👑Jilan Xavier👑 (04)

3.9K 373 9
                                    

Bukannya aku tak mengharap hadirmu, namun mereka yang tak
pernah menyinggung sosok mu👑


Bukannya aku tak mengharap hadirmu, namun mereka yang tidak pernah menyinggung sosok mu.

👑Jilan Xavier Erlando Luois👑

Jilan menuju meja belajarnya, tangannya mengambil sebuah buku bersampul berwarna navy. Tepat warna favorit Jilan. Di sampul buku tersebut tertera judul- 'Sejuta angan Jilan'. Dibukanya halaman baru yang masih kosong. Lalu tangannya mulai menari-nari di atas lembaran kosong nan putih itu. Sedikit demi sedikit coretan tinta itu memenuhi lembaran kosong tadi. Yang tadinya kosong, sekarang terisi.

Jilan menulis semua keluh kesahnya di buku diary tersebut. Jangan katakan Jilan lebay! Karena seorang laki-laki juga manusia bukan? Apalagi Jilan yang notabenenya masih anak-anak.

Semua orang tahu nya Jilan bahagia tanpa membutuhkan kasih sayang dan perhatian akan sosok seorang ibu. Namun, hati seseorang siapa yang tahu? Jilan sangat ingin bertanya kepada Papa, kakak, dan juga abangnya bagaimana sosok mama nya itu. Apakah mama nya itu sangat cantik? Baik? Jilan rasa, mama nya sangat cantik dan juga sangat baik.

Sedari Jilan kecil, Jilan tidak pernah melihat sosok mama nya barang satu kali saja. Jilan tak pernah merasakan apa itu kasih sayang seorang mama. Ingin sekali rasanya dapat merasakan belaian dari mama nya. Ingin sekali Jilan menanyakan keberadaan mama nya kepada sang Papa. Namun, Jilan tak mau membuat hati sang papa sakit dengan pertanyaannya. Jadi...Jilan hanya mampu menuangkannya dalam sebuah tulisan.

Setelah selesai menulis, Jilan menyimpan buku berwarna navy itu ketempat yang aman. Jangan sampai ada yang melihatnya. Karena buku itu adalah sejuta rahasia Jilan.

Jilan berjalan ke arah jendela. Jilan membiarkan angin menerpa wajahnya. Membiarkan dingin menusuk permukaan kulitnya. Menghiraukan jika angin malam tidak baik untuk kesehatannya.

"Mama dimana? Jilan pengen lihat wajah Mama."

Jilan terusik dalam tidurnya saat merasakan teramat sesak di dadanya. Nafasnya tersengal-sengal. Seperti ada batu besar yang menghimpit dadanya. Jilan mencengkeram erat dada kirinya. Suara batuk terdengar sangat keras dan memilukan.

"Pa-pa to-long hah hah ishh sssakit."

"Uhukk...uhukkk."

"Sa-kit hah tolong." Jilan berusaha mengubrak abrik nakasnya guna mencari tabung obatnya. Namun, ia tak menemukannya.

Brakk

Jilan jatuh terlentang ke bawah. Matanya memejam erat, serta kerutan pada keningnya. Yang sudah menjelaskan jika Jilan sedang kesakitan.

Jilan berusaha meraup oxygen sekitar. Namun sepertinya udara enggan mendekat.

"Hah...hah kak-to-long."

"Sssakit." Jilan menitikkan air matanya.

Daniel menggenggam tangan Jilan yang terbebas dari infus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Daniel menggenggam tangan Jilan yang terbebas dari infus. Ia tak henti-hentinya merapalkan segala doa untuk putranya. Daniel masih sangat syok dengan kejadian tadi.

Daniel terbangun dari tidurnya saat merasa haus. Setelah mengambil air di dapur, Daniel mengecek keadaan semua putra-putranya. Itu sudah menjadi rutinitas jika Daniel terbangun di larut malam.

Ceklek

Daniel membuka pintu kamar Jilan yang memang tidak pernah di kunci. Karena Daniel sangat mewanti wanti putra bungsunya agar tidak mengunci pintu kamarnya. Daniel khawatir jika seandainya Jilan kambuh.

"Astaghfirullah JILAN!" Daniel terkejut saat mendapati anaknya yang sudah terkapar tak berdaya di dinginnya lantai.

Daniel merengkuh tubuh Jilan, "Adek bangun nak!" Daniel mencoba menepuk nepuk pipi Jilan. Namun tak ada respon.

"JEAN! JEVANS!"

Dilihatnya wajah Jilan yang sudah pucat pasi, serta bibir yang membiru dan nafas yang terputus-putus, Daniel segera membopong tubuh anaknya untuk ia bawa ke rumah sakit. Diikuti dengan kedua putranya.

Malam tergantikan oleh pagi.

Eungh

Mata indah yang semula terpejam kini di pastikan akan terbuka. Jilan mengerjab-ngerjabkan matanya menyesuaikan cahaya. Putih. Itulah yang pertama kali Jilan lihat. Sudah pasti dirinya kini berada di rumah sakit.

"Alhamdulillah adek udah sadar." Ujar Jean sembari tersenyum senang.

Jilan tersenyum tipis di balik masker oxygen yang sekarang ia kenakan.

"Bu-ka."

"Sebentar ya, biar dokter periksa dulu keadaan kamu." Setelahnya, Dr. Vandi memeriksa keadaan Jilan. Dr. Vandi adalah dokter Jilan sedari kecil. Hubungan mereka hingga sudah seperti keluarga.

"Ganti nassal canula aja ya?" Jilan mengangguk.

"Gimana keadaannya Van?" Tanya Daniel.

"Alhamdulillah keadaannya sudah berangsur membaik. Kalau begitu aku permisi ya." Daniel lagi-lagi mengangguk. "Terimakasih."

Daniel mendekat ke Jilan. Diusapnya lembut surai tipis Jilan.

"Udah enakan?" Jilan mengangguk.

"Papa," panggil Jilan dengan suara seraknya.

"Kenapa hm? Ada yang sakit?" Tanya Daniel beruntun.

"Kaki adek pegel banget." Keluhnya.

Jean berjalan mendekat. "Sini biar Abang yang pijat kaki adek." Lantas Jean tanpa penolakan mulai memijat kaki adeknya.

"Makasih Abang." Jean tersenyum sembari mengangguk.

Perlahan mata indah Jilan kembali tertutup lagi. Diiringi usapan lembut dari sang Papa dan pijatan dari sang Abang. Duh enaknya.

Selesai visit, Jevans langsung bergegas ke ruangan adeknya di rawat. Sesampainya di sana, terlihat adeknya itu sudah bisa tersenyum dan bercanda dengan sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Chenle.

Sahabat adeknya itu terlihat sangat tulus berteman dengan Jilan. Membuat Jevans tenang.

Jevans melangkahkan kakinya mendekat ke arah Jilan. Tangannya terjulur membelai rambut Jilan.

"Papa sama abang ke mana dek?"

"Papa ke kantin beli makan, kalau Abang pergi ke kampus." Jevans mengangguk. Ia bersyukur adeknya masih berada di sampingnya. Ia tak bisa membayangkan jika kemarin malam ia telat menemukan adeknya itu.

TBC

Jangan lupa vote dan komen zeyeng🍒

Jilan undur diri sebentar ya. Mungkin dalam waktu dekat nggak bisa up. Kita berpisah dulu, bye2.

Kudus, 14 Januari 2022



Jilan Xavier [Triple J Ft Nct Dream]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang