“ Aku hanya keluar sebentar, mencoba mensabotase salah satu mobil, dan mengambil semua senjata kita, salahkah aku?”
Aku, Karl dan Harry menatap Lewinsky dengan wajah jengkel. Karena dia, aku harus bertengkar dengan Karl, karena dia Marceline pergi. Pokoknya semua salah dia. Walaupun sebenarnya… aku lah masalahnya.
Harry mengambil beberapa senapan yang diletakkan ditanah dan memasukkannya kedalam tasnya
“ Kau tahu, kau harus bilang pada kami dulu kalau mau pergi, kami mencoba mencarimu kemana-mana, kami pikir kau sudah mati”
Lewinsky menghembuskan nafas
“ Maaf Har… maaf ya Cam, maaf ya Karl, maaf semuanya..”
Aku melipat tanganku dan memasang wajah cemberut
“bagaimana kalau kau mati?” tanyaku
Lewinsky tersenyum
“kenapa? Khawatir ya?” ledeknya
Aku spontan memukul lengannya
Lewinsky menatapi kami satu-satu, lalu mengadah keatas pepohonan, seakan mencari sesuatu
“ Marceline mana?”
Aku mengambil ransel dan busurku, Lewinsky masih mematung menunggu jawaban kami
“dia pergi, semua gara-gara Cam” Karl menyalahkanku
Kali ini aku hanya mendiamkannya, aku membiarkannya mempersalahkanku kalau itu membuatnya senang, lagipula aku terlalu lelah untuk bertengkar dengannya sekarang, kalau sudah bosan nanti dia juga baik sendiri.
Lewinsky balik memandangku, seakan tak percaya, aku tak suka tatapan matanya yang seakan-akan mempersalahkanku seakan semua salahku, seakan aku ini trouble maker.
“ Kau apakan dia!?” tanyanya
“ dengar, dia sendiri yang mau pergi, dan Harry bilang biarkan saja, seharusnya kau tak menyalahkanku ”
Lewinsky menatapku sekilas dan menggelengkan kepalanya, ia berjalan dan mendorongku seakan memintaku menjauh darinya jalannya.
“kau mau kemana?” teriak Harry
Lewinsky berbalik
“aku tak begitu kenal Marceline, tapi setidaknya aku tak seburuk kalian yang membiarkannya pergi”
Lewinsky hendak berjalan, tapi langkahnya terhenti ketika sebuah lampu mobil berjalan mendekat.
BRUMMMMMMMMMM
Sebuah Van datang dan berhenti di depan kami, lagi-lagi sebuah mobil datang membawa kejutan. Aku ada firasat baik tentang ini, aku terus memandang Van tersebut dan menunggu siapa yang akan keluar, aku berfirasat ada Marceline didalamnya,lalu benar saja, Marceline keluar dari Van tersebut dan memeluk kami semua.
Sontak, kami semua terkejut, kami tak menyangka Marceline bisa mencuri Van besar berwarna putih yang terlihat… mahal.
“Hai… maaf ya tadi, maaf banget…” ujarnya sambil memeluk ku
“ dari mana kau dapat Van ini?” Tanya Karl
Aku menatap Van tersebut dan sesorang keluar dari dalamnya, mendadak angin semilir seakan membelai rambutku. Semuanya terasa berada dalam slow motion, dan I Belong To You Muse seakan menggema entah dari mana.
Seorang lelaki keluar dari Van tersebut, sepertinya umurnya tak berbeda jauh dengan kami, dia terlihat seperti mahasiswa, dia mengenakan kaos hitam bertuliskan ‘Green Day’. Rambutnya berwarna coklat, dan jambulnya mengesankan, kulitnya tidak begitu pucat, tidak pula begitu tan, postur tubuhnya tegap dan senyumnya menawan. Matanya berwarna tosca dengan alis yang tebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marwolaeth City
Roman d'amourCam, Karl dan Marceline adalah tiga sahabat yang tinggal di ibukota Duisser State, Marwolaeth City . Diawali dari mimpi dan ketidak percayaan akan hal-hal ghaib telah mengubah hidup dan kota mereka menjadi gelap gulita. Pembongkaran indentitas merek...