Saat Chan memeriksa beberapa berkas itu, tiba-tiba Hyunjin datang membawa sebuah map.
"Hyunjin, jam berapa kau pulang? Kau menginap di rumah teman mu?" Tanya Chan pada pria itu. Hyunjin tersenyum, untuk pertama kalinya dia mendengar Chan seperhatian itu padanya.
"Iya" jawabnya.
"Berkas apa itu?" Tanya Chan. Hyunjin menghela napas dan mendekat ke arah pria itu.
"Chan aku ingin berhenti bekerja di sini" kata pria itu sambil memberikan surat pengunduran dirinya.
"Kau yakin Hyunjin?" Tanya Chan, pria itu kemudian mengangguk dengan mantap.
"Baiklah jika itu yang kau mau" kata Chan. Mungkin saat ini Hyunjin ingin fokus di rumah dulu atau mungkin dia lelah.
"Dan aku ingin kau menandatangani ini" katanya lalu memberikan sebuah map lagi.
"Apa ini?" Tanya Chan.
"Aku ingin bercerai dari mu" kata pria itu. Chan terdiam kemudian dia menatap pria itu.
"Hyunjin apa yang kau lakukan?" Tanya Chan pada pria itu. Hyunjin nampak tersenyum.
"Aku lelah disakiti oleh mu, sebaiknya kita mengakhirinya. Aku yang akan membayar sidangnya jadi kau tandatangan saja" kata pria itu. Chan benar-benar merasa bersalah mendengar itu dia lalu bangun dan mendekat padanya.
"Jika tak ada cinta di sebuah hubungan, maka untuk apa di pertahankan" katanya lagi sambil tersenyum.
"Hyunjin" panggil Chan.
"Jangan menatap ku begitu, lagipula istri mu sudah kembali kan? Jadi apa gunanya aku di sana? Ino juga sudah menemukan ibunya" kata pria itu.
♾♾♾
"Ibu ke mana?" Tanya Ino saat melihat Hyunjin menyeret kopernya dari kamar atas.
"Ibu mau pulang, jadi kamu diam sama ayah ya" katanya sambil mengusap rambut si manis.
"Bukannya ini rumah Ibu?" Tanya pria itu. Hyunjin nampak tersenyum, kemudian dia memeluk si manis.
"Terima kasih sudah menjadi anak ku, walaupun cuma hanya beberapa saat. Jangan nakal ya Ino" katanya sambil berkaca-kaca. Jujur dia sebenarnya tidak sanggup untuk berpisah dengan pria kecil itu.
"Maafkan aku jika aku tidak bisa menjadi Ibu yang baik untuk mu" katanya. Hyunjin sebenarnya menyayangi Ino, namun karena pekerjaan dia terlihat seperti menelantarkan anak itu.
"Aku pergi" katanya sambil pergi menuju pintu depan.
"Ibu mau ke mana?" Tanya Ino sambil menangis dan mengajar pria itu, tapi kemudian Chan terlihat menahannya dari belakang.
"Biarkan dia pergi Ino" kata Chan berusaha menenangkan anaknya. Chan merasa bersalah dengan pria itu, jika dia tahu akan seperti ini sebaliknya dulu dia tak menerima perjodohannya. Namun jika itu tak terjadi, maka dia tak akan menemukan Minho lagi.
"Ino jangan menangis ya, biarkan Ibu Hyunjin bahagia. Ayah sudah membuatnya sengsara" kata pria itu sambil berusaha menidurkan putranya itu.
"Jika Ibu Hyunjin tidak ada, aku tidak punya Ibu lagi" katanya. Chan nampak tersenyum pelan.
"Ino sekarang ibu mu ada di rumah nenek Lee" kata pria itu.
"Apa paman Lino adalah Ibu ku? Apa itu benar?" Tanya anak itu sambil menatap sang ayah. Chan langsung menganguk dengan cepat.
"Benar, dia ibu mu. Besok kita akan pergi ke sana menemuinya" kata Chan. Ino kemudian bangun dari sana.
"Aku mau dia sekarang" kata anak itu sambil menarik baju Chan.
"Ini sudah malam, biarkan dia istirahat" ujar Chan sambil menepuk kepala Ino. Namun anak itu menggeleng dan menangis, hal itu membuat Chan merasa iba dan dia pun memutuskan untuk membawa Ino ke rumah Keluarga Lee.
Saat itu sudah sangat larut, Minho entah kenapa sangat ingin minum teh jahe. Dia merasa mual di malam itu.
"Sampai kapan aku akan seperti ini?" Tanya pria itu sambil duduk di meja makan dan memijit keningnya. Karena tidak ada air hangat membuatnya harus membuatnya dulu.
Namun dia mendengar suara bel pintu. Si manis itu menatap ke arah jam, ternyata saat itu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
"Siapa yang bertamu malam-malam seperti ini?" Gumamnya, dia lalu berjalan mendekat ke arah sana.
Samar-samar Minho mendengar suara seorang pria dengan anak kecil dari luar.
"Tidak mau!" Suara itu membuat Minho terkejut. Dia tahu siapa pemiliknya.
"Minho siapa?" Suara itu terdengar dari lantai atas. Minho menoleh pada wanita itu sambil menggeleng.
"Tunggu biarkan aku yang membukanya" kata wanita itu lalu dia berjalan mendekat ke arah sana.
"Chan? Ino? Apa yang kalian lakukan malam-malam?" Tanya wanita itu sambil menguap. Chan nampak tersenyum dan menunduk memberi hormat.
"Nek mana ibu ku?" Tanya Ino pada neneknya. Mendengar itu membuat Nyonya Bang tersenyum.
"Minho" bisiknya, lalu pria manis itu menengok ke sana.
"Ino" panggil si manis. Dengan cepat Ino langsung ingin digendong oleh pria itu.
"Hati-hati ya" kata Nyonya Lee sambil membawa anak itu ke gendongan Minho.
"Ino kenapa? Tadi menangis ya?" Tanya Minho sambil mengusap rambut anaknya.
"Aku ingin sama ibu, Ibu Hyunjin pergi dari rumah. Jadi aku tidak memiliki Ibu di rumah" katanya sambil memeluk Minho.
Mendengar itu Minho langsung menatap ke arah Chan dengan tatapan tajamnya.
"Ibu sepertinya aku harus pulang, Ino sudah bersama ibunya sekarang" kata Chan sambil menatap mertuanya.
"Hai ini sudah malam, aku menginap saja di sini. Kalian bisa tidur di kamar Minho" kata wanita itu sambil membawa Chan masuk. Mendengar itu membuat Minho benar-benar kesal.
Minho nampak pergi membawa Ino digandongannya ke dapur untuk melihat air hangat. Sebenarnya dia melakukan itu karena ingin menghindari pria itu.
"Ino duduk ya, mau minum teh atau susu?" Tanya Ino sambil mendudukan anaknya di atas kursi.
"Ino tidak mau apa-apa, udah ngantuk" kata pria kecil itu.
"Minho, ibu mengatakan kau ingin membuat teh jahe kan. Biarkan aku yang membuatnya dan kau ajak saja Ino ke kamar untuk tidur, nanti aku akan membawakannya pada mu" kata Chan yang sudah di sana.
"Kenapa kau selalu mengikuti ku?" Tanya pria itu dengan ketus pada Chan.
"Ibu, Ino ngantuk" kata anak itu kemudian. Minho menghela napas, dia kemudian mematikan kompor dan menggendong anaknya pergi dari sana tanpa mengatakan apapun pada Chan.
Tak sampai sepuluh menit, Ino sudah terlelap di pelukan sang ibu. Minho tersenyum melihat anaknya itu, dia terlihat polos dan manis.
"Tunggu, apa dia mengusir Hyunjin dari sana?" Gumam Minho kemudian, dia seketika mengingat pria itu.
"Minho" panggil Chan sambil membuka pintu. Pria manis itu berusaha untuk melepaskan pelukan Ino darinya.
"Di mana aku harus menaruhnya?" Tanya Chan.
"Di toilet, tentu saja di sini" jawab Minho dengan ketus, Chan lalu menurut dan menaruhnya di sana.
"Kau baik-baik saja? Apa masih mual atau lemas?" Tanya Chan lalu dia duduk di samping istrinya itu.
"Kenapa kau menanyakan itu? Bukannya kau yang membuat ku seperti ini?" Tanya Minho kesal. Chan tak bisa berkata-kata sepertinya dia selalu terlihat salah di mata pria itu.
TBC
Jangan lupa vote dan komen ya
KAMU SEDANG MEMBACA
INFINITY | BANGINHO ✔
FanfictionNOTE: Sebelum membaca wajib follow akun author dulu!! BANGINHO FANFICTION Orang-orang mengatakan bahwa, cinta sejati bukanlah bagaimana kamu memaafkan, tetapi bagaimana kamu melupakan, bukan apa yang kamu lihat tetapi apa yang kamu rasakan, bukan ba...