Kicau burung yang terdengar sangat merdu itu pengisi utama pagi ini. Mentari juga tak mau kalah dengan menampakkan sinarnya yang tak kalah terang. Udara pagi juga terasa sangat menyejukkan. Sepertinya semesta pagi menunjukkan seluruh sisi baiknya.
Daniel memasuki kamar Jilan, putra bungsunya. Lalu ia mulai membuka tirai kamar Jilan, serta jendela kamar Jilan. Agar udara pagi yang masih bersih belum tercemar oleh polusi dan gubahan tetangga itu masuk. Ke dalam kamar putranya. Setelahnya, Daniel berjalan menuju tempat tidur Jilan. Dan mengusap surai tipis anaknya.
"Dek bangun udah pagi," ucapnya dengan nada rendah. Semua putra-putranya itu sangat mudah untuk dibangunkan. Namun tidak dengan putra bungsunya, yang sangat kebo.
"Eungh lima menit lagi Pa." Gumam Jilan yang semakin mengeratkan selimutnya.
"Jilan, Papa hari ini harus berangkat pagi nak. Ayo bangun papa gak ada waktu lama-lama." Tegasnya
Jilan mengerjab-ngerjabkan matanya, sembari menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Namun, hal pertama yang menyambut paginya adalah rasa pening di kepala nya. Sial. Jilan sangat tidak menyukainya.
"Kayaknya Jilan lagi gak enak badan deh Pa," adu nya dengan suaranya lirih.
Kening Daniel berkerut, "Masak sih." Lalu tangannya mulai terjulur untuk mengecek suhu tubuh Jilan. Tidak ada hawa panas sama sekali.
"Nggak panas tuh dek. Kamu mau bohongi Papa? Biar gak masuk sekolah? Iya?" Tuding Daniel.
Tak lama kemudian, Daniel dapat melihat Jilan yang menyengir lebar tak berdosa. Membuat darahnya mendidih sampai mata kaki. Sabar Daniel. Sabar.
"Hehehe Papa, tahu aja." Jilan mengubah posisinya menjadi duduk.
"Papa, Jilan ikut Papa kerja aja ya," celotehnya.
"Nggak! Kamu harus sekolah!" Jilan menghela nafas pasrah.
Bell berdering nyaring. Semua murid bergegas menuju kantin. Guna untuk memberi makan cacing-cacing yang ada di perut mereka. Jilan dan Chenle berjalan beriringan menuju kantin.
"Ji, nanti traktir gue ya. Bokek nih," pinta Chenle.
"Melarat banget sih Le, lo jadi orang." Cetus Jilan. Chenle hanya menyengir saja. Toh ia sudah terbiasa dengan mulut pedas sahabat nya ini. Tunggu bukan sahabat lagi, melainkan ATM berjalan.
"Yaelah Ji lo 'kan kaya, sekali-kali sedekah gitu sama gue." Ucapnya sambil menyenggol lengan Jilan.
"Sudah nggak sekali-kali, tapi tiap hari!"
Suara hiuk piuk menyambut mereka saat sampai di kantin. Semua murid pada berdesakan untuk membeli makanan. Chenle dan Jilan sama-sama diam, hingga Jilan bersuara.
"Le lo yang pesen ya, gua cari meja dulu."
"Tapi pakai duit lo ya Ji."
"Hm." Setelah menyerahkan uang selembar berwarna biru kepada Chenle, Jilan langsung mencari meja yang kosong.
Sepulang sekolah, Chenle ikut pulang Jilan. Hal seperti itu sudah biasa bagi keduanya. Chenle memang sering bermain ke rumah Jilan. Bahkan Chenle sudah sangat dekat dengan Daniel dan kedua kakak Jilan.
Tak lama kemudian, akhirnya mobil yang dikendarai Chenle sampai di mansion mewah dan juga elegan milik Jilan.
Sesampainya di dalam, Chenle langsung menghempaskan tubuhnya di sofa super empuk yang ada di mansion itu. Sedangkan Jilan, ia berjalan menuju meja makan untuk mengambil air putih.
Walaupun tidak hanya sekali ia sudah ke rumah Jilan. Namun, tak membuat Chenle untuk tidak bergumam kagum dengan sekitar. Mewah. Sungguh mewah. Sampai akhirnya...suara pecahan gelas yang berasal dari dapur membuat Chenle memekik.
Prang
"Astaga Jilan!" Chenle berlari menghampiri Jilan. Yang disana sedang berjongkok sambil memegangi kepalanya.
"Ji, lo baik-baik aja?" Tanyanya panik.
Jilan mengangguk, "Kepala gue tiba-tiba pusing Le."
"Yaudah gue bantu ke kamar."
Brakk
Pintu di buka kasar oleh seseorang dengan penampilan kacau. Jangan lupa dengan raut paniknya. Siapa lagi jika bukan Jean. Setelah mendapat telepon dari sahabat adeknya, dan memberi tahu bahwa adeknya itu kambuh, Jean langsung melesat pulang.
"Bang! Pelan-pelan bisa kan? Kasihan Jilan baru aja tidur. Untung gak kebangun." Ujar Chenle. Jean mendekat ke Jilan yang tertidur. Dengan menggunakan alat bantu nafas.
"Ini tadi awalnya gimana?" Sembari beralih memandang Chenle.
"Nggak tahu bang. Tadi Jilan ngambil minum di dapur, terus tiba-tiba gue denger suara gelas pecah. Dan ternyata, itu berasal dari gelas Jilan yang jatuh. Dan saat gue kesana, gue lihat Jilan jongkok sambil memegangi kepalanya. Dan dia juga bilang pusing dan nafasnya juga terdengar berat."
Jean menghela nafas lelah. Lalu ia menatap Jilan dengan binar sendu. Sungguh Jean tidak suka melihat Jilan terpejam seperti ini. Jean lebih suka dengan adeknya yang banyak tingkah.
TBC
Jangan lupa vote dan komen ya 👑
Salam cinta dari dedek Jilan💚👑
Kudus, 27 Januari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Jilan Xavier [Triple J Ft Nct Dream]
Random"Kata papa, Jilan ngga boleh pergi harus tetap bertahan. Tapi semakin Jilan berusaha, Jilan semakin sakit." ~ Jilan Xavier Erlando Luois. "Berjuanglah!. Abang akan selalu ada untuk mu." ~ Jean Xavier Jeammes Luois. "Jilan harus bertahan apapun yang...