~Kiara~ 02

450 29 1
                                    

Ini fokus sama Kiara ya, jadi jangan berharap bisa baca tentang Rendi di sini. He-he

Kiara hanya bisa geleng-geleng kepala saat Nova terus membuntuti papa. Saat papa mandi, Nova berjongkok di depan kamar mandi menunggunya. Saat papa bekerja, harus ikut. Kehilangan jejak papa, menangis histeris sampai papa muncul lagi. Kiara berharap papa menyesal karena ulahnya, gadis semanis Nova kehilangan figur ayah kandungnya dan digantikan oleh ayah sambung.

"Eh, Va, minggir dong," protes Rangga saat Nova menutupi layar televisi.

"Vava pengin ikut papanya abang!"

"Ya udah, tinggal bilang sama papa." Rangga gemas sekali dengan adiknya yang satu ini.

"Papanya abang marahin Vava. Soalnya Vava pipis di kasur." Nova berubah cemberut. Padahal salahnya sendiri, ngompol tiga kali dalam semalam di kasur papa.

"Ikut kakak, yuk. Belanja," ajak Kiara.

"Tapi nanti papanya abang marah gak kalau Vava jajan es krim?"

"Asalkan enggak banyak-banyak. Yuk!"

Nova mengangguk. Berlari ke kamar dan kembali dengan sebuah kerudung kuning.

Rangga sampai emosi, setiap hari Nova memakai baju kuning. Dari kejauhan sudah terlihat, jika kuning-kuning yang mengekori papa adalah Nova.

"Ayo kita pergi. Abang, Vava mau salim."

"Dah. Buruan pergi. Bosan abang, Va, lihat minion jalan-jalan keliling rumah."

"Mau kemana?" tanya nenek. Datang dengan sekeranjang pakaian milik Rangga.

"Ikut kakak belanja!" Nova mengepalkan tangannya di udara.

"Hati-hati di jalan."

Kiara mengangguk dan menggandeng Nova keluar rumah.

Ia ingat. Saat sidang pertama perceraian kedua orang tuanya, nenek datang dan memohon-mohon pada mama agar terus bersama putranya. Nenek adalah keluarga yang paling terpukul karena perceraian itu.

Meskipun dulu nenek kurang suka dengan mama, tapi nenek menyayanginya. Ingin agar mama tetap menjadi menantunya. Karena hanya mama yang bisa mengerti nenek. Setahu Kiara, sampai sekarang mama tidak pernah lagi berkomunikasi dengan orang-orang yang berkaitan dengan papa.

"Mau kemana?"

"Pergi belanja. Papanya abang darimana?"

Papa menyipitkan matanya. "Jemur kasur. Soalnya ada yang ngompol di kasur papa. Tiga kali di tiga tempat berbeda."

Yang disindir hanya cengar-cengir.

"Pergi dulu ya, pa. Papa ke toko gak?"

"Nanti, agak siangan. Mau jemur bantal sama selimut dulu."

"Oke, Kia sama Nova pergi dulu. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam. Hati-hati. Masih ingat jalan ke toko, kan?"

"Masih dong."

Perjalanan menuju toko begitu lancar. Nova hanya diam dengan mata menatap kesana-kemari. Kiara merasa aneh dengan adiknya yang satu ini. Sama sekali tidak rewel minta pulang ataupun minta bertemu mama. Rasanya sudah seperti bertahun-tahun tinggal di rumah kakek.

Tidak pernah Nova merengek meminta yang aneh-aneh. Tidak seperti kebanyakan anak kecil.

"Udah sampai?"

"Belum. Lihat, lampu lalu lintas warnanya merah."

"Oh ...."

"Kalau sekarang udah." Kiara cekikikan dan mematikan mesin sepeda motornya. Toko ada di dekat lampu merah. Sebenarnya bisa jika tadi langsung belok.

Bukan Kisah Novel • TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang