+62 • 13

222 27 5
                                    

🐰 Terkadang, seseorang itu berubah karena sudah memiliki firasat buruk. Iya, kan? 🐰
♪Kiara♪

Kiara menutup bukunya saat mendengar keributan dari arah luar kamarnya. Tadi ia berpikiran bahwa itu adalah adik-adiknya yang memang kerap meributkan hal-hal sepele. Tapi, besok tanggal merah. Rangga menginap di rumah kakek dan Gilang menginap di kontrakan Om Fian.

Jadi kemungkinan besar keributan itu berasal dari kedua orangtuanya. Kiara membuka pintu perlahan dan berjalan menuju tangga. Tepat saat menuruni tangga, suara ribut-ribut itu terdengar jelas. Hanya setengah jalan, Kiara berbalik dan kembali ke kamarnya.

Kiara A K
Aka|
Mama sama papa berantem :(|

Akaacian 😜
|Berantem dalam sebuah hubungan itu wajar. Rangga sama Gilang sering berantem, kita kadang juga ribut karena sama-sama egois dan keras kepala. Apalagi mereka, pasti ada kalanya rumah tangga melewati kerikil, tikungan, belokan bahkan badai.

|Btw, kamu dengar mereka ribut?

Kiara A K
Iya, di dapur kayaknya|
Kia takut :(|
Tiba-tiba papa tusuk mama pakai pisau|
Atau mama pukul papa pakai ulekan batu

Akaacian 😜
|Malah mikir sampai sana. Kebanyakan baca Wattpad nih pastinya

Kiara A K
Ck. Aka kan enggak pernah dengar orangtuanya berantem. Aka enggak tahu apa yang Kia rasain sekarang!

Akaacian 😜
|Aku memang enggak pernah lihat atau dengar orangtuaku berantem :)
|Aku dulu ngira mereka baik-baik aja, adem ayem tanpa hambatan.
|Tapi ternyata di sana letak kesalahannya.
|Orangtuaku enggak pernah berantem, karena sejak aku lahir mereka udah enggak anggap pasangannya ada :)
|Bubar deh.
|Justru bagiku, berantem adalah kunci kalau mereka serius dalam menjalin hubungan. Apapun itu.

Kiara A K
Aka! Kia minta maaf, enggak ada maksud buat| nyinggung, beneran deh :(

Akaacian 😜
|Enggak apa-apa. Dilanjut lagi belajarnya, jangan overthingking sebelum tidur

Kiara A K
Yoi. Kia tuh always halu sebelum tidur :p

Kiara meletakkan kembali ponselnya. Menghela napas dan membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Ia melihat sosok yang berlari dari arah teras, membuka gerbang, menutupnya dan berlari ke rumah Om Deni.

Gilang.

Kening Kiara berkerut. Ia sama sekali tidak mendengar suara ketukan pintu. Tapi kenapa Gilang berlari? Dia jauh lebih pemberani daripada Rangga.

Tunggu. Bukannya Gilang menginap di kontrakan Om Fian? Bukan di rumah Om Deni.

Iseng, Kiara berjalan mengendap-endap memasuki kamar adiknya. Kamarnya jauh lebih luas karena dihuni dua orang. Tatapan Kiara langsung tertuju pada ranjang tingkat di dekat jendela. Ada sesuatu yang menyembul di bawah bantal kasur atas.

"Wah, Gilang nulis diary."

Diambilnya benda itu. Sayangnya terkunci rapat.

Kiara naik ke kasur yang letaknya di atas. Di kegelapan yang remang ini, ia bisa melihat sebuah notes yang tertempel di dekat bantal. Sayangnya tulisannya berbahasa Inggris, Kiara sedang malas untuk mengartikan kata satu-persatu. Kedua matanya terpejam secara perlahan.

Sebelum kesadarannya benar-benar hilang, ia mendengar isak tangis. Mungkin itu hanyalah mimpi.

...

Matahari sudah terbenam sejak tadi, Rangga sejak tadi mengintip melalui celah gorden. Tidak beranjak dari sana. Berbeda dengan Gilang yang asyik menggoreskan pensil di buku gambarnya.

"He? Ngapain ngintip-ngintip?" tanya Kiara.

"Nungguin papa. Belum pulang. Padahal udah janji mau antar Aga beli sepatu bola."

"Ini masih hari Rabu. Pertandingannya hari Minggu, kan?"

"Aga mau pakai sepatu baru buat latihan besok sore. Sepatu yang sekarang udah jebol. Enggak layak dipakai."

"Kakak minta mama buat antar ya?"

Rangga menggeleng. "Mama sakit."

Kepala Kiara kontan menoleh ke kamar orangtuanya. Segera menghampiri pintu berwarna putih itu. Mengetuknya tiga kali.

"Masuk aja, kak. Suaranya mama serak," ucap Gilang. Beranjak ke dapur.

Kiara menurut. Ia membuka pintunya, terlihat Mama sedang berbaring di ranjang, memejamkan mata. "Ma," panggilnya.

Kedua mata mama terbuka. "Lapar ya? Kamu delivery aja, ya? Mama hari ini enggak belanja."

"Terus tadi siang mama makan apa?" tanya Kiara. Berjalan masuk dan duduk di sisi kasur yang kosong.

"Tenggorokan mama sakit, enggak makan siang." Mama mengulas senyuman di bibirnya yang pucat. Kiara menyentuh keningnya, sangat panas.

"Mama udah minum obat?"

"Nanti mama minum obat."

Kiara mengambil ponselnya yang ada di saku. "Kia pesan makanan ya, ma. Mama mau bubur ayam?"

"Boleh. Tapi buburnya kosongan."

Setelah memesan makanan dan memberikan uang pada Rangga, Kiara kembali ke kamar mama. Sudah ada Gilang di sana, membantu mama minum teh jahe buatannya.

"Demi apa. Kayak gini aja Kia baper, mau nangis."

"Gilang udah selesai tugasnya?"

"Enggak ada tugas kok, kak. Tadi cuma gabut aja. Kakak udah selesai tugasnya?"

"Udah." Kiara hanya diam saat Gilang naik ke kasur, mendusel di ketiak mama dan memeluknya dari samping.

Dari tiga anaknya, Gilang lah yang begitu dekat dengan mama. Bahkan mewarisi wajahnya. Gilang dan Rangga tidak seperti anak kembar. Rangga duplikat papa dan Gilang sedikit mirip mama dan sisanya mirip eyang. Papa hanya menurunkan tinggi badan dan postur tubuh. Wajah Gilang saja akan sangat mirip dengan mama jika dipakaikan kerudung.

Kiara yang anak perempuan juga memborong papanya. Hanya hobi membaca saja yang turunan dari mama. Papanya benar-benar serakah dalam menurunkan hal kepada anak-anaknya.

"Ih, udah gede kok duselin mama!" protes Rangga. Membawa dua kantung plastik berbeda ukuran di tangannya.

Gilang tidak menyahuti Rangga, justru malah berbicara pada Mama. "Dia iri, ma, pengen kayak gini juga, tapi gengsi."

"Sana, kalian makan," perintah mama.

"Ayo, kak, kita makan," ajak Rangga. Menghilang dari pandangan.

"Ayo, Lang."

Gilang menggeleng. "Gilang mau bantu mama makan sama minum obat, nanti aja makannya. Tadi pulang sekolah udah buat mie goreng kok."

Kening Kiara berkerut. Tidak pernah mama membiarkan anaknya mengonsumsi benda panjang dan kenyal itu.

Tapi kenapa sekarang Gilang diizinkan?

Bahkan, ada satu kardus mie instan di dalam lemari penyimpanan.

Apa mama akan sakit dalam waktu lama?

Saat menoleh ke arah meja rias tadi, memang ada plastik berisi beberapa bungkus obat. Padahal mama nyaris tidak pernah mengonsumsi obat saat sakit, biasanya hanya istirahat dan makan buah-buahan.

Itulah bahan overthingking Kiara malam ini.





Nanti malam lagi, kalau enggak lupa 🤩❤️

Bukan Kisah Novel • TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang