bab_02

375 15 0
                                    

"Maa...!! Zi punya kabar baik. Zi di terima kerja ma. Zi seneeng banget, akhirnya Zi dapat kerja." Sambil memeluk mamanya Zi menguapkan rasa senangnya. Bagaimana nggak senang, tetangganya yang julid sering kali ngompor"in mamanya ini di bilang sudah tua gak nikah", nganggur lagi seneng banget jadi beban keluarga. Sekarang nggak akan ada kata" beban keluarga lagi dari congor tetangga, haha.

"Nikahnya kapan.? Itu tetangga sebelah, seumuran kamu sudah pada punya anak Zi. kamu boro" anak, nikah aja calonnya belum nongol batang idungnya".

Buset dah ini mak satu, gitu amat sama anaknya sendiri.. di semangatin kek. Seketika rasa bahagia yang baru saja Zi rasakan lenyap tak tersisa.

"Aduh maa.. kemarin suruh kerja, giliran dapat kerja di suruh nikah.. emang gampang gitu cari calon."
Sembari duduk di sofa ruang tamu Zi berniat santai seharian mengingat besok sudah mulai menyibukkan diri dengan pekerjaan, jadi asisten CEO pasti banyak kerjaan kan?

"Calon itu banyak Zi. Kamunya aja yang pilih". Hati" loh Zi. Nanti kalau kamu yang terpilih , kapok kamu." Bagaimana nggak ngedumel mamanya ini . Umur sudah 27 tahun, tapi pacar aja nggak ada.

"Astagfirulloh ma, doanya itu loh... Udah ah, Zi mau kekamar aja, bay ma.." Zi kabur ke kamar sebelum mamanya bicara lebih banyak lagi. bukan apa", hanya saja Zi sedih tau, setiap saat nggak tetangga nggak keluarga, semua ngomongin nikah, nikah, dan nikah. Bukan nggak mau. Jelas Zi juga iri sama teman" seumurannya yang sudah nikah semua. Tapi ya mau bagaimana lagi, namanya juga belum ada jodoh.



Hari pertama kerja. Zi Sedikit gugup, tentu saja karena baru kali ini Zi kerja jadi asisten CEO. Kerja langsung dekat dengan pemimpin perusahaan. Di tempat kerjanya dulu, boro" dekat. Bisa papasan di jalan saja sudah luar biasa.

Dengan langkah yang tegap, Zi menuju ruangannya. Untung tidak satu ruangan sama pak Reza. Walau hanya terbatas dengan kaca transparan tp setidaknya dia bisa bernafas dengan leluasa.

"Zayna....!"

"Buset. baru aja duduk sudah di panggil aja. Hah.. semangat Zi ."

Dengan pelan Zi mengetok pintu ruangan bosnya.
" Ada yang bisa saya bantu pak.?"

"Apa sekretaris saya sudah menjelaskan apa saja yang akan kamu kerjakan selama jadi asisten saya.?"

"Siap.. Sudah pak."

"Baik kalau gitu bikinkan saya kopi!"

"Baik pak. Kalau begitu saya permisi".
Baru saja Zi akan melangkahkan kakinya. Intruksi dari bosnya membuatnya mengurungkan niatnya.

" Mulai besok sebelum saya datang. Kopi sudah harus siap di meja."

"Baik pak". Dengan senyum di manis" kan, Zi menjawab. Sebenarnya senyumnya itu hanya untuk menutupi rasa kesalnya saja. Setelah itu Zi benar" keluar ruangan membuatkan kopi. Tanpa dia tau bahwa bosnya sudah mematung mendapat senyum palsunya itu.

Terlalu fokus dengan pekerjaan. Tidak terasa sudah tiba waktunya makan siang . Karena Zi orang baru dan belum ada teman. Mau tidak mau Zi makan sendiri. Untung Zi bawa bekal. Jadi tidak perlu pusing cari kantinnya di mana.

Zi berkutat dengan makan siangnya hingga tidak sadar ada yang memperhatikannya dari balik ruangan.

"Ehem ... " Suara bariton itu membuat aktifitas makan Zi terhenti. Zi melihat kesumber suara itu berasal. Dan kagetnya saat yang ia lihat tak lain adalah bosnya. Lagi pula untuk apa bosnya ini disini.? Kenapa pula tidak makan siang. Jangan-jangan".?

"Kau makan siang tanpa peduli bosmu kelaparan.? Asisten macam apa kamu ini.?!" Tuhkan bener.

Dengan gelagapan. Zi berdiri.. "maafkan saya pak. Tolong di maklumi, saya belum ada pengalaman menjadi asisten.. kalo boleh tau, bapak mau makan apa.?"

Melirik bekal di meja Zi.. " apa yang sedang kau makan itu.?"

Zi mengikuti pandangan bos di depannya itu. "ah... ini nasi sama rendang ayam pak. Kalo bapak mau akan saya pesankan.?"

"Saya mau itu." Sambil nunjuk bekal sisa makan Zi.

"Tapi saya cuma bawa 1 bekal pak.. dan itu sudah saya makan sebagian." Ini si bos kenapa ngadi" deh ah.

"Kenapa kamu cuma bawa satu.?" Mukanya yang jarang senyum semakin seram saja saat marajuk.
Eh.. tapi kenapa si bos merajuk.?

"Ya..? Ehem. Maaf pak, Karena saya tidak tau kalau bapak tertarik dengan bekal saya."

"Sudahlah.. Kamu terlalu banyak alasan zayna." Entah kenapa terdengar seperti rengekan di telinga Zi.
Eh.. bos merengek,.?? Sepertinya telinga Zi memang perlu di periksa.

"Saya benar" minta maaf pak..barangkali ada yang ingin bapak makan akan saya carikan.?!" Ucap Zi membujuk bosnya ini supaya tidak marah lagi. Entah kenapa Zi merasa saat ini bosnya seperti anak kecil yang tidak di belikan permen. Baru sehari loh ini kerja, begini amat modelan bosnya. Menang ganteng doang tapi.... Ah yasudahlah.

Setelah beberapa kali berdebat soal makanan akhirnya Zi pergi juga cari makan untuk bosnya.

Rutinitas baru di kantor sehari" berlanjut dengan Zi membawakan bekal buatanya untuk si bos. Sebagai gantinya Zi bebas pilih makanan apa saja, tentu saja bosnya yang bayar. Alangkah senangnya Zi bisa makan enak gratis. Tanpa Zi tau juga ternyata Bosnya lebih senang bisa makan masakan Zi setiap hari . Itung" membiasakan diri nanti kalo sudah serumah kan setiap hari juga dia yang masakin... Eh.!" Membayangkan itu Eza semakin berbunga". Dengan percaya diri Eza yakin Zi tidak akan bisa menolak pesonanya. Siapa yang bisa menolaknya,? Sudah tampan, pintar, kaya.. kurang apa lagi coba.? Tuh kan senyum" sendiri jadinya.

Tiga bulan berlalu. Di kantor kedatangan karyawan baru pindahan dari kantor pusat. Yah.. benar kantor pusat yang mendirikan ayah Eza. sedangkan dia memilih mengembangkan di kantor cabang. Tapi jangan salah... Biarpun cabang dari perusahan ayahnya. Eza sendiri lah yang mengembangkan kantor cabang dari nol hingga sekarang sudah hampir sama besarnya dengan kantor pusat.

"Ah.. maaf saya nggak sengaja" ucap Zi menabrak seseorang. Setelah melihat siapa yang di tabrak. Alangkah terkejutnya dia.

"Fano..??"

See you next chapt 😘

chased by loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang