Tujuhbelas

1.9K 335 8
                                    

Kamp Pelatihan

Kereta berhenti lama sekali setelah mereka berangkat. Langit sudah gelap, padahal seingat Jeongwoo mereka berangkat masih pagi menjelang siang. Berarti sekarang mungkin sudah lebih dari jam 5. Kira-kira 5 jam lebih mereka di perjalanan. Pemandangan yang dilihat selama perjalanan ga jauh dari hutan dan terowongan, jadi sebenarnya mereka dikirim kemana?

Dari awal masuk kereta sudah jelas mereka ini sedang diculik. Tapi Jeongwoo ga ada niatan berontak. Lihat itu teman-temannya yang lain pada ditembakin tanpa ampun. Selain itu sebenarnya ada sedikit alasan lain yang berasal dari jiwa mata-matanya. Jeongwoo pengen tahu mereka kemana, ngapain, dan diapain karena sebagai mata-mata Jeongwoo perlu tahu hal ini supaya atasannya bisa bertindak lebih jauh.

Pintu dibuka dengan kasar oleh salah seorang penjaga di sana. Bukan kakak pemimpin yang tadi, orang lain dengan seragam cokelat dan sebuah pistol di sakunya. Usianya agak lebih tua dari kakak pemimpin yang tadi, kira-kira dua puluh tahunan.

"Semuanya baris ikut saya," katanya tegas. Wajahnya, bahkan dari atas sampe bawah serem bener. Kekar, garis rahangnya tajam, kayaknya bisa buat banting sepuluh orang di sini. Siapapun dia, kalo cari gara-gara sama orang ini pasti langsung otw surga.

Seketika itu juga murid-murid langsung berdiri. Ga ada yang protes, hawanya serem, takut. Penerangan kurang, semua cuma dari senter besar yang orang itu bawa-bawa.

"Baris satu-satu ke belakang. Pegangan pundak temennya. Jangan ada yang jatuh," perintahnya tegas. Kayak pelatih di militer.

Semuanya langsung nurut gitu aja. Takut, orangnya bawa pistol. Itu yang keliatannya aja, mungkin masih ada senjata lain yang ada di dalem bajunya.

Orang itu memimpin siswa dari gerbong satu (gerbong kelasnya Jeongwoo dan Haruto) keluar dari gerbong masuk ke dalam gedung. Bentuk gedung tak terlihat jelas karena langit sudah gelap. Tapi yang jelas gedung ini besar sekali. Dibangun dengan tembok tanpa cat yang retak sana-sini. Rerumputan liar tumbuh di sekitar pintu masuk. Cahaya sangat minim, hanya dari beberapa lentera yang digantung setiap 2 meter. Beneran kayak lagi uji nyali.

Suasana lengang, hanya ada suara sepatu bergesekan dengan lantai. Haruto menengok ke bawah, lantai kasar asal disemen, bukan dari keramik seperti di rumahnya. Huh, jadi mereka benar-benar diculik ya?

Rombongan mereka dipimpin masuk ke sebuah ruangan berpintu kayu. Ketika pintu dibuka, suasana ga jauh beda dari lorong ketika mereka masuk. Remang-remang, lantai hanya disemen dan tembok polos tanpa cat. Yah, untungnya masih ada perapian untuk menghangatkan badan.

"Semuanya diam di sini. Kalo kalian berani keluar dari sini, saya gak segan-segan menembak kalian." Setelah berkata begitu orang itu keluar dari ruangan. Pintu tak dikunci tapi dengan ancaman tadi itu siapa juga yang ga takut.

Hening lagi, kecuali suara langkah kaki samar-samar dari siswa lain yang diarahkan ke ruangan sebelah. Sekarang semuanya duduk dekat perapian. Udara dingin, duduk dekat sana memang enak, tapi Jeongwoo malah milih mojok deket jendela. Mau senderan katanya, sekalian liat keadaan luar juga. Haruto ngikut. Lagi-lagi ngikut.

Kini mereka duduk bersebelahan dekat jendela. Angin memang berhembus lebih kencang apalagi jendela ini tak berdaun. Angin langsung bebas masuk bikin semua orang dalam ruangan seketika menggigil.

"Lo ga kedinginan apa?" tanya Haruto pada Jeongwoo. Sekarang Haruto sendiri mengusap-usap lengannya sendiri. Kedinginan bro.

"Gue ga leluasa ngomong kalo deket situ. Nanti kedengeran orang lain," jawab Jeongwoo.

Haruto mengangguk. "Rencana lo apa emangnya?"

"Selain ikutin kegiatan di sini belum ada sih. Paling tidur habis ini."

Kupu-Kupu Biru  || hajeongwoo/jeongharu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang