Typo bertebaran gengs
Happy readingAna memeluk erat tubuh tegap Grey tepat setelah cowok itu tiba di apartemen.
Sejak siang tadi, Grey pergi untuk rapat Hwarang yang ternyata ditunda kemarin. Jika kalian pikir menjadi ketua geng itu enak, maka tolong hilamgkan pikiran itu. Grey sendiri menganggap bahwa posisinya di Hwarang adalah tanggung jawab besar, yang dipercayakan oleh ayah serta sahabat-sahabat ayahnya.
Grey harus menekan emosinya, bersabar dengan kelakuan para anggotanya. Cowok itu juga harus menjaga agar tidak menyalahgunakan kekuasaan yang ia miliki, sebagai seorang ketua. Ibaratnya, serumit menyatukan berbagai pola pikir menjadi satu kesatuan.
Kembali ke topik, Grey baru saja pulang ke apartemennya dengan perasaan khawatir. Pasalnya, beberapa saat yang lalu, Ia melihat berita bahwa seseorang telah bunuh diri di gedung apartemen yang sama dengan miliknya.
Bukan apa-apa, cowok itu hanya takut Ana terguncang dan terbukti dengan reaksi gadis itu saat ini, serta panggilan telefonnya.
"A-ana takut, hiks," ucap gadis itu dengan tubuh gemetar dalam dekapan Grey.
Grey semakin merasa bersalah, harusnya ia langsung pulang sejak sore tadi, sialnya rasa canggung karena kejadian kemarin membuatnya enggan pulang cepat.
"Saya di sini sayang, jangan takut," balas Grey, mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil nan berisi itu.
"D-dia tetangga kita, aku takut. Tadi dia sempat papasan sama aku di lobby, pas mau buang sampah," jelas Ana semakin terlihat ketakutan.
Grey mengangkat tubuh gadis itu, untuk kemudian dibawanya ke kamar. Hari mulai gelap, dan Ana yang sudah tenang serta tanpa sadar sudah terlelap dalam dekapannya.
Grey sedang memasak makan malam, ketika Ana terbangun dari tidurnya. Gadia itu menatap sekeliling kamar tamu yang ia tempati, matanya menatap ke arah balkon dengan perasaan takut. Ingatannya kembali berputar akan wajah gadis yang sore tadi bunuh diri.
Grey berlari ke kamar Ana, ketika mendengar teriakan gadisnya itu. Sepertinya, kejadian tadi sudah memengaruhi pikiran gadis itu.
"Jangan tinggalin aku, aku takut," ucap Ana dengan napas yang memburu. Grey memgangguk sambil mendekap gadis itu, menyeka keringat di pelipis Ana dengan jemarinya.
"Saya di sini, jangan takut oke?" balas Grey, masih setia memeluk gadis kesayangannya itu.
"Kita makan dulu yah? Saya udah masakin kamu pasta," ucap Grey, setelah merasa Ana mulai tenang.
Dengan sigap, cowok itu menggendong Ana ala bridal style untuk dibawanya ke meja makan.
Ana terlihat semakin manja, terbukti dengan dirinya yang enggan duduk di kursi yang berbeda dengan Grey. Hal itu tentu saja membuat Grey menderita, you know lah.
Ana mencuci piring, tidak lepas dari tatapan Grey yang bersandar pada tembok. Gadis itu mungkin terlihat berani dan suka memberontak, nyatanya dia tetaplah Ananya yang manja. Sedikit menyusahkan, tapi Grey suka itu.
"Kamu belum tidur?" tanya Ana, sambil mengelap tangannya yang basah.
"Saya nunggu kamu selesai. Saya anterin ke kamar, ditemenin sampe kamu tidur biar ga takut lagi. Mau?" jawab Grey, dengan senyum di wajah tampannya.
Ana menggeleng pelan, tatapannya berubah memelas.
"Aku boleh tidur sama kamu?" tanya Ana, yang sontak membuat Grey melotot kaget. Sial, pertanyaan ambigu itu membuat pikiran Grey jadi kemana-mana.
Grey berdiri tegak, sedikit berdehem sebentar. Mencoba menemukan keberanian untuk menolak Ana dengan tatapan memohon milik gadis itu.
"Oke fine," balas Grey, diakhiri helaan napas panjang. Sepertinya, sejak perjodohan konyol gadis itu dirinya selalu saja mendapatkan cobaan. Grey sangat bahagia di dekat Ana, tapi tidak sejauh ini. Maksudnya, ini terlalu menyiksa batin dan fisiknya.
***
Annyeong!!!
Double up check!Author belum selesai nulis plot cerita ini, but over all udah setengah jalan.
So, keep vote and koment yah guys
Author mau fokus nyelesain cerita ini dulu baru namatin Reyhan. Semoga kalian suka yah
See yaa
Hwarang's
KAMU SEDANG MEMBACA
[Wellington's 1] MY POSSESIVE GREY
Teen FictionGimana rasanya dipossesifin cowok? Seru? Ngeselin, atau romantis? Tapi, kalo yang possesifin itu abang sepupu gimana rasanya tuh? Mau baper, tapi dia sodara kamu. Mau berusaha ga baper, tapi dia terus-terusan bikin baper. Ah susah! Begitulah rasa...