(16)

65 0 93
                                    

Rowoon duduk termenung—bersandar di depan cermin besar ruang latihan mereka yang gelap dan sunyi. Ponselnya bergetar beberapa kali dalam saku celananya, pasti dari , Young Dae atau mungkin yang lain yang sibuk menanyakan keadaannya. Karena Rowoon menolak menghadiri pernikahan seniornya. Pria itu menyandarkan kepalanya dan menutup mata. Tenang. Kau sudah mempersiapkan semua ini, dia akan menikah dengan pria lain dan status persahabatan mereka tidak akan pergi ke mana- mana; itulah yang dia janjikan pada Cha Young. Janji yang dia tahu tidak akan bisa dia tepati.

Rowoon melirik bunga mawar dan kertas surat lusuh yang rencananya akan dia berikan pada Cha Young saat mereka berada di komidi putar—saat dia memberitahukan perasaannya pada Cha Young dan meminta kesediaannya menjadi kekasihnya. Saat itu Rowoon sangat yakin dan berani; yakin dia bisa melindungi gadis itu dan tidak akan melepaskannya apapun yang terjadi, dan yakin dia akan melindungi gadis itu dari siapapun, bahkan dari penggemarnya. Karena perasaannya pada Han Cha Young sudah terlanjur sangat dalam dan tidak bisa dia bendung.

Pandangannya mengabur dan diremasnya kertas surat lusuh itu, yang semula dijaganya dengan sangat baik. Hingga hari pernikahan ini tiba dia masih berdoa harapan seperti itu ada—dan bahkan suara dalam benaknya yang gila mengatakan bahwa mengasuh bayi yang bukan miliknya tidak terasa begitu mustahil lagi. Asal Han Cha Young menjadi miliknya.

Kemudian pria itu tertawa sendiri dan dua bulir air mata jatuh membasahi pipinya.

*Flashback*

Dua anak kecil itu tidur terlentang di atas padang rumput di samping lapangan basket, memandang langit sore. Cha Young menemani Rowoon berlatih basket seorang diri karena dia akan mengikuti pertandingan final besok dan memimpin tim sekolahnya.

"Saat besar nanti kau ingin menjadi apa?"

"Pemain bola basket tentu saja." Jawab Rowoon dengan mantap, lalu melirik gadis kecil di sampingnya. "kau?"

Cha Young menatap langit dalam diam, tapi pipinya memerah, sepertinya jawaban yang dia pikirkan membuatnya malu sendiri, dan Rowoon curiga. "Kenapa? Kau ingin menjadi apa?" pria itu mendorong pundak Cha Young pelan. Hidung gadis itu mengkerut dan pipinya lebih malu.

"Aku juga ingin jadi pemain basket," katanya polos. Rowoon tertawa. "Tidak ada atlet pemain basket wanita, Han Cha Young."

"Kalau begitu aku jadi pelatih bola basket."

"Itu juga sama saja,"

Bibir Cha Young mengkerut.

"Kau bahkan langsung pingsan hanya sekali disambar bola, kenapa kau mau menjadi pemain bola basket..." ujar Rowoon setengah mengomel.

"Rowoon, apa nanti kau akan menikah?"

Rowoon terdiam. Menikah? Gadis ini sedang bicara apa? Rowoon tidak tahu pasti tapi sepertinya menikah sangat merepotkan; pengalaman di rumah mengajarkannya. "Entahlah. Mungkin tidak." Jawab Rowoon asal, tidak menyadari ekspresi di wajah Cha Young.

"...kenapa?"

"Sepertinya menikah tidak seru. Gadis- gadis sangat cerewet dan bawel."

Cha Young tidak berkomentar, tapi pipinya semakin memerah dan gurat kecewa menghiasi wajah cantiknya.

"Kecuali kalau gadisnya kau, aku tidak keberatan."

Ekspresi Cha Young sekejap berubah menjadi cerah. "Benarkah?"

Rowoonmengangguk, tidak menyadari perubahan eskpresi di wajah Cha Young. "Kau baik, tidak cerewet, dan suka menemaniku latihan basket. Karena aku akan menjadi pemain basket, kau cocok jadi istriku."

Sebenarnya Rowoon tidak benar- benar asal menjawab, setelah dipikir- pikir sepertinya tinggal serumah dengan Cha Young tidak akan menimbulkan begitu banyak drama seperti orangtuanya; Cha Young sangat menyenangkan dan terlebih lagi dia hanya menyenangkan seperti itu jika bersama Rowoon. Dan Rowoon ingin melindungi gadis itu agar tidak dikerjai teman- temannya lagi. Hanya saja anak itu terlalu asyik berkhayal hingga dia tidak menyadari sahabatnya yang sudah diam- diam tersenyum girang sendiri di sampingnya.

Shine Where stories live. Discover now