+62 • 11

203 25 4
                                    

🐰 Bukan lagi prioritas. Karena ada orang yang menempati hatinya 🐰
Kiara♪


Aka mengendarai sepeda motor ke sembarang arah, sudah lima belas menit tapi Kiara tak kunjung terlihat. Rintik-rintik hujan semakin deras, segera Aka menepikan sepeda motornya di depan warung.

Mendengar suara bersin, Aka menoleh ke sumber suara. Ia kenal dengan suara bersin itu.

"Alhamdulillah, Ya, akhirnya kamu ketemu."

"Dik, dari tadi pacarnya nangis di sini," ucap ibu penjaga warung.

"Makasih ya, bu, udah jagain." Aka melepas jaketnya dan ia sampirkan ke bahu Kiara.

"Tadi pacarnya adik tanya ke ibu, dia cantik atau enggak. Ibu jawab cantik, tapi dia enggak percaya."

"Kia enggak cantik ...."

Aka mengangguk. "Kamu enggak cantik. Tapi ganteng."

Tangan Kiara melayang untuk memukul punggung Aka.

"Bu, beli pop ice dong. Kamu mau rasa apa? Stroberi?"

"Pengen rasa taro. Tapi kalau enggak enak buat Aka."

"Oke. Satu rasa taro dan satunya rasa mangga ya, bu."

"Hujan-hujan masih mau minum es?" tanya ibu warung.

"Kepalanya dia berapi-api, bu. Perlu didinginkan," tunjuk Aka pada kepala Kiara yang dibalut pashmina pink pudar.

Kiara menatap ujung sepatunya yang basah dan kotor. Ia tidak iri dengan penampilan orang lain ataupun fisik orang lain, dirinya hanya iri dengan mama.

"Kia pengen cantik. Biar besok pas kuliah punya pacar," ucap Kiara yang masih menunduk.

"Kecantikan belum tentu ngebuat cowoknya setia." Aka tersenyum tipis.

"Kalau Kia cantik, Kia di-notice."

"Good attitude, cerdas, periang, selalu bersemangat, kreatif, berani menyuarakan pendapat, jujur, sopan sama orang yang lebih tua, murah senyum. Bakalan lebih sering di-notice," sahut Aka.

"Enggak cantik, enggak punya teman."

"Kia—"

"Anna, Raras, Tara, Windi, Linda, Melania, Ruru, Zahra, Syifa, Rahma, Sari, Arti, Yessi, Stephanie, dikenal sama adik kelas dan kakak kelas. Sedangkan Kia? Enggak ada. Padahal Kia enggak minder, enggak kuper, enggak ansos. Dikit-dikit mereka ngomongin rambutnya Arti, bedaknya Ruru, liptint Melania, ini-itu.

"Kia juga enggak pintar kayak Aka, yang bisa ngebuat terkenal ke seluruh sekolah. Kia enggak jago olahraga. Kia enggak bisa nyanyi. Kia suka gambar, tapi ... Kia enggak pernah punya kesempatan untuk mendalami bakat. Karena selama ini selalu jadi bonekanya Mama."

Ibu warung mengurungkan niatnya untuk memberikan cimol pada Kiara. Ia menatap Aka dan dijawab gelengan olehnya.

"Huft. Mama bilang semua ini untuk kebaikan Kia. Tapi, sampai sekarang belum tahu, kebaikannya di sebelah mana."

Bukan Kisah Novel • TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang