto yang memimpin. Sebentar ia berhenti untuk mengambil kembali pisau dari leher korbannya tadi. Ia juga mengarahkan senter ke wajah korbannya. Laki-laki usia 40 tahunan yang rambutnya sudah mulai ubanan. Darahnya berceceran kemana-mana begitu pisaunya dicabut. Entah siapa dia, Haruto dan Jeongwoo tak peduli.
"Haruto hati-hati."
Haruto mengangguk. Sekitar sepuluh menit berlalu akhirnya mereka sampai di bawah. Hawa dingin subuh-subuh menyapa mereka. Jeongwoo agak menggigil, begitu juga Haruto. Sebenarnya bukan cuma hawa dingin yang membuat mereka menggigil, tapi suara langkah kaki yang mendekat. Ada seseorang yang menunggu mereka di bawah.
"Jeongwoo lari!"
Tanpa menunggu perintah kedua Jeongwoo langsung lari secepat mungkin meninggalkan orang yang menunggu mereka di bawah. Jeongwoo sih yakin itu pasti temannya laki-laki yang naik ke atas.
"Haruto?" Jeongwoo menengok ke belakang. Haruto jauh tertinggal di sana. Jaraknya dengan laki-laki tadi tak begitu jauh.
Sebenarnya kecepatan lari Haruto itu sudah terhitung cepat di kalangan siswa-siswa sekolahnya. Kalau Jeongwoo, dia sudah seperti Usain Bolt, beda level. Masalahnya Haruto sekarang ini bukan dikejar sembarang orang. Orang ini sepertinya sudah biasa berlari sehingga bisa mengatur napasnya dengan baik agar tidak cepat lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu-Kupu Biru || hajeongwoo/jeongharu ✔
FanficHaruto yang bisa baca masa depan, Jeongwoo yang irit bicara, dan murid-murid yang selalu menghilang setiap tanggal 25. [End] disclaimer: -bxb -15+ -murni fiksi cuman buat hiburan aja -update setiap kamis