"Abang~ Jilan pengen sushi abang~" siang bolong Jilan terus saja merengek menyuruh Jean membelikan sushi. Tiba-tiba saja dirinya ingin sekali memakan sushi, kayak orang hamil lagi ngidam saja.
Jean mendesah keras. Dirinya sudah capek pulang dari kampus, langsung ke rumah sakit, baru saja merebahkan tubuhnya di sofa udah disuruh saja. Bukannya tidak mau, tapi kali ini tubuhnya benar-benar sangat capek. Hari ini aktivitasnya memang lumayan banyak.
"Nanti aja deh dek, capek abang. Di luar panas lagi."
"Ishh abang! Jilan laper abang, belum makan," rengek Jilan lagi membujuk sang abang agar membelikannya sushi.
Tak lama kemudian, suara pintu kamar rawat Jilan terbuka.
'Klek'
Masuklah Jevans yang masih dengan jas kebanggaannya. Yaitu jas rumah sakit. Ia melangkahkan kaki jenjangnya mendekati ranjang Jilan.
"Ada apa kok kayak ribut-ribut?" sayup-sayup tadi saat membuka pintu sepertinya mendengar kedua adiknya berdebat.
"Kak Jeje abang gak mau beliin Jilan sushi, Jilan 'kan laper." Adunya.
:(
Jevans melirik ke arah Jean, adik sulungnya. Wajahnya memang terlihat sangat capek. Lalu ia melihat ke arah Jilan lagi.
"Yaudah biar Kakak aja yang beliin kamu sushi." Jevans memang seperti itu, selalu tenang dalam menghadapi adiknya. Apalagi si bungsu yang banyak kemauannya.
"Gak ngrepotin?" tanya Jilan dengan memiringkan kepalanya ke kanan.
Membuat Jevans gemas sendiri. Ia mengusak rambut Jilan pelan.
"Nggak ada ngerepotin!"
"Kakak mau keluar kamu mau nitip apa Je?"
"Mie ayam aja deh kak sama es teh manis," pintanya.
"Okee." Jean agak bingung dengan kedua adiknya yang memang agak lain. Random tingkahnya.
"Enak dek?"
Jilan mengangguk sembari tersenyum lebar di kondisi mulutnya kini dipenuhi oleh sushi, sehingga membuat pipinya menggembung. Jilan sangat menikmati makan siangnya kali ini. Kakaknya tidak salah pilih restoran, sushi kali ini sungguh-sungguh nikmat buatnya.
"Sering-sering beliin Jilan sushi ini ya kak," pintanya disela-sela mengunyah.
"Iya pasti kakak beliin lagi. Udah makan dulu aja jangan sambil ngomong."
Jevans dan Jean memandangi Jilan dengan arti masing-masing. Intinya mereka bahagia melihat Jilan yang sangat antusias makan kali ini, setelah kemarin anak itu kembali drop. Dan mereka bersyukur, tadi pagi dan sampai sekarang keadaannya membaik.
Ngomong-ngomong soal Daniel, papa muda beranak tiga itu tadi pagi terpaksa pergi. Karena ada urusan yang sangat penting, menyangkut putra bungsunya. Dan akan kembali nanti malam, jika tidak ada halangan.
Sehabis isya', Daniel baru sampai di rumah sakit. Langsung melesat ke dalam ruangan putranya. Ia sudah sangat merindukan setan kecilnya. Bagaimana kabarnya hari ini setelah seharian penuh tadi ia tinggalkan, dan ia pun tak bisa memegang hp karena sibuknya.
Daniel membuka pintu kamar dengan pelan, tungkainya ia bawa masuk ke dalam. Alis Daniel naik satu, sembari menatap ke arah Jean. Tersirat pertanyaan apakah Jilan tidur.
Jean mengangguk. "Udah tidur anaknya Pa."
"Tumben jam segini udah tidur bang?" tanyanya sedikit heran.
"Iya Pa, mungkin kecapekan, Jilan kan hiperaktif." Daniel terkekeh mendengar jawaban Jean.
"Yaudah kalau gitu Abang pulang gih istirahat, pasti capek kan seharian nungguin adek."
Jean mengangguk, "iya Pa capekkk banget. Yaudah aku pulang dulu Pa, assalamualaikum." Dengan mencium punggung tangan Daniel, Papa.
"Wa'alaikumussalam, butuh uang gak bang?"
"Nggak, uang Jean masih. Jean pulang."
"Mama, Jilan sayang Mama. Sayanggggg bangetttt," ujarnya seraya memeluk tubuh Dera. Tubuh seseorang yang selalu ia rindukan kehadirannya. Dan sekarang, kini ada di pelukannya. Membuat hatinya berbunga.
"Mama juga sayang Jilan," katanya sembari membalas pelukan putranya.
Jilan terbengong, menatap wajah Adera, apakah dihadapannya ini benar-benar mama-nya? bukannya mama membenci dirinya? entahlah yang penting kini ia merasakan pelukan sang ibu. Begitu hangat, ah Jilan tidak ingin lepas dari pelukan ini.
"Mama...mama..."
"Ma...Jilan sayang Mama."
"Adek bangun nak!" Daniel mencoba membangunkan Jilan yang terus bergumam tidak jelas dalam tidurnya.
Jilan sontak membuka matanya perlahan. Lalu melihat sekelilingnya. Sepi. Hanya ada papanya yang menemaninya.
"Ah ternyata cuman mimpi," lirihnya pelan, dengan nada kecewa. Ia kira mama udah gak benci dirinya lagi. Ternyata lagi-lagi ia disadarkan oleh realita jika itu hanyalah khayalan semata.
"Ngomong apa dek?" tanya Daniel yang memang tidak dengar apa yang dikatakan oleh Jilan.
Jilan hanya menggeleng, moodnya hancur pagi ini. Gara-gara mimpi.
"Dek Papa mau ngomong penting sama adek. Tapi sebelumnya Papa minta pengertiannya ya sama kamu." Ujar Daniel serius.
"Iya Pa," Jilan mulai fokus pada pembicaraan kali ini. Karena dari wajah Papa nya kini sepertinya ada hal penting yang harus ia tahu.
"Nanti kalau udah boleh pulang ke rumah, Adek pindah ke kamar bawah ya, terus adek juga harus patuh sama ucapan Papa, Kakak, sama Abang juga. Kalau adek gak boleh capek-capek. Gak boleh keseringan naik tangga juga. Demi kebaikan adek." Daniel memberi semua wejangan tersebut semata karena sayang Jilan, ia tidak mau hal buruk itu terjadi dengan putranya.
"Keadaan Jilan semakin buruk ya Pa?" lirihnya. Ia sudah pastikan pasti jantungnya sudah semakin memburuk. Hingga ia harus menaati peraturan ketat kayak gini.
"Gapapa Papa pasti usahakan yang terbaik untuk kamu. Agar anak Papa bisa sembuh. Adek mau 'kan sembuh?"
Jilan hanya mengangguk tak bersuara. Rasanya begitu mustahil jika ia bisa sembuh.
TBC
Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya ya guyssss. Terus dukung Jilan ya!
Kudus, 20 Desember 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Jilan Xavier [Triple J Ft Nct Dream]
Random"Kata papa, Jilan ngga boleh pergi harus tetap bertahan. Tapi semakin Jilan berusaha, Jilan semakin sakit." ~ Jilan Xavier Erlando Luois. "Berjuanglah!. Abang akan selalu ada untuk mu." ~ Jean Xavier Jeammes Luois. "Jilan harus bertahan apapun yang...