Setelah kejadian satu minggu yang lali, kondisi Jilan sering naik turun terus menerus. Membuat semua orang khawatir setiap harinya. Dan selalu berjaga-jaga untuk selalu menemani Jilan. Daniel melarang keras Jilan masuk ke sekolah, ia menyuruh Jilan fokus pada kesehatannya, dan beristirahat di rumah.
Sedari kemarin, Jilan berada di kamarnya terus. Anak itu mengeluh tubuhnya sangat lemas, sekedar jalan ke kamar mandi saja Jilan membutuhkan bantuan untuk memapahnya. Daniel masuk ke dalam kamar Jilan sambil membawa nampan berisikan sarapan Jilan. Daniel tersenyum tipis saat melihat putranya itu masih terlelap dengan mulut yang terbuka sedikit. Bayinya begitu menggemaskan.
Daniel menaruh nampan tersebut di atas nakas, setelahnya duduk di tepi ranjang anaknya.
"Adek bangun ayo sarapan."
Jilan langsung membuka matanya, dan menetralkan pandangannya.
"Cepet banget paginya," gumam Jilan. Jilan mendudukan tubuhnya.
"Gimana masih ngerasa lemas atau udah baikan dek?" Daniel bertanya memastikan kondisi tubuh putranya.
Jilan menggeleng, "udah segeran Pa."
Daniel mengangguk, mengucap syukur dalam hati. Setelahnya Daniel membantu Jilan pergi ke kamar mandi, dan menunggui putra bungsunya makan sarapannya.
"Kakak gimana, udah nentuin baju buat acara tunangan kakak?" tanya Kina kepada Jevans, putra sulungnya.
"Belum mi, rencananya aku mau ajak mami buat cari butik yang menurut mami bagus. Soalnya aku sama Eleya takut kalau butik yang kita pilih gak bagus mi."
"Yaudah nanti kalau udah ditentuin kapan tinggal bilang Mami ya, mami siap membantu kapanpun." Jevans tersenyum sembari mengangguk.
"Mami." Panggil Jilan yang baru keluar kamar dengan muka bantalnya. Ia baru bangun dari tidur siangnya.
"Adek sini gabung, adek butuh sesuatu?"
"Haus, mau susu."
"Adek duduk sana sama Abang dan kakak, biar mami buatin susu." Jilan mengangguk, lalu duduk dipangkuan Jevans.
Tumben sekali siang begini mereka bisa berkumpul seperti ini. Meski minus papanya. Kayaknya abis membicarakan soal acara tunangan kakaknya yang sebentar lagi akan diadakan.
"Badannya enakan dek?" Jilan mengangguk saja, jujur ia masih mengantuk.
Tak lama kemudian Kina memberikan segelas susu kepada Jilan. Yang langsung di minum Jilan seketika langsung tandas. Dan memberikan gelas yang sudah kosong itu ke maminya.
Di sebuah rumah yang sama megahnya kini sepasang suami istri sedang beradu argument. Siapa lagi jika bukan Adera dan suaminya, Darion.
"Apa kamu masih belum bisa juga menerima anak kamu itu?" tanya Darion.
"Mas!" tekannya.
"Ra! mau sampai kapan kamu jadi sosok wanita jahat gini." Darion berusaha menasehati istrinya. Menurutnya, sudah cukup ia memantau istrinya itu. Ia kira tanpa ia sentuh, istrinya bisa berubah sendirinya. Namun ternyata, istrinya butuh ia sadarkan.
"Kamu kenapa sih mas, tiba-tiba bahas ginian?" Adera sudah mulai tersulut emosi. Jujur ia juga tidak tahu kenapa bisa sebenci ini sama Jilan.
"Jilan anak kamu juga Ra, sama kayak Senja."
"MAS CUKUP!"
"ADERA DENGERIN AKU!" dirasa Adera sudah agak tenang, Darion melanjutkan kalimatnya.
"Dengar-dengar sakit Jilan semakin parah Ra. Aku gamau kamu merasakan penyesalan dalam hidup, karena udah nelantarin anak kamu sendiri. Jilan hanya pengen ketemu kamu sayang, cuman pengen kamu mengakui jika dia adalah anak kamu. Hanya permintaan sederhana seperti itu yang ia inginkan sayang." Menceritakan sosok Jilan, mengapa Darion merasakan perih di hatinya. Ia membayangkan jika anaknya di posisi itu.
Adera diam dan menunduk, mencerna semua perkataan suaminya. Tak terasa, air matanya luruh begitu saja. Hatinya berdenyut sakit. Perasaan apa ini Tuhan.
"Aku takut jika suatu saat Jilan milih menyerah, dan tidak memberi kesempatan untuk kamu meminta maaf untuk semuanya. Karena penyesalan sungguh menyakitkan. Aku harap kamu bisa memikirkan baik-baik ya, jika kamu mau ketemu Jilan, aku dengan senang hati mau mengantar kamu." Darion mengusap punggung sempit istrinya sebentar, hingga ia memutuskan untuk pergi ke ruang kerjanya.
Meninggalkan Adera yang kini dengan fikiran berkecamuknya.
"Ji-jilan?"
"Sussstttt anak Mami bobok nyenyak ya sayang," Kina bersiul menenangkan Jilan agar anak itu tertidur pulas.
Sudah larut malam, namun Jilan belum juga bisa memejamkan matanya dengan pulas. Dadanya terasa sesak meski kini ia sudah menggunakan masker oxygen. Dan Kina setia mengusap dada Jilan, berharap organ di dalam sana tidak nakal.
"Kamu tidur aja, biar aku yang jaga Jilan." Kata Daniel.
"Biar aku aja mas, kamu istirahat sana."
"Kina." Daniel tidak membentak, melainkan menekankan, jika ia tidak mau di bantah. Sudah cukup istrinya capek seharian mengurus anak-anak. Kini biar giliran dirinya mengurus Jilan.
"Ya sudah kalau gitu aku ke kamar dulu mas, kalau adek kenapa-kenapa langsung panggil aku mas."
"Iya sayang."
Cup
Kecupan hangat mendarat di kening Kina. Membuat dirinya tersenyum hangat. Setelahnya ia berpamitan kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
"Abang mana Pa?" tanyanya lirih tanpa membuka matanya.
"Baru perjalanan pulang dek, nanti kalau udah pulang abang langsung nemuin adek. Adek tidur aja dulu ya."
Jilan tidak menjawabnya, ia sibuk mencari posisinya nyamannya. Hingga akhirnya ia bersuara kembali.
"Pa rasanya semakin ssa-kit, buat napas aja Ji-lan kepayahan," keluhnya ingin rasanya ia menyerah. Dalam pejamnya ia selalu berharap, bahwa esok hari mampu membuka matanya kembali. Setidaknya....demi papa.
TBC
Seperti biasa jangan lupa vote dan komen buat Jilan ya!!
Aaa kasihan aaa pasti pada nungguin ya😸
Kudus, 30 Januari 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jilan Xavier [Triple J Ft Nct Dream]
Random"Kata papa, Jilan ngga boleh pergi harus tetap bertahan. Tapi semakin Jilan berusaha, Jilan semakin sakit." ~ Jilan Xavier Erlando Luois. "Berjuanglah!. Abang akan selalu ada untuk mu." ~ Jean Xavier Jeammes Luois. "Jilan harus bertahan apapun yang...