Bab-16

78 3 0
                                    

"Sendiri aja Zi,?" Tanya laki-laki itu basa basi.

"Hemm..."
Tadinya Zi berniat putar arah setelah melihat di depan sana ada mantan kampretnya sedang melambaikan tangan padanya.. tapi di urungkan, memang siapa dia harus repot-repot menghindar, tengsin dong.. Zi anggap saja lah angin lalu.

Alhasil Zi melanjutkan lari tanpa perduli laki-laki itu mengikutinya.
Sungguh sial sekali Zi hari ini, niat hati ingin menjernihkan pikiran, malah ketemu mantan disini.

"Sombong amat sih Zi sekarang."

Jangan terpancing Zii... Sabaar-sabar, batin Zi bergejolak.

Zi benar-benar gedeg sama ini orang, mengingat dulu dia hampir di lecehkan, Zi berharap tidak pernah lagi bertatap muka dengan orang ini, tapi dengan pedenya dia menyapa Zi seperti tidak pernah terjadi apa-apa, sepertinya memang urat malunya sudah putus. Zi risih, Zi tidak suka.

Zi mencoba tidak perduli dengan terus berlari semakin kencang menatap lurus ke depan.. sampai di rasa sudah jauh dan capek juga, Zi menoleh ke belakang, sudah tidak ada orang itu lagi.

Zi bernafas lega, sebaiknya Zi pulang saja.. sudah tidak mood lagi.

Sedangkan Raka, kini nasibnya sungguh memprihatinkan, sesaat yang lalu saat dia terus mengikuti Zi di belakang, tiba-tiba ada dua orang pria yang memegang kedua tangannya, menariknya ke suatu tempat dan memberi pelajaran terhadapnya, tanpa Raka tau apa sebab dari semua itu, yang dia tau dari dua orang menyeramkan ini hanya ,bahwa Zi sudah memiliki suami, dan dua orang ini adalah suruhan suami Zi . Sepertinya suami Zi bukan orang sembarangan, lebih baik dia menjauh, pikirnya yang tengah merenungi nasib.

***

Hari ini Zi bermaksud menyerahkan surat pengunduran dirinya dan berdamai dengan Eza.. mendengar semua penjelasan Eza , dan mempercayai Eza. Dengan hati riang Zi memasuki kantor membawa bekal yang rencananya akan ia makan bersama Eza.

"Loh Zi.. sudah sembuh?" Tanya Pak Aris, sekretaris Eza. Zi yang di tanya begitu ,sedikit bingung.

"A,ah, sudah pak.. kalau gitu saya masuk dulu ya pak, permisi" ucap Zi dengan senyum.

"E,eh.. Zi..." Tanpa mendengar perkataan dari Pak Aris, Zi segera menuju ruangan Eza. Sedangkan Pak Aris yang di tinggal begitu saja hanya menghela nafas panjang.

Sampai di depan ruangan Eza . Zi menarik nafas dalam, guna menenangkan degupan Jantungnya yang sudah seperti habis lari maraton.

Tanpa mengetok pintu, Zi masuk dengan senyum yang mengembang, namun saat masuk, hal yang di lihatnya membuat senyumannya seketika luntur.

Di sana di dalam ruangan Eza.. terdapat dua sosok yang sedang berciuman mesra, setidaknya itu yang Zi lihat,, seketika matanya memanas.. bekal yang tadi tersusun rapi tidak sengaja jatuh berserakan. Dan akibat suara itu ,menyadarkan mereka yang masih terhanyut pada dunia mereka sendiri.

Eza mendengar sesuatu terjatuh, menoleh ke sumber suara, matanya melotot, saat yang ia lihat adalah  Zi yang sudah ada di dekat pintu, menyaksikan perbuatannya?

"M,maaf.. s,saya mengganggu.! Seru Zi lalu meninggalkan dua orang yang baru saja telah berhasil membuatnya hancur.

" Tidak Zi.... no...!!" Eza yang melihat Zi berlari keluar seketika kalang kabut mengejarnya.

Sedangkan wanita yang tadi berciuman dengan Eza hanya menatap nanar kepergian Eza.

