Aku membawa Masseratiku kembali melintasi aspal jalanan Marwolaeth, Cam duduk disebelahku, dan berhubung Maserrati hanya berpenumpang dua, secara sukarela Raymond duduk diatap.
" Aku terkejut dengan kendaraanmu, dan caramu mengendarai mobil... kau kan tidak pernah belajar Karl..."
Aku menoleh sesaat kearah Cam, kemudian tersenyum
" iya... aku rasa aku cukup beruntung, check this out..." ujarku sambil menyalakan CD player dan Charlie Brown mengalun.
Aku memandang Cam, ia tertawa sambil bernyanyi. Aku ikut bernyanyi dengan suara parauku, Cam terus mengeluh kalau suaraku jelek dan aku merusak lagunya serasa suaranya juga enak untuk didengar. Untuk sesaat aku menikmatinya, dan entahlah semuanya terasa sedikit membaik. Aku ingat masa-masa aku dan Cam di Alburgue, ketika aku dan dia membicarakan Coldplay.
Kadang Cam hanya berkomentar seadanya, tapi terkadang dia juga ikut fangirling. Aku masih ingat Mylo Xyloto yang ia berikan padaku ketika aku berulang tahun yang ke-14. Terkadang kami bernyanyi bersama, dan sesaat aku merasakan seperti semua itu kembali.
"Lucky as fuck... entah kapan kita bisa nonton konsernya..." ujarnya
" i-iya..."
Senyumku memudar, dan entah kenapa semuanya seakan kembali pada kenyataan kalau yang dulu angan-angan untuk nonton hanya terhalangi oleh penantian kapan mereka berkunjung, masalah waktu, masalah uang, atau mungkin masalah izin dari orang tua.
Tapi sekarang, permasalahannya... dunia sudah diujung tombaknya, dan entah apakah semua itu bisa kembali lagi.
" kita mau kemana ya?" tanya Cam memecah lamunanku
Aku mengerem Masserati ini mendadak, seakan ingat kalau aku juga tidak tahu harus kemana.
Aku dan Cam terdiam, aku tidak tahu mau kemana tapi tiba-tiba saja aku memikirkan tempat ini. Aku menimbang kalau aku tidak ingin mengambil keputusan sendiri, aku mengusap batuku dan seketika aku melihat Alburgue.
" Cam..." ujarku sambil menatapnya
" ke Alburgue yuk..."
Cam mengangkat kepalanya yang sedari tadi bersandar pada jok mobil. Tadi aku sempat mampir ke supermarket dan mencuri sebongkah es yang belum mencair untuk mengkompres kepalanya dan beberapa obat sakit kepala.
" uhm... apa yang mendesakmu kesana?" tanyanya
Aku menatap jalanan di depanku
" ada yang mendorong aku kesana,dan batu ini juga bilang kesana..." ujarku sambil mengusap batu yang mengantung di leherku
Cam hanya menautkan alisnya kemudian menatap batu yang ada di leherku
" uhm... ya gak apa-apa sih... yasudah..."
Aku kembali menancap gas ku, berjalan menuju Alburgue. Tiba-tiba saja, semuanya terasa melambat, dan entah kenapa Marwolaeth seakan berubah dalam pandangan mataku, entah apa yang ada di pikiranku, tapi... semuanya mendadak terlihat... normal
Matahari bersinar terang diatas langit Marwolaeth, orang-orang berlalu-lalang dengan kesibukan mereka, Anak-anak bermain orang-orangan salju. Taman dan pepohonan menghijaukan kota ini walau dibalut salju sekalipun. Semuanya terlihat normal, tidak ada Zombie, tidak ada kerusakan.
" Karl???"
"iya?" ujarku tanpa menoleh
" kita sudah sampai,... mau disini aja? Atau turun?"
Aku menoleh kearah Cam, menutup mataku sesaat, kemudian aku baru sadar kalau sedari tadi aku berhalusinasi.
" you alright?" tanya Cam
Aku mengangguk
"gak apa-apa kok"
Cam menautkan alisnya
" Uhm... soalnya dari tadi kamu senyum-senyum sendiri..."
"uh iya-iya sekarang jam berapa ya?"
"jam 4 sore..."
"kayaknya tadi kita dari Bekenley itu..."
"jam 2..."
Aku terdiam, menyadari waktu berlalu begitu cepat. Aku pun sebenarnya tidak merasa mengendarai mobil sedari tadi.
" jadi? Turun?" tanya Cam
"udah sampai ya?"
"eh... iya udah sampai..."
Aku menarik nafas sambil melepas safety belt dan keluar
Aku dan Cam turun dari Mobil, memarkirkan Masserati hitam mewah temuanku tepat didepan air mancur selamat datang di Alburgue. Alburgue terlihat mengerikan, belum apa-apa lumut merajai dinding gedung, kaca-kaca asrama pecah, Zombie-Zombie bergelimpangan tapi sejauh ini tidak ada satupun dari mereka yang bangkit.
" Gak masuk Karl?" tanya Cam
Aku menggeleng pelan
" Pasti ada banya Zombie didalam, gak ah, kita cari aman saja..."
"jadi????"
Cam memandangku, kemudian aku menoleh ke balik taman Alburgue, ada danau besar didekat jogging track Alburgue, tempat itu biasanya dipakai untuk memancing, atau beberapa murid untuk pacaran. Aku selalu berfikir ingin Camping disana, dan tiba-tiba saja ide itu melesat.
Aku ambil resiko kalau seandainya Zombie mengepung kami, kemudian aku sadar kalau aku tidak punya tenda, jadi mungkin aku memutuskan untuk mengambilnya di asrama.
" Aku mau camping di Lake..." gumamku
Cam menarik daguku, memandangku dan menampar pipiku pelan
"aw..."
" use your brain!!! Did they take it from you?"
Aku menggeleng, masih bersikeras kalau aku harus Camping. Aku menoleh keatas Masserati ku... bukan punyaku juga sih, tapi terserah.
Diatas atap, Raymond tengah menikmati tumpangannya sambil mengenakan kaca mata hitam yang entah dari mana ia dapat.
" Ray..." ujarku
Raymond menoleh sambil menyampirkan kaca mata hitamnya
"ya?"
"kau bisa bawa aku naik keatas asramaku? Aku mau ambil tenda"
"buat apa?"
"camping..."
Raymond terdiam, ia melompat dari atas atap kemudian berdiri di depanku dan Cam. Ia melepas jubahnya, kemudian ia menarik permukaannya perlahan, dan semakin lama jubah tersebut semakin melebar hingga mungkin aku sanggup membuat tenda.
Raymond melipat jubahnya, dan memberikannya padaku. Menyisakan dirinya dengan kemeja putih bergaya kuno.
" Thaks Ray... I appreciate it, ada danau di dekat sini, mungkin kita bisa camping disana..." ujarku kembali masuk kedalam mobil.
Cam ikut masuk bersamaku, sedangkan Raymond memilih untuk terbang. Pertama kali Cam melihat Raymond, ia begitu terkejut karena setahunya bangsa Vampire sudah musnah, tapi kedatangan Raymond membuatnya percaya kalau mereka masih ada, belum lagi ceritaku yang mengatakan kalau aku bertemu keluarganya.
Tidak lama, aku memarkirkan mobilku di taman, aku baru ingat beberapa hari lalu aku baru saja datang kesini ketika Harry menungguku. Stand Crepes masih berdiri tegak disana, tapi semuanya terasa berbeda karena taman ini tidak seramai kemarin, sepi... seperti taman berhantu.
Aku turun, dan langsung berlari sambil berguling diatas rerumputan di dekat danau tanpa satupun Zombie. Aku menoleh pada Raymond dan Cam yang terlihat kebingungan.
" hey! Sini...." Seruku
Cam dan Ray mendekat, aku membuka lipatan jubah Raymond dan mereka berdua membantuku memasang tenda anti Zombie, dan yang menyenangkan, tenda itu sangat besar.
" kalian tidur saja di dalam, aku bergantungan di pohon..." ujar Raymond
Sisa sore itu aku habiskan dengan mengumpulkan ranting pohon yang kemudian dengan bantuan Ray berhasil mengeluarkan api, dan menciptakan api unggun ala perkemahan.
Raymond menangkap ikan, dan sesekali mengajarkan Cam cara menggunakan kekuatannya, seperti melayang diatas air, bernafas didalam air, maupun menjetikkan jemarinya dan menghasilkan api. Dan aku baru tahu kalau Vampire itu tidak terpengaruhi Zombie dan secara mengejutkan... itu juga berlaku pada Cam.
Curang...
Aku cukup menikmati semua ini, atau tepatnya aku cukup menikmati hari ini walau tidak semuanya terasa manis, tapi entah kenapa... aku merasa senang. Tapi bukan berarti sedari tadi tidak ada satu Zombie pun yang datang.
Terkadang ada beberapa yang muncul antara satu, dua maupun tiga. Tapi aku tidak begitu mempedulikan mereka karena Ray menjadikan mereka makan malamnya sedangkan aku dan Cam melihat matahari terbenam dan menyaksikan langit yang mulai menggelap.
Matahari yang terbenam mendadak mengingatkanku pada Harry. Beberapa hari yang lalu di Tent Veradeningren Harry mengajakku ke api unggun saat kami berdua bersama-sama menyaksikan matahari terbenam. Kemudian esoknya di moment yang sama, dia mengutarakan perasaannya walau saat itu belum begitu jelas bagiku dan aku masih meragukannya.
Aku dan Cam hanya diam, Cam menatap langit yang menggelap dengan mata yang berkaca-kaca. Perlahan, mata coklatnya berubah menjadi merah... tidak begitu merah tapi samar-samar, terlihat seperti mata yang iritasi.
" Aku ingat terakhir kali aku menyaksikan matahari terbenam, aku duduk diatas pohon di dekat danau di hutan pinus selatan dengan Lewinsky..." ujarnya sambil tersenyum menoleh kearahku
" mungkin matahari terbenam memang mengingatkan kita akan banyak hal..."
Kami berdua saling bertukar pandang dalam keheningan. Cam menolehkan wajahnya menatap lurus danau yang memantulkan cahaya bulan.
" Bagaimana dengan kau dan Harry?" tanyanya
Aku menoleh memandangnya, mulutku menganga tapi aku tidak bisa berbicara. Cam menautkan alisnya, menungguku.
" 30 KM sebelum Marwolaeth, aku dan yang lain jatuh ke hutan di dekat tol. Ketika itu aku dan Harry berlari memencar dari yang lain. Sampai kami berdua terkepung, dan..."
Aku menghentikan kalimatku, semua adegan itu kembali muncul bagai film dikepalaku
"dan...?"
" Harry memintaku pergi, tapi aku tidak mau jadi..."
"jadi?" tanya Cam sambil mendekatkan wajahnya kearahku
" he kissed me..." bisikku sambil terkekeh
Cam tertawa, kemudian aku mulai bercerita mengenai bagaimana aku tergelincir masuk ke lubang, menemukan Raymond dan bagaimana aku bertemukeluarganya, menceritakan tentang batu pemberian Raymond, kepala Jack, dan perkelahian aku dan dia yang ia tidak sadari.
Cam terkadang terlihat serius dengan ceritaku, terkadang ia tertawa, apalagi mendengar tentang apa yang terjadi diantara kami tadi siang. Sepertinya sulit baginya untuk percaya, kemudian ia berlagak kalau ialah yang melakukan semua pukulan-pukulan itu dengan baik.
Kemudian ia bercerita, tentang Lewinsky yang tiba-tiba saja muncul, ketika mereka ditawan. Ia menceritakan tentang Owen dan hal itu cukup membuatku terkejut. Belum lagi cerita Lewinsky yang menyaksikan mereka berdua berciuman. Tapi selain itu yang menarik perhatianku, tentang apa yang pria tua bernama Davidson itu katakan.
" Lewinsky bilang... Harry dan yang lain baik-baik saja, mereka ada di Camp Kemiliteran di Marwolaeth Barat... Tapi entah kenapa, aku tidak begitu yakin Karl.. mendengar ceritamu tentang Jack, ada kemungkinan mereka menyusulku saat itu, tapi entahlah..."
Aku terdiam, sambil mengunyah ikan bakarku yang terasa aneh tanpa bumbu. Aku mempertimbangkan mungkin aku akan pergi ke Camp kemiliteran esok hari, tapi entahlah di kepalaku masih ada satu tempat lagi yang ingin aku kunjungi.... Aku ingin kembali membujuk Meggie
" Cam, pernahkah kau berfikir kalau pada tanggal 13 nanti akan... terjadi sesuatu yang sangat buruk karena aku bermimpi kalau, kalau pada tanggal itu, semua hal porak-poranda, ada Zombie dimana-mana, yel-yel yang menggema, mungkinkah?"
"akan ada perang Karl... saat mereka memasangkan Contact lens tersebut, sebelum aku tidak sadarkan diri, mereka berbicara tentang perang Oracle, Lycans, dan Vampire yang melawan manusia, mereka membawa kembali Perang Ghaib kedua..."
Aku memandang mata Cam, menggenggam erat tangannya. Kemudian memeluknya, mencoba menguatkan kami berdua. Setidaknya dia tidak hanya memberi kabar buruk tentang itu, tapi dia juga memberiku jawaban kalau Harry dan yang lain masih hidup.
" Karl..."
"iya?"
"aku mau pipis..."
"hah? Uh.. eh yaudah..."
"ya... gak mungkin disini kan...?" ujarnya
Aku memandangnya kebingungan, aku tahu itu manusiawi, tapi entah kenapa dia melakukannya di waktu yang kurang tepat. Aku memintanya melakukannya di dalam Danau, tapi dia menolak melakukan itu.
Aku memanggil Raymond untuk membantu kami berjalan menuju Asrama dan mengatar Cam ke toilet. Raymond berjalan di depan dengan api di tangannya, sebenarnya aku berfikir Cam tidak perlu khawatir lagi mengenai Zombie-Zombie disekitarnya, karena ya... kalau digigit pun tidak berpengaruh, tapi permasalahannya, Cam itu penakut dan yang ia takuti justru gelap dan hantu.
Padahal kalau dipikir-pikir, Vampire itu juga termasuk hantu, karena bayangan mereka tidak ada di cermin, Raymond itu hantu. Sedangkan Cam itu setengah hantu.
Perbedaan Raymond dan Cam adalah, Raymond itu Vampire asli sedangkan Cam adalah Mutant, campuran, dia juga punya darah Oracle, walau presentasenya tidak seberapa. Cam bisa melakukan sebagian yang Raymond lakukan tapi tidak semua dan ia masih harus banyak belajar.
Kami sampai di depan pintu asrama, aku mencoba membukanya, tapi terkunci dari dalam. Raymond membantuku dengan meninju pintu tersebut, membukanya dan seketika Zombie melompat keluar menggigit Raymond dan ia membalasnya dengan gigitan di leher.
Ketika kami masuk, Zombie-Zombie sudah menunggu kami, Raymond berdiri didepan seakan dia tidak takut dan menarik perhatian Zombie-Zombie tersebut sedangkan aku dan Cam mengendap-endap kedalam toilet.
Aku membuka pintu toilet perempuan sambil melayangkan samuraiku, tidak ada apa-apa. Aku memeriksa WC nya satu per satu, tidak ada apa-apa, hanya bercak-bercak darah hitam.
Tapi aku mendengar suara flush dari toilet yang paling ujung. Aku menyiapkan samuraiku karena itu satu-satunya toilet yang belum aku bedah. Cam membuntut dibelakangku. Aku mendekati toilet tersebut dan melihat bayangan dibawahnya.
Cam menoleh kearahku, dan mengangkat Samuraiku. Aku tahu apa yang ia pikirkan, kalau itu Zombie dan melompat kearahku tamatlah riwayatku, tapi kalau Zombie itu melompat kearah Cam, setidaknya dia harus bersiap untuk mengotori lidahnya.
"satu... dua... ti..."
PLAAAKKKKKK
"AAGGGHHHKKK!!!!"
Pintu di dobrak, Cam nyaris melayangkan samuraiku tapi tangannya berhenti ketika ia melihat seorang gadis cantik berambut panjang mengenakan Sweater berwarna merah dan celana hotpants.
Kami berdua memandang gadis tersebut, aku ragu kalau dia hantu karena biasanya Cam akan berfikiran seperti itu. Aku memicingkan mataku, sepertinya wajahnya familiar.
Rambutnya panjang sepunggung berwarna coklat dan bawahnya membentuk gulungan salon yang indah. Kulitnya putih bersih walau tidak seputih Cam. Alisnya tebal, bibirnya merah, wajahnya cantik.
" Tavi???" tanya Cam sambil mengembalikan samuraiku
" Cam???"
Gadis yang Cam panggil Tavi langsung berdiri dari toilet yang didudukinya, kemudian ia memeluk Cam.
" aku senang sekali bisa melihatmu disini... semuanya menggila aku gak ngerti!" ujarnya
Cam berbalik dan memandangku dengan wajah kebingungan
"bagaimana dia bisa ada disini???" ujarnya berbisik padaku
Aku mengangkat kedua bahuku
" Aku berani sumpah aku gak tahu apa-apa, keluargaku menghilang, teman-temanku hilang terus aku kesini mau mencari pacarku...sendirian..."
" Alen?" tanya Cam
"bukan lain lagi... Alen itu udah jadi tiga mantan terakhirku..."
"iya? Kapan putus? Bukannya baru jadian januari lalu ya?"
"aku putus Febuari, terus Maret aku jadian lagi, April putus, Mei jadian, Juni jadian... terus sekarang aku mau cari Benny..."
Aku dan Cam saling memandang, kemudian aku mengangguk. Kami berdua tahu Benny karena dia bersekolah di Alburgue, ya dia cukup popular sih disini. Aku memandang ke arah Cam dan ia menyubitku meminta waktuku sebentar.
" Tav... bentar ya..." ujarnya
Aku dan Cam berbalik, memasuki salah satu WC, iya mungkin kedengarannya tidak elite, tapi ya adanya begitu.
" kamu ingat Tavia?"
"uhm... sahabat SD kamu, yang sekarang jadi Model, hubungan kalian renggang, kalian saling ngebackstep, kamu berantem sama temen-temennya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Marwolaeth City
RomansCam, Karl dan Marceline adalah tiga sahabat yang tinggal di ibukota Duisser State, Marwolaeth City . Diawali dari mimpi dan ketidak percayaan akan hal-hal ghaib telah mengubah hidup dan kota mereka menjadi gelap gulita. Pembongkaran indentitas merek...