Bab-13

97 5 0
                                    

"Zii.. lapar." Ucap Eza masih di posisi yang sama, 'sabaarrr' batin Zi.

"Mandi gih.." sahut Zi mencoba melepaskan pelukan Eza. Tapi malah hanya di balas gelengan kepala dari Eza yang justru semakin mempererat pelukannya.

Tarik nafas yang dalam lalu hembuskan .. itu yang saat ini Zi lakukan supaya amarahnya tidak meledak. Demi tuhan dia sedang memasak, tapi orang ini suka sekali bergelayutan kepadanya seperti monyet.

"Eza..!!" Panggil Zi tegas.

Eza yang masih asik menghirup aroma manis dari tubuh Zi pun tersentak kaget, ia tidak percaya Zi akan memanggilnya dengan nada seperti itu.

"Minggir." Lanjut Zi dingin.
Sebenarnya Zi tidak tega, tapi sesekali sepertinya memang Eza ini harus di tegasin.

"Zi.....?" Sahut Eza memelas.

Zi yang sudah bertekad untuk lebih tegas, dengan hati kukuh tidak akan terpengaruh lagi,

"Minggir Eza..!!"

Dengan lemas akhirnya Eza melepaskannya juga

Eza berbalik badan dengan lesu, lebih baik dia mandi saja lah.

Tanpa perduli, Zi melanjutkan acara memasaknya. Setelah semua masakannya sudah terhidang di meja makan, Zi menuju kamar dengan maksud memanggil Eza untuk makan bersama.

"Eza....!" Zi mencari keberadaan Eza, kenapa tidak terlihat batang hidungnya?

Sampai di balkon Zi melihat Eza seperti tengah menikmati pemandangan.

"Za ...." Panggil Zi lembut.

Yang di panggil tidak menyahut, bahkan menoleh pun tidak, hemm.. pasti ngambek lagi.

Dengan perlahan Zi berjalan ke arah Eza, dan memeluknya dari belakang.
Menghirup wangi segar dari tubuh Eza, 'wangi sabun'.

Zi yang tadinya ingin mengintrogasi soal semalam jadi tidak tega, ahh.. memang hati Zi selembut itu.

"Ayo makan bersama." Ucap Zi masih di posisi yang sama.

"Hem...." Jawab Eza singkat.

Eza berbalik menatap wajah calon istrinya dengan seksama, wajah ini.. wajah yang selalu dia impikan di setiap tidurnya, yang selalu di bayangkan di setiap doanya. Sekarang dia berada di sisinya dan tidak akan pernah Eza lepaskan.

"Ziii..." Panggil Eza tanpa mengalihkan pandangannya.

"Ya..?"

"Rasanya sekarang aku lebih ingin memakan mu."

Zi yang mendengar itu, sontak mendorong Eza dan berbalik menuju ruang makan terlebih dahulu.

"Dasar mesum." Ucap Zi meninggalkan Eza di belakang.

Eza malah tertawa renyah mendapat omelan dari wanitanya, Sungguh menggemaskan.

**

Kali ini mereka berjalan di salah satu pesisir pantai yang terkenal di bali.. dengan bergandengan tangan, mereka benar-benar menikmati waktu kebersamaan.

"Sayaang... Kalau nikah nanti kamu ingin pesta yang seperti apa,?" Tanya Eza penasaran. Tentu dia akan membuat pesta pernikahan sesuai yang di harapkan calon istrinya.

"Yang sederhana saja, tidak usah terlalu mewah.. cukup mengundang beberapa teman dan kerabat dekat."

"Kamu yakin.?" Tanya Eza memastikan.

"Tentu saja." Jawab Zi pasti.

"Tapi kenapa,? kenapa kamu tidak mau pesta pernikahan yang megah, itu kan impian banyak wanita, Zi."

"Yah... Memang, namun aku tidak termasuk dari banyaknya wanita itu."

Eza mengangguk tanda mengerti, ada bagusnya juga sih, dengan begitu pesta akan cepat selesai dan dia bisa melangsungkan ritual selanjutnya. Eza menyeringai setuju dengan pikirannya sendiri.

Setelah cukup berjalan-jalan, mereka memutuskan kembali ke villa, membersihkan diri dan bersantai di sofa menonton tv berdua, dengan posisi Eza yang duduk di pinggiran sofa dan Zi yang tiduran dengan berbantalkan paha Eza,
Tentu saja Eza tidak keberatan.. dengan senang hati dia menerima perlakuan manja, dari pujaan hatinya itu.

Dengan fokus mereka menonton salah satu film dengan genre fiksi, horor yang saat itu sedang populer.

Belum selesai film yang mereka tonton.. tiba-tiba listrik padam, Zi yang memang takut dengan gelap dengan reflek mencengkeram paha Eza kuat-kuat.

"Ahh.. Zi," Eza berteriak kesakitan mendapat cengkraman maut dari Zi.

Dengan menahan sakit, perlahan Eza memegang tangan Zi guna menenangkan, setelah di rasa Zi sudah tenang, Eza melepaskan cengkraman tangan Zi ,dan membawanya kepelukan..

"Tidak apa-apa sayang.. ada aku." Ucap Eza lembut.

Dengan meraba-raba meja, Eza mencari ponsel, setelah dapat dia menyalakan senter di ponsel tersebut,

Eza berniat pergi ke dapur untuk mengambil gelas, namun Zi menahannya sambil menggelengkan kepala, Zi tidak mau di tinggal sendiri.

Alhasil mereka pergi bersama. Setelah dapat apa yang dia cari, Eza kembali dan menaruh gelas itu di atas cahaya senter.

Ruangan kini jadi tidak begitu gelap, Zi sudah tidak takut lagi.

"Za.... Apa yang punya villa ini lupa bayar listrik ya,?" Tanya Zi ngawur.

Eza tertawa mendengar pertanyaan konyol dari Zi. Gemasnya.. kok rasanya pengen nggigit aja, eh.

"Tidak usah berfikir macam-macam, sudah malam, lebih baik kita tidur."

Mereka berjalan menuju ranjang masing-masing. Berbaring bersama di kamar yang sama dengan ranjang berbeda, hah.... Eza rasanya ingin sekali menyingkirkan ranjang satunya.

"Zii.... Sudah tidur?" Tanya Eza yang kini tengah tiduran miring menghadap Zi.

"Hemm... Tidurlah Za." Sahut Zi dengan mata terpejam.

Dengan keberanian yang entah dia dapat dari mana, Eza berjalan mendekat kearah ranjang Zi, dengan pelan dia membelai rambut Zi yang terurai.

Zi tersentak saat merasakan ada tangan nakal yang berada di atas kepalanya, saat itu juga Zi membuka mata, menatap orang yang kini juga sedang menatapnya dalam.

Sesaat Zi terpaku dengan kedua bola mata yang memancarkan begitu banyak cinta itu. Namun dengan cepat Zi mengerjab menyadarkan diri, dan seketika memasang alarm tanda bahaya saat melihat posisinya kini sungguh mengkhawatirkan. Zi takut jantungnya nggak kuat.

"Eza... Ngapain.?" Mencoba tenang, Zi bertanya.

Tanpa berkata apa-apa Eza mengatur posisi tidur di sebelah Zi . Merengkuh pujaan hatinya lalu memejamkan mata.

Zi yang mendapat perlakuan itu secara tidak terduga terkejut bukan main, namun Zi tidak bergeming. Entahlah, rasanya badan itu susah sekali menolak sentuhan Eza, dasar hati dan tubuh tidak bisa sinkron.

"Za....?" Panggil Zi menepuk-nepuk pundak Eza.

Dan yang di panggil diam tak menjawab, entah sudah tidur atau pura-pura tidur, Zi tidak tau.

Zi kesulitan bergerak, alhasil dia tidak bisa tidur dengan nyaman, sedangkan Eza, dari hembusan nafasnya yang teratur, sepertinya dia sudah terlelap.

Dengan sedikit kesulitan dia berhasil merubah posisi tidur membelakangi Eza, masih dengan Eza yang kini memeluknya dari belakang,
Sungguh Zi heran, walaupun Eza tertidur pulas tapi rengkuhannya tidak mengendor sedikitpun.

Dengan posisi itu, Zi sudah merasa lebih nyaman, dan memutuskan untuk memejamkan mata,

Zi pasrah saja, toh semalam juga tidak terjadi apa-apa.. seharusnya kini pun tidak akan terjadi apa-apa kan?
.
.
.
.
See you next chapt..☺️

chased by loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang