Part 2

6.3K 501 7
                                    

02. Salah

~°•°~

"Akh!" Naka meringis kaget saat tiba-tiba saja sesuatu yang tajam menggores punggung tangan kanannya. Punggungnya juga terasa nyeri karena Alca mendorong tubuhnya sampai menghantam tembok dengan keras. "Lo ngapain--"

Alca membungkam bibir Naka. Tidak memberikan waktu untuk kekasihnya itu berbicara. Alca harus menghukum Naka karena sudah berkata kasar. Dia tidak suka saat mulut manis kekasihnya ini melontarkan kata-kata kasar.

Ciuman Alca tidak ada lembutnya sama sekali. Sangat kasar. Bahkan Alca tidak ragu untuk menggigit bibir bawah Naka sampai mengeluarkan darah.

Ringisan tertahan dari Naka membuat Alca semakin berani. Lidahnya masuk ke dalam mulut Naka. Menjangkau apa saja yang bisa lidahnya jangkau. Sebelah kaki kanannya berada diantara kaki Naka.

Tidak ada perlawanan berarti dari Naka. Tidak seperti biasanya. Saat ini, Naka terlihat pasrah saja. Mungkin hatinya masih terasa kesal karena perkataan Naren tadi pagi. Alca yang mendengar penjelasan dari Nathan saja kesal, apalagi Naka.

Bibir bawah Naka, Alca tarik menggunakan giginya. Menatap wajah kekasihnya yang memerah. Napasnya memburu. Terpaksa menahan napas karena ciuman tiba-tiba Alca.

Alca menghela napas. Sekarang dia benar-benar menjauh. Menatap bibir Naka yang bengkak karenanya. Ada juga bekas luka kecil akibat gigitan Alca. Alca meringis pelan. Dia memang kadang masokis, suka bahkan semakin terangsang kalau Naka tidak dapat melakukan apapun. Hanya menerima semua perlakuan kasar Alca hanya karena untuk memuaskan hasrat seksualnya.

Tapi ya tetap saja, dia tidak suka melihat Naka terluka. Apalagi di bibir. Tempat favouritenya Alca. Bibir tipis dan berwarna merah muda itu tampak selalu menggoda Alca untuk melumatnya. Membuatnya bengkak dan basah karena saliva. Alca suka. Bahkan sangat.

Alca membawa tubuhnya menjauh. Dia menarik tangan kanan Naka. Ada luka goresan disana yang bahkan masih mengeluarkan darah. Alca menoleh ke kanan dan kiri. Dia rasa, ada kran di sekitar mereka. Dan benar, ada kran air.

"Sini, Na." Alca menarik Naka agar mendekat ke arah kran. Alca membuka sedikit kran airnya. Membasahi tangannya sendiri lalu ia usapkan ke sekitar luka di punggung tangan Naka.

Naka berdecak. "Gak perlu gitu juga."

"Biar gak infeksi," balas Alca tanpa menatap Naka sama sekali.

Setelah di rasa bersih, Alca menempelkan jas sekolahnya pada sekitar punggung tangan Naka dengan perlahan. Takut menyakiti Naka walaupun Naka sendiri tidak merasakan sakit sama sekali. Naka pernah melakukan hal yang lebih parah. Bahkan Naka sampai harus mendapatkan beberapa jahitan.

Saku jas Naka rogoh. Dia selalu membawa plester luka. Sebagai jaga-jaga saja, siapa tau Naka terluka dan dia bisa langsung mengobatinya. Bungkus plester luka ia buka lalu menempelkannya dengan perlahan di atas lukanya. Mengusap plesternya menggunakan ibu jarinya.

"Makasih," Naka menarik tangannya menjauh.

Alca menatapnya. Ya walaupun Naka lebih tinggi, tapi Alca selalu bisa mendominasinya. Untung saja posisi mereka gak ketuker-tuker. Soalnya, Naka ini bisa saja mendominasi Alca kalau Naka memiliki niat yang besar. Tapi sepertinya Naka tidak mau berbuat lebih. Dia hanya akan menerima. Seperti apa yang selalu ia lakukan.

Tapi dipikir-pikir, Naka sudah sering menolak sejak dia mengenal Alca. Tidak sepasrah dulu. Itu bagus sih walaupun imbasnya sangat terasa bagi Naka.

"Tadi bicarain apa aja sama Naren?" tanya Alca. Dia ingin mendengarnya langsung dari Naka walaupun Alca sudah tau kebenarannya.

MINE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang