Ini ekstra part yang terakhir. Aku langsung publish semuanya, karena takut besok enggak bisa dan malah molor lama banget. He-he
"Oh, jadi Tante Ayesha udah nikah lagi?" tanya Aka.
"Iya. Tapi sampai sekarang belum punya anak. Kalau kata mama, abi enggak mau punya anak lagi. Empat aja udah cukup. Meskipun ayah sambung, tapi sayang banget sama adik-adikku. Akrab juga sama papa, sama keluarga papa."
"Kalau Om Rendi, ada rencana buat nikah lagi?"
Kiara menggeleng. "Aku pernah tanya. Katanya enggak bakalan nikah lagi. Soalnya papa masih sayang sama mama. Dia mau fokus sama anak-anaknya aja. Meskipun anaknya pisah-pisah tinggalnya."
"Masih sayang?" tanya Aka bingung. "Ayahku udah gak sayang tuh sama ibu kandungku."
"Aku enggak paham sama papa, Ka. Rangga juga enggak pernah tanya-tanya itu, karena meskipun dia serumah sama papa, dia enggak seterbuka dulu."
"Rangga apa kabar?"
"Baik. Dia kelihatan baik-baik aja meskipun keluarganya berantakan. Papa pernah cerita, kalau Rangga semakin lama, semakin sulit dijangkau. Kalau Gilang, dia makin pendiam. Bulan ini abi ketemu Gilang, terus bulan berikutnya papa. Kayak gitu terus. Tapi anaknya tetap gitu, pendiam banget. Bahkan jauh lebih pendiam daripada dulu, apa-apa disimpan sendiri. Jarang mau cerita sama orang lain, paling mentok cerita sama Rangga."
"Terus, itu tadi, kenapa bisa mirip banget sama kamu? Rasanya kayak mau semaput."
Kiara terkekeh. "Papa tuh serakah banget. Semua anaknya, mirip banget sama dia. Coba kalau kamu ketemu Gilang, dia berubah banget. Makin mirip sama papa. Mama enggak kebagian apapun selain hamil, melahirkan sama menyusui."
"Masih jomlo gak, Ya?"
"Kenapa memangnya?"
"Nikah, yuk!"
"Ngawur!" Kiara memukulkan stik es krim ke kepala Aka.
"Lah? Kamu bertahun-tahun sahabatan sama aku, enggak jatuh cinta gitu? 24/7 diperhatiin sama aku, enggak baper?" tanya Aka kaget.
"Jangan-jangan, selama ini kamu suka sama aku?" tunjuk Kiara pada dirinya sendiri.
Aka memalingkan wajahnya. Kedua telinganya otomatis memerah.
"Kamu suka sama aku?" ulang Kiara.
"Udah sejak lama. Tapi pernah dimarahin sama mama kamu," aku Aka.
"Dimarahin sama mama?"
Aka mengangguk pelan. "Pas kita masih SMP. Mama kamu samperin aku ke rumah, dia marah-marah. Sampai ancam aku kalau nekat ajak kamu backstreet. Kamu enggak pernah tahu, seberapa protektifnya mama kamu. Setiap kamu pergi sama aku, bisa spam chat setiap lima menit sekali. Makanya aku biasanya silent HP. Biar enggak keganggu. Mama kamu cuma takut, kamu bernasib sama kayak dia. Aku awalnya enggak paham sama kalimat itu, tapi lama-kelamaan aku paham. Mama kamu cuma enggak mau, semua mimpi kamu hancur begitu aja."
"Tapi selama ini aku selalu jadi bonekanya mama."
"Sebenarnya itu salah satu cara, supaya kamu enggak mikirin cinta-cintaan. Lagipula, apa yang mama kamu lakuin, semua demi kebaikan kamu. Kamu sendiri yang dapat manfaatnya. Kalau misalnya kamu enggak pernah ikut les, pasti sepulang sekolah kamu keluyuran enggak jelas. Kalimat 'semua demi kebaikan kamu' itu bukan omong kosong belaka. Coba kamu lihat lagi ke belakang. Gimana jadinya kalau mama kamu enggak nuntut ini-itu semasa kamu masih sekolah?"
....
Kiara memejamkan matanya. merasa geli saat seseorang sedang mewarnai kelopak matanya. belum lagi nova sejak tadi rusuh ingin ikut didandani juga. Rangga sampai harus memangkunya agar anteng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Kisah Novel • Tamat
Jugendliteratur#2 "Aka, kok di sekolah kita enggak ada pangeran es ya?" "Aka, latihan basket sana. Biar kaya cowok Wattpad." "Jadi cowok badboy sana, Ka." "Kira-kira di sini ada geng motor enggak ya? Aka gabung sana, kalau bisa jadi ketua gengnya." Kiara mengira...