Aza terdiam dan terlihat berpikir beberapa saat. Lalu ia menghela nafas nya "gak ada yang tau. Dan sekarang cuman elo yang tau" jawab nya tanpa menatap vano.
Pandangan vano tak lepas dari gadis yang terbaring lemah di brankar "sakit?" Tanya vano dengan menyodorkan suapan terakhir.
Aza mengangguk sekilas mengiyakan pertanyaan yang di lontarkan oleh vano.
"Seharusnya lo kasih tau keluarga elo"
Rasa nya jantung aza berdegup lebih cepat dari sebelum nya, ia menetralkan pandangan nya yang tadi nya menatap kosong di depan nya dan beralih menatap vano.
"Buat apa?"
"Biar gue jauh lebih sakit dari sebelum nya?. Ini aja udah sakit" ucap nya dengan menahan air mata nya.
"Kalau lo kasih tau, mereka bakal jauh lebih perhatian sama elo, aza" ucap vano yang membuat senyuman nanar terukir di wajah pucat aza.
"Perhatian itu nggak bakal ada untuk gue, van. Yang ada itu gue bakal di ketawa'in"
Vano tak bisa berkata kata lagi. Walaupun sebenar nya ia ingin tau masalah hidup aza, namun rasa kasian nya lebih besar dari pada rasa penasaran nya.
Dengan perlahan aza menggerakkan tangan kanan nya dan meletakkan tangan nya itu di wajah nya yang dapat menutupi bagian atas wajah nya, seperti mata.
Tiga menit. Aza tak kunjung berhenti menutupi bagian mata nya, vano yang heran mulai menggapai tangan aza.
"Lo kenapa?"
Vano menyingkirkan tangan aza dari wajah nya dengan lembut, betapa kaget nya ia saat mendapati mata aza yang memerah dan penuh air. Tentu saja sedari tadi ia menangis dalam diam.
Sakit? Tentu saja, siapa yang tak sakit ketika kita tak memiliki tempat untuk berbagi suka duka yang di rasa. Bukan tak ada sama sekali, hanya saja kita tidak mempercayai apakah dia akan kasihan dan menjaga rahasia itu, atau malah hanya penasaran dan ujung ujung nya hanya akan jadi bahan pembicaraan.
"Za, lo ada masalah?"
Aza menggelangkan kepala nya sekilas untuk menjawab pertanyaan dari vano.
"Tapi lo nangis??"
"Gue gapapa vanoo, kepala agak sakit, jadi gue nangis" balas nya yang mulai penghapus pelan air mata nya.
"Lo yakin?"
Aza menampilkan senyuman paling manis milik nya kepada laki laki yang menatap nya lekat nan tajam.
"Apa masih nggak percaya??"
"Iya iya, percaya"
Hening kembali menyapa ruang yang bernuansa putih dan biru itu. Tak berselang lama terdengar suara orang yang sedang membuka pintu, dengan perlahan pintu itu terbuka dan menampakakkan seorang laki laki yang berawakan tinggi.
"'Azaa"
Lain sisi lagi. Rayen berada di rooptof sekolah nya dan duduk di atas tembok yang jika dia menundukkan kepala nya maka akan terlihat jalan raya yang berada jauh dari nya.
"ARGHHH!!" teriak nya yang frustasi sambil mengacak rambut nya dengan kasar.
"Gue cinta sama elo, aza!!"
"Gue sadar kalau gue banyak salah sama elo, gue sadar. Tapi gak bisa apa lo kasih gue kesempatan kedua??" Ucap nya dengan penuh frustasi.
"Jika waktu bisa di putar, gue lebih memilih untuk tidak mengenal elo" sambung nya dengan nada yang mulai stabil.
Tak kenal maka tak cinta. Itulah yang rayen maksud. Jika ia tak pernah mengenal gadis itu, ia tak akan pernah jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam, yaitu cinta nya kepada aza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renggang-[End]
Teen Fiction📌[Follow dulu, baru baca!] "Sekarang gue mau nanya!! Lo mau hubungan kita berhenti sampai di sini atau di terusin?" Tanya aza yang sudah lelah menghadapi kenyataan. "Za gue cinta sama lo!! Gue gamau putus sama lo" sahut rayen dengan penuh penekanan...