Sekuat hati Zi menahan tangisnya, namun gagal, air mata itu akhirnya luruh juga tidak dapat ia bendung, orang-orang kantor yang melihat Zi keluar berderai air mata pun bertanya-tanya apa yang terjadi. Begitu juga Pak Aris , yang sedikit tau penyebabnya, hanya bisa menatap iba.

Di susul Eza dengan keadaan yang sudah kusut, semakin membuat orang kantor heboh.

Eza berkali-kali memanggil Zi.. namun Zi tidak mengindahkan.. dia belum siap bicara dengan Eza, dia tidak siap bertatapan dengan Eza, Zi tidak siap.

Tapi apalah daya kakinya yang pendek dan sepatu hak yang ia kenakan,membuatnya sulit berlari lebih kencang lagi, hingga akhirnya Eza berhasil mengehentikan Zi dengan menahan salah satu pergelangan tangannya.

"Zi .. aku tau kamu akan sulit percaya, tapi aku mohon, dengarkan penjelasan ku." Ucap Eza memohon.

Zi menarik nafas dan membuangnya dengan mulut, menghapus jejak air mata, lalu menatap laki-laki yang baru saja mengkhianatinya dan Menyerahkan amplop yang berisi surat pengunduran dirinya.

Eza yang di sodori sebuah amplop, mengernyit bingung.

"Ini surat pengunduran diri saya, mulai hari ini saya resmi keluar dari kantor." Ucap Zi tegas

"Zii... Please." Sahut Eza memelas.

Dengan cepat Zi melepaskan genggaman Eza di pergelangan tangannya dan melepas cincin pertunangannya, lalu menyerahkannya juga.

"Dan.... hubungan kita, berakhir disini." Ucap Zi lirih, hampir tidak mampu mengucapkan.

Air mata Eza menetes tak dapat dia tahan, Eza seperti terbungkam tidak bisa berkata apa-apa di hadapan Zi.. pikiran Eza entah kenapa menjadi buntu saat itu.

Zi yang tidak mendapat respon apa-apa dari Eza, memutuskan untuk pergi dari tempat itu, dengan air mata yang semakin deras, Zi mencoba ikhlas.

Eza masih tak bergeming.. bahunya berguncang hebat, tangisnya semakin pecah.. dia benar-benar merasa hancur.. hancur karena telah gagal menjaga kepercayaan Zi ,seperti yang telah ia janjikan dulu.

Sekretaris Eza menyusul di belakang... Melihat bosnya yang seperti sudah tidak berdaya, akhirnya memutuskan untuk menolongnya, memapahnya ke dalam mobil dan mengantarkan pulang ke apartemennya.. Karena tidak mungkin ia membawa bosnya ini kembali ke kantor atau ke rumah dengan keadaan kacau seperti ini.

**

Zi yang baru saja sampai rumah terlihat sempoyongan.. sang mama yang saat itu di rumah sendiri, terkejut melihat anaknya yang sudah seperti tak bernyawa, tanpa aba-aba.. Zi memeluk mamanya dengan erat mencurahkan rasa sakitnya dengan tangis yang semakin menjadi.

Sang mama yang tidak tau apa-apa pun ikut menangis, mendengar tangisan pedih yang tengah di rasakan anak gadisnya.. dengan lembut ia mengusap punggung Zi sayang.

Setelah lama Zi menangis di pelukan mamanya.. akhirnya Zi bisa tenang juga, kini ia duduk di sofa depan tv meminum susu coklat hangat yang sudah mama siapkan. Sang mama melihat anaknya yang kacau seperti ini, hatinya teriris, namun juga tidak berani bertanya, biarlah Zi nanti yang bercerita sendiri.

.

Dilain tempat dengan baju yang sama, Eza mengurung diri di kamar, tidak tau apa yang harus dia lakukan untuk membuat Zi kembali percaya padanya... Lama Eza meringkuk seperti orang kehilangan arah, namun sesaat dia ingat penyebab dari semua kekacauan ini.

"Wanita itu." Geram Eza marah, matanya yang tajam memancarkan kebencian.. dengan kuat, tangannya mengepal.. siap memukul apapun yang ada di hadapannya.

.

see you next chapt..🥰

chased by loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang