51

338 4 0
                                    

Happy reading!

Grey menghela napas untuk kesekian kalinya, usai menyimpan piring berisi makanan yang hanya dimakan dua sendok oleh istrinya.

Banyak yang terjadi dalam kurun waktu empat bulan, usai kepulangan mereka dari Paris. Mulai dari peristiwa menyenangkan karena informasi kehamilan istrinya, hingga berita buruk yang sejak seminggu lalu jadi luka untuk keduanya.

"Sayang, makan lagi yah. Kamu makannya sedikit terus dari kemarin-kemarin, nanti sakit lho," Grey berucap, lantas mengelus pelan jemari kurus milik istrinya.

Ana bergeming. Gadis itu tetap diam dengan tatapan kosong, serta mata sembab karena terlalu lama menangis. Jika kemarin-kemarin ia sangat antusias menerima suapan makanan dari sang suami, maka kali ini berbeda. Alasannya untuk tetap menjaga kesehatan dan nutrisi yang ia konsumsi sudah tiada.

"Aku jahat yah Mas?"

Grey memejamkan matanya. Jujur saja, ia juga sama terpukulnya dengan Ana. Siapa yang tidak akan sedih jika anak yang mereka nantikan begitu lama kehadirannya, malah diambil sebelum lahir ke dunia? Namun, kalau Grey mengikuti egonya dengan berlarut dala kesedihan, lantas kemana lagi Ana harus bersandar?

"Hey, lihat Mas dulu boleh?" ucap Grey, sebelum menarik lembut dagu Ana agar mendongak sehingga lebih leluasa menatapnya.

Ana diam, Grey pun sama. Mereka sama-sama menangis dalam diam, mengeluarkan semua kesedihan yang tak kunjung tuntas selama seminggu ini.

"Kehilangan itu ga bisa dihindari sayang. Mau kita menyesal atau putar waktu sekalipun, semuanya akan tetap sama. Mas tau, kamu menantikan kehadiran adek di dalam sini. Mas tau gimana kamu sayang banget sama dia, sampai-sampai ga mau kehilangan dia yang bahkan belum kita tau jenis kelamin atau wajahnya mirip siapa," Grey menjeda kalimatnya, mengelus pelan perut rata Ana.

"T-tapi, kalo malam itu Ana ga nekat bawa mobil sendiri, mungkin dia..." ucapan lirih Ana yang menggantung itu, lagi-lagi ciptakan luka baru di hati Grey. Ia akhirnya tahu, fakta bahwa ibu yang kehilangan anaknya sama saja seperti kehilangan separuh jiwanya.

Grey menangis, isakan lolos dari bibir tipis pria itu. Ia rengkuh Ana yang juga sudah mulai menangis terisak. Kali ini, kedua orang yang terluka itu ingin jeda sebentar menguji emosi masing-masing. Biar mereka luapkan semuanya, perkara merelakan dan iklas, mungkin bisa dibicarakan nanti.

Ana tertidur lagi, membuat Grey terpaksa menahan niatnya untuk berbicara serius dengan istrinya itu. Dengan muka kusut serta mata sembab, pria dengan kaos hitam polos itu berjalan menuju taman belakang di kediaman mertuanya.

"Ana masih ga bisa dibujuk?"

Grey menoleh, mendapati Arya, ayah mertuanya yang sama frustasinya dengan Grey ketika melihat wanita kesayangan mereka menderita seperti tadi.

Grey mengangguk sebagai jawaban, takut jika menjawab dengan kata-kata, ia malah menangis lagi.

"Ayah bisa bantu bicarakan dengan Ana nanti. Tapi, ayah mau dengar sisi kamu dulu. Gimana perasaan kamu? Apa kamu sudah merelakan dia pergi atau nggak? Karena kalau pada akhirnya yang berhasil tenang hanya Ana, siapa yang akan jadi tempat dia bersandar kalau nahkodanya rapuh?" Arya berucap serius. Namun, nadanya lembut dan menenangkan. Grey tidak pernah terlibat dalam percakapan serius dengan Arya sejak menikah. Namun, kalau boleh jujur, ini salah satu hal yang ia butuhkan.

Hening sebentar, Grey sepertinya butuh waktu untuk menekan gengsinya.

"Bohong kalau aku bilang aku kuat Yah. Aku sama hancurnya sama Ana, bahkan, bisa dibilang hancurnya hatiku ini dua kali lipat. Bukan hanya hancur karena dia pergi, tapi juga hancur karena matahariku sekarang ga bersinar seperti dulu lagi. Tapi, aku harus gimana? Kalau bukan aku yang jadi sekuat baja buat bantu dia bangkit, siapa lagi? Aku iklasnya mungkin belum sepenuh hati, rela juga begitu. Tapi, kalau dengan iklas dan relanya aku bisa bikin Ana jadi punya alasan untuk kuat lagi, aku sanggup menanggung semuanya,"

Arya tersenyum, usai dengar ucapan panjang sekaligus bijak dari menantunya.

"Ayah bantu, biar ayah ambil peran buat nasehatin putri ayah. Mungkin kamu selalu bisa bikin dia tenang sebelumnya. Tapi, kali ini ayah yang turun tangan, ayah jamin semuanya bakal balik lagi kayak dulu,"

***

Yuhuu I'm back!

Siapa yang kangen cerita ini? Drop a coment please!!!

Jan lupa vote juga yaa

Soon ini bakalan end menyusul cerita lainnya

Please stay tuned

See yaa hwarang'ers

 [Wellington's 1] MY POSSESIVE GREYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang