+62 • 15

276 24 2
                                    

🐰 Perlahan mengingkari janji, berarti sebentar lagi akan menyakiti. 🐰
♪Kiara♪

Kiara melambaikan tangannya pada Pak Lilik yang mengantarnya pulang. Tidak ada yang tahu jika semalam ia dan Aka tidur bersama di rumah pohon.

Terdengar suara tangis sesenggukan dari dalam, segera Kiara berlari masuk. Ia mendapati Rangga terduduk di dekat rak sepatu. Mengusap air matanya. "Kamu kenapa, Ga?"

"Main bolanya kalah. Ini semua gara-gara papa! Papa bohong! Enggak beliin Aga sepatu baru!"

Kiara menghindar saat Rangga melempar sepatunya ke sembarang arah. Sepatu sepakbola yang sudah robek itu justru mengenai punggung Gilang yang sedang menyapu lantai.

"Enggak usah dilempar-lempar!"

"Apa?!" teriak Rangga. Kembali menangis dan menghamburkan sepatu yang ada di rak.

"Syut!" Kiara melotot pada si bungsu yang akan melempar kembali sepatu yang tadi terkena punggungnya. "Kenapa sih?"

"Dia cuma main beberapa menit, sepatunya jebol. Kaki teman-temannya enggak ada yang besar kayak kakinya Aga. Jadinya enggak bisa pinjam sepatu. Timnya kalah dan teman-temannya nyalahin Aga. Seharusnya Aga main dan sebelumnya beli sepatu baru, karena udah tahu kalau sepatunya jebol."

"Pelatihnya enggak pinjami dulu?"

Gilang menggeleng. "Takutnya yang lain iri. Aga pulang-pulang marah."

"Mama dimana?"

Gilang menunduk. "Tadi mama sama papa berantem, terus mama pergi. Aga pulang dan marah-marah ke papa. Papa yang baru aja berantem sama mama, langsung marah-marah. Gilang nyapu pecahan kaca."

Kiara menatap kotoran di serok. Pecahan kaca lemari pajangan dan vas bunga.

Berarti sebelum ia pulang tadi, ada perang dunia kelima di rumah.

"Kakak ke kamar dulu ya."

"Em ... kaki kakak kenapa?" tanya Gilang saat menyadari jika kakaknya berjalan seperti tidak biasanya.

Kiara mengunci pintu kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di kasur setelah menyalakan kipas angin. Kedua matanya terpejam.

Papa mengatakan jika hari Senin akan menjemputnya di sekolah dan mengajaknya membeli ponsel baru. Tapi nyatanya tidak. Sampai maghrib, malah Aka yang datang dan mengantarnya pulang.

Papa berjanji akan membelikan Rangga sepatu baru. Tapi sampai hari-H pertandingan sepakbola, belum dibelikan.

"Kakak, di rumah enggak ada apa-apa. Kami belum makan siang," ucap Gilang seraya mengetuk pintu kamar kakaknya.

"Sebentar, nanti kakak ke dapur."

"Jangan lama-lama, kak. Aga kalau lapar, kayak orang kesurupan reog."

Kiara bingkas dan segera menuju dapur. Tidak ada apapun yang bisa dimasak selain beras.

"Kita ke rumah Tante Alya aja, yuk." Kiara membawa dua adiknya ke rumah tetangga.

Disambut dengan hangat oleh pemilik rumah.

"Tuh, Om Deni lagi makan. Santai aja, kita keluarga. Yuk!"

Bukan Kisah Novel • TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang