Part 6

4.1K 356 9
                                    

06. Bolos

~°•°~

Pelajaran sekolah hari ini tampak membosankan--tentunya selain ulangan lisan bahasa Inggris. Tidak ada yang menarik. Para guru hanya membahas materi, tidak ada yang bertanya pada anak muridnya seperti biasa.

Bahkan, Naka yang biasanya terlalu fokus mendengarkan sekarang malah bodo amat. Dia hanya mengikuti saja. Naka memang tidak aktif, tapi para guru selalu aktif menunjuknya. Soalnya di kelas, cuman dia yang waras. Lainnya enggak. Ya walaupun kadang Naka sama tidak warasnya.

Jam istirahat berbunyi nyaring. Guru berucap terimakasih baru keluar kelas. Naka membaringkan kepalanya di atas kedua tangannya yang terlipat. Kedua matanya terpejam. Entahlah. Naka hanya malas saja. Begitu juga dengan Alca yang