Last! Happy reading!
Ana tatap hamparan bunga yang berwarna-warni di hadapannya. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah cantik wanita 24 tahun itu. Lima tahun berlalu, kepergian sang bayi masih jadi luka yang Ana simpan dalam memorinya.
"Piknik di sini aja nih kita? Padahal Mas bisa lho pesen tiket buat ke jeju, kan lebih proper ke sana," ucap Grey, yang kini sibuk membantu istrinya menata makanan yang mereka bawa.
Piknik sederhana di halaman belakang mansion orangnya Grey jadi pilihan Ana. Wanita dengan gaun putih tulang itu terkekeh pelan. Padahal, dibandingkan dengan pulau Jeju, halaman belakang kediaman mertuanya tidak kalah indah. Apalagi, dihiasi bunga-bunga cantik milik Caca, sang ibu mertua.
"Banyak mau kamu ah! Disini juga udah bagus banget tau," ucap Ana, mulai bersandar pada pundak Grey.
Pria 26 tahun itu hanya terkekeh pelan, sebelum beri elusan hangat pada puncak kepala istrinya.
"Ga kerasa yah Mas? Udah lima tahun aja kita ditinggal bayi. Dia apa kabar yah?"
Grey mulai menghela napas. Setelah sekian lama, akhirnya Ana kembali membahas luka lama mereka.
"Hey, kok mewek sih? Kan tujuan kita buat healing!" protes Grey, dengan nada yang dibuat-buat.
Ana terkekeh pelan. Sejak keguguran, mereka sudah mencoba program hamil. Namun, tak kunjung membuahkan hasil. Apalagi sejak keguguran, Ana memang diperkirakan sulit untuk hamil lagi. Mengingat, ia keguguran di usia yang belum begitu pas untuk hamil. Hidup mereka memang semakin mesra dan semakin dewasa dalam menyikapi masalah. Namun, tetap saja, kurang rasanya jika tanpa buah hati.
"Sayang, udah berapa kali Mas bilang? Ada dan ga adanya anak, Mas akan tetap bahagia karna Mas punya kamu. Kamu itu separuh napas Mas, jadi, kalau kamu sedih Mas jauh lebih sedih. Udah yah?" Grey berucap, sambil sesekali mengelus jemari Ana yang ada dalam genggamannya.
Ana terkekeh, ia memang sering mendapatkan jawaban seperti itu. Meski kadang ia juga menangkap Grey yang diam-diam berbinar ketika melihat anak-anak temannya yang mereka titipkan. Dasar! Si paling menyembunyikan kesedihan memang.
"Okey, aku ga bahas lagi. Sekarang kamu bakal aku kasih hadiah"
Grey menyergit, dalam rangka apa? Perasaan ulang tahunnya masih lama. Anniv mereka juga sudah lewat.
"Mukanya jangan gitu ih! Aku pengen aja kasih hadiah buat kamu. Dalam rangka apa ya? Mmm father's day?"
Baru saja Grey akan mengajukan protes, tetapi Ana dengan beraninya mengecup bibir pria itu. Memang, hal paling ampuh untuk membuat Grey diam adalah menciumnnya.
"Heran deh, kamu dulu cool abis. Sekarang malah bawel! Buka dulu kenapa sih Mas?!"
Melihat istrinya yang mulai kesal, membuat Grey mau tidak mau membuka kotak persegi yang berukuran sedang itu.
Dan...
"S-sayang? Ini beneran?"Ana mengangguk antusias, air matanya tidak terbendung, apalagi ia memang sangat menantikan momen ini.
Di dalam kotak tadi, terdapat sebuah baju bertuliskan "hello DADDY!", sebuah boneka teddy bear, testpack dan kartu ucapan selamat. Hal yang merupakan penantian terbesar kedua orang itu sudah terkabul pada akhirnya.
Grey memeluk istrinya, tumpahkan tangis hari pada pundak Ana yang juga bergetar hebat karena terisak.
Mereka sudah cukup sabar, cukup dipermainkan oleh takdir. Kini saatnya bahagia yang ambil peran.
"Kamu bener Mas! Tuhan selalu punya caranya buat semua hal jadi indah pada waktunya!"
Grey mengangguk, usai beri banyak kecupan pada kening Ana. Tangannya tidak berhenti elus lembut perut rata istrinya.
"Kita rawat dan jaga sama-sama yah?"
Lagi-lagi, Grey mengangguk. Masih terlampau bahagia dengan berita bahagia tadi.
"Kamu harus dengerin Mas yah! Pokoknya ga boleh bandel!"
Ana memutar bola mata malas, posesifnya Grey sudah kembali ternyata.
"Posesif amat ih!"
"Just for you honey!"
"Ya deh, my possesive Grey!"
Keduanya tertawa, sebelum habiskan waktu di tempat itu. Berbagi cerita dan kebahagiaan. Juga bertukar pendapat tentang berbagai hal yang sudah mereka lewati.
Ana dan Grey, selamat berbahagia dengan versi kalian sendiri, selamanya hingga tua, karena kalian pantas!
-E N D-
KAMU SEDANG MEMBACA
[Wellington's 1] MY POSSESIVE GREY
Novela JuvenilGimana rasanya dipossesifin cowok? Seru? Ngeselin, atau romantis? Tapi, kalo yang possesifin itu abang sepupu gimana rasanya tuh? Mau baper, tapi dia sodara kamu. Mau berusaha ga baper, tapi dia terus-terusan bikin baper. Ah susah! Begitulah rasa...