+62 • 2

355 37 6
                                    

🐰 Sekolah → pulang →ngebabu → ngehalu. Rutinitas sehari-hari yang entah kapan berakhirnya 🐰

♪Kiara♪

Sepeda motor Aka berhenti di halaman rumah, Kiara melepas helm dan berlari masuk. Berganti pakian secepat kilat dan menyambar sebotol jus jambu di kulkas. Ia keluar dan mengunci pintu.

"Ayo."

"Ih, jorok. Enggak mandi dulu."

"Kelamaan."

"Bau asem."

"Kia itu always wangi, everyday." Kembali Kiara duduk di boncengan sepeda motor Aka. Lumayan, simbiosis mutualisme. Aka mengantar jemputnya kemanapun dan dirinya membawakan bekal untuk Aka.

"Jangan lupa, besok ulangannya Bu Rini. Dua minggu lagi kita UTS," ucap Aka. Melirik Kiara melalui kaca spion.

"Iya, Aka. Kia enggak bakalan lupa. Lusa kita berangkat les bareng ya."

"Gampang."

Senin sampai Jumat sekolah. Hari Sabtu berangkat les dan hari Minggu menjadi babu di toko. Story WhatsApp teman-temannya estetik, berbeda dengan dirinya.

"Yang mau delivery langsung hubungi WhatsApp Kiara Mart. Free delivery, sekalian cuci mata lihat Om ganteng."

Hampir setiap hari status WhatsApp-nya seperti itu. Kadang bisa estetik jika ikut Om Fian mengantar barang menggunakan mobil. Atau diculik Aka setelah pulang les.

"Pulang les ke mall yuk, kita nonton," ajak Aka.

Kiara langsung memukul punggung Aka. "Ayo! Besok sore Mama mau ke Jogja, kondangan. Rangga sama Gilang diajak. Jadi ... Kia mau nginap di rumahnya Aka!"

Sepeda motor Aka langsung oleng dan hampir tersenggol mobil. "Hampir aja."

Kiara malah cengegesan. "Bercanda, Ka. Kia nginap di rumah kakek, tapi main di rumah Aka sampai tengah malam."

"Hm."

"Kiri, pak, kiri." Kiara menepuk-nepuk bahu Aka. "Utang lagi ya, pak. Bayarnya kalau gajinya cair."

"Ngutang terus. Beliin minum gih, terserah kayak gimana." Aka mengulurkan selembar uang berwarna ungu.

"Eum ... teh?"

"Aku enggak suka teh."

"Apa ya? Kopi?"

"Rasa buah, terserah mau kayak gimana."

Kiara mengangguk dan berlari kecil memasuki toko Papanya. Menyapa dua orang yang berdiri di meja kasir.

"Om, Mama di sini?"

Om Putra menggeleng. "Bilangnya tadi ke rumah kakek."

"Ini, om."

"Tumben punya uang," ledek Om Panji. Yang sekarang merupakan bapak beranak dua. Yang dulu sering nakal padanya, entah jahil, atau menyuruhnya ini-itu.

Bukan Kisah Novel • TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang