Infinity ♾ - Episode 15

454 67 17
                                    

Lino memegang kartu nama itu, dia saat ini duduk di ruang tamu untuk menunggu orang tuanya. Dia bertekad akan pergi ke kota. Bagaimana pun caranya dia harus bisa membujuk mereka.

"Lino apa yang kau lakukan?" Suara itu terdengar dari ayah Lino yang membuka pintu.

"Ayah ibu, aku ....." Lino lalu menceritakan semuanya.

"Lino kota itu sangat jauh, jika terjadi sesuatu pada mu bagaimana?" Tanya pria itu berusaha berbicara berbicara lembut pada anaknya.

"Ada Hyunjin di sana ayah, dia pasti akan membantu ku" kata Lino dengan mata memohon.

"Lino" kata sang ibu. Tiba-tiba Lino menangis, dia tahu mereka pasti tidak akan membiarkannya pergi.

"Ibu ayah apa kalian tahu apa yang aku rasakan setiap hari. Walaupun aku tidak melakukan apapun membuat ku menjadi stres dan seperti manusia tidak berguna. Aku iri dengan orang-orang mereka sekolah dan bekerja. Sedangkan aku hanya diam saja di rumah seperti putri raja dan kalian susah payah mencari uang untuk ku. Aku tidak bisa seperti ini. Aku ingin hidup normal seperti semua orang di luar sana" Lino mengeluarkan semua keluh kesahnya pada kedua orang tuanya.

"Aku juga ingin membahagiakan kalian" kata lanjut Lino sambil menangis. Kedua orang tua itu tersentuh mendengarnya. Dia lalu mendekat dan memeluk anak semata wayangnya itu.

"Lino kami tidak bermaksud untuk mengekang mu, kami sangat menyayangi mu nak" kata sang ayah.

"Tapi ayah, aku tidak bisa terus seperti ini. Sepertinya aku ingin mati saja" kata Lino.

"Baiklah kalau begitu kau boleh pergi, tapi jangan ke mana-mana ya. Di rumah Hyunjin saja, kau akan bekerja di sana kan?" Tanya pria itu. Lino mengangguk pelan.

"Sudahlah jangan menangis lagi, kami sedih saat kau sedih" lanjut sang ibu.


♾♾♾


Hyunjin saat ini dihadapkan dengan tumbukan berkas itu. Dia benar-benar merasa lelah saat itu. Padahal saat itu adalah hari minggu.

Baru saja dia mendudukan bokongnya di kursi, dia lalu ingat sesuatu.

"Ino di rumah sendirian" kata pria itu yang baru ingat dengan anaknya. Dia lalu tanpa basa-basi keluar dan kembali pulang.


Tangisan itu memenuhi seluruh kamar, saat Ino membuka matanya rumah itu sangat sepi tak ada siapapun di sana.

"Ibu!" Panggil anak itu berkali-kali tapi Hyunjin tak datang. Tadi dia sudah keluar kamarnya. Di sana masih gelap karena lampu tidak dihidupkan.

"Aku takut" kata anak itu sambil menangis.

"Ino! Apa itu kau? Kau di dalam?" Suara itu terdengar dari luar rumah. Ino yang mendengar suara itu langsung turun dari ranjang dan kembali keluar sambil menangis.

"Ini Ino" kata anak itu sambil melangkahkan kaki di ruangan tamu yang gelap itu.

"Ini aku" kata suara itu terdengar familiar bagi Ino. Dia lalu berlari ke arah pintu depan.

"Paman Ino, aku sendirian di rumah" kata Ino sambil sesenggukan.

"Baiklah sekarang aku di sini" kata Lino dari luar pintu karena tempat itu terkunci sekarang.

"Kau tenang ya, aku ada di sini jangan menangis lagi" kata Lino berusaha menangkan pria kecil itu.

Beberapa saat kemudian, terlihat sebuah mobil yang masuk ke pekarangan rumah itu. Lino merasa tidak enak saat itu. Namun saat pria itu keluar, itu adalah Hyunjin.

"Lino? Itu Kau?" Tanya Hyunjin saat berjalan ke sana. Lino mengangguk kemudian dia tersenyum.

"Aaaa akhirnya mereka mengizinkan mu" kata Hyunjin dengan sangat bahagia begitu juga dengan Lino.

"Hyunjin apa kau meninggalkan Ino sendirian di rumah?" Tiba-tiba Lino bertanya itu. Hyunjin lalu ingat, dia langsung membuka pintu rumah.

Terlihat anak itu duduk di depan pintu besar itu dengan mata yang berair dan penuh ingus di wajahnya.

"Ino maafkan ibu" jawab Hyunjin langsung mengambil anak itu. Ino terlihat masih sesenggukan saat itu.

"Maafkan ibu ya" Hyunjin merasa seperti ibu yang jahat saat itu.


Hyunjin menghidupkan lampu rumah itu, dia lalu mendudukan Ino di sofa.

"Lino ayo duduk dulu" jawab pria itu. Lino mengangguk dia lalu menyeret kopernya ke sana.

"Kau ingin minum apa?" Tanya Hyunjin. Lino langsung menggeleng.

"Ibu aku mau makan" kata anak itu. Hyunjin mengangguk kemudian dia pergi ke dapur.

Lino hanya diam saja di sana, dia masih beradaptasi dengan tempat itu. Rumah itu sangat besar dan mewah sangat berbeda dengan rumahnya di kampung.

"Kenapa sepertinya tidak asing?" Batin pria itu.

"Lino maaf tapi apa kau bisa menyuapi Ino dulu, aku sedang ada pekerjaan di kantor" kata Hyunjin sambil menatap ponselnya.

Lino mengangguk sambil mengambil piring itu.

"Ino sama paman Lino dulu ya, ibu akan pulang nanti sore. Kalian pasti akrab nama kalian saja hampir mirip" kata Hyunjin sambil mengusap rambut pria itu. Ino nampak cemberut dan kecewa mendengar itu.

"Sampai jumpa, Lino jaga Ino ya aku akan pergi. Nanti sore kita mengobrol lagi" kata Hyunjin lalu dia menutup pintu.

"Oh Iya aku baru sadar jika nama kita hampir mirip ya" kata Lino pada pria itu. Ino lalu menatap Lino.

"Ayolah sayang, Ino sama paman ya. Paman akan bermain seharian dengan mu mulai sekarang" kata Lino. Anak itu kemudian mengangguk mendengarnya.

Entah kenapa Lino saat mudah membujuk pria kecil itu. Saat Ino bersama dengan Lino dia seperti anak penurut pada ibunya, padahal mereka sama sekali tidak memiliki hubungan darah sama sekali.

"Ino kau sudah sekolah rupanya" kata Lino saat melihat seragam dan tas sekolah milik anak itu.

"Iya Ino sudah sekolah, besok Ino sekolah" kata anak itu sambil bermain dengan legonya.

Mendengar itu membuat Lino tersenyum, saat mendengar kata sekolah membuat dia menjadi sedih.

"Dulu apa saja yang paman lakukan saat sekolah?" Tanya pria itu.

Lino nampak tersenyum, dia sebenarnya tidak ingat apa saja yang dia lakukan saat sekolah dulu. Ibunya dan Hyunjin hanya pernah bercerita saat dia sekolah dulu dia hanya tidur saja di UKS karena hidungnya terus berdarah. Jadi mungkin sangat tidak seru jika menceritakan itu pada Ino.

"Hmm dulu aku suka bermain dengan teman-teman. Hmm apa lagi ya" kata Lino mencoba berpikir.

"Aku juga sama seperti paman" kata Ino kemudian. Dia lalu menceritakan apa saja yang dia lakukan. Mendengar cerita dari anak itu membuat Lino tersenyum.

Dari tadi pagi Lino tidak makan, hal itu membuat perutnya menjadi lapar. Tapi dia masih baru di sana jadi dia tak berani melakukan apapun selain mengasuh Ino.

"Paman tiba-tiba Ino mengantuk ayo tidur" kata anak itu sambil menarik tangan Lino untuk naik ke kasur.

"Paman peluk Ino ya" kata anak itu sambil memeluk tubuh pria itu.


TBC

Jangan lupa vote dan komen ya

INFINITY | BANGINHO ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang