53

336 5 0
                                    

Happy reading!!!

Grey rangkul sang istri yang kini menemaninya menghadiri pemakaman rekan seperjuangannya sejak SMA. Hujan yang selalu jadi pengantar perginya seseorang ke pangkuan pencipta, tidak jadi alasan untuk sepasang suami istri itu untuk melayat.

Ana menangis tanpa suara, meski ia mulai bisa menerima kepergian anaknya, tapi, rasanya ia masih saja tidak terima dengan keadaan. Apalagi, melihat keadaan Elona di depan sana, menangis bersama Dion, meneriaki nama "Arlan" anak mereka yang berpulang pagi tadi.

Grey turut menangis di balik kacamata hitam yang ia kenakan. Bedanya, cowok itu tetap tegar karena harus memberikan salam perpisahan terakhir untuk rekannya.

Remasan pada tangan Ana semakin kencang,membuat tangisnya semakin menjadi. Ia terisak, membayangkan peristiwa buruk yang mereka alami beberapa minggu yang lalu.

"Sayang, mau ke mobil aja? Mas harus ngasih salam perpisahan sebentar, nanti disusul yah?" ucap Grey yang dibalas gelengan oleh sang istri. Sejak peristiwa buruk itu, Grey berubah semakin manis. Ia benar-benar keluar dari dirinya yang kaku. Menjadi seorang suami siaga yang bertutur kata lembut dan berperilaku manis.

Grey mengangguk paham, sebelum menuntun istrinya untuk ikut duduk di dekat nisan Arlan. Beberapa rekan seperjuangan Grey juga ada di sana.
Derren dengan istrinya, Jodan, Alvino, Ares, Bimo bahkan senior mereka yang juga merupakan sahabat ayahnya.

"Arlan, saya mewakili teman-teman benar-benar mau makasih sama kamu. Sejak awal om Dion bawa kalian ke mansion, kamu  dan Ares sudah kami anggap saudara kami sendiri. Maaf, karena kami lalai dan ga bisa jadi pendengar buat setiap keluh kesah kamu. Kami benar-benar minta maaf juga untuk setiap perilaku yang mungkin merugikan kamu. Arlan, saya dan teman-teman akan ikuti setiap arahan kamu. Kami akan jaga Ares buat kamu. Terima kasih sudah jadi bagian dari keluarga besar Hwarang' sampai akhir usia kamu. Ar, losing is never easy right? We'll be missing you everyday. Kamu akan selalu terkenang di kehidupan kami semua sebagai adik terbaik. Rest in love, hero! Res in peace bro! Till we meet again!"

Usai mendengar pesan terakhir dari Grey untuk Arlan, Ana memeluk lengan kekar suaminya. Beri tepukan pelan pada pundak Grey yang bergetar. Suara isak tangis bak backsound di sore itu. Melepaskan kepergian seseorang memang tidak pernah muda. Ana tahu rasanya.

"Grey, can we talk?"

Grey mengangguk pelan, pria itu sudah berganti baju dengan piyama biru gelap yang senada dengan gaun tidur milik Ana. Mereka kini sudah kembali dari pemakaman Arlan yang mereka hadiri sore tadi.

"Ada apa sayang?" tanya Grey, dekap lembut tubuh istrinya yang sudah ia bawa ke dalam pangkuannya.

"I'm sorry,"

Sedikit tercengang dengan ucapan istrinya, Grey hanya diam, sambil tatap bola mata Ana yang sudah mulai berkaca-kaca.

"Kenapa minta maaf sayang?"

"Aku udah nyusahin banget sebulan belakangan ini. Aku ga pernah mikirin keadaan kamu, aku egois"

"Hey, kok ngomong gitu? Kamu ga pernah kayak gitu lho sayang"

"Soal bayi, aku tau mungkin sebagai seorang ibu aku hancur. Hancur banget malah hatiku kalau ingat penyebab bayi pergi itu karna aku yang lalai. Tapi, aku ga pernah mikirin gimana keadaan kamu. Gimana perasaan kamu, aku malah ga pernah mau ngasih support ke kamu. I'm sorry. It's must be hard for you!"

"Hey, sayang dengerin aku yah. Aku memang ngasih kamu waktu untuk sembuh. Karna ayah selalu bilang, kalau waktu itu obat terbaik untuk kehilangan. Aku tau, bayi itu berarti buat kita. Apalagi, kamu yang selalu bawa dia selama empat bulan ini. Tapi, kamu perlu tau yah sayangku, kalau kamu itu ga kalah berartinya buat aku. Kalian berdua itu matahariku, hal yang paling berharga buat aku. Siapa bilang aku ga sedih? Aku sedih dan hancur juga, sama seperti kamu. Bedanya, aku sedihnya berkali lipat, soalnya aku juga hancur liat kamu kayak gitu. Tapi, aku belajar bahwa jadi kepala keluarga itu harus tahan banting. Jadi, sedihnya aku, dikesampingkan dulu, biar aku bisa jadi tempat buat kamu bersandar dan jadi kuat lagi."

Ana terdiam, usai dengar penuturan Grey yang luar biasa menyentuh hatinya. Isakan mulai terdengar, ia menangis karena tidak menyangka kalau sang suami punya beban yang tidak kalah berat juga.

"Grey, aku ga tau apa yang aku lakuin di kehidupan sebelumnya, sampai Tuhan percayakan aku buat miliki kamu jadi suami aku. Aku tau semuanya berat. Anak yang jadi anugrah terindah di pernikahan kita pergi tanpa sempat kita tahu rupanya. Tapi, aku tau kalau semua pasti punya hikmahnya. Liat Arlan yang tadi juga pergi, liat gimana reaksi om Dion dan Mbak Elona. Aku rasa, memang ini saatnya iklas. Aku memang sayang sama bayi, tapi aku tau dia juga mau kita bahagia. Dia mau lihat kita kuat dan maju. So, aku minta maaf karena untuk sembuh, aku butuh waktu sebulan. Tugasku sekarang kuatin kamu, jadi matahari kamu lagi."

Grey menangis, ia benar-benar menahan semua rasa sakitnya selama sebulan ini. Memilih fokus pada Ana
yang lebih butuh dikuatkan. Hingga sabarnya berbuah manis. Tuhan kini beri kesadaran untuk istrinya.

***

 [Wellington's 1] MY POSSESIVE GREYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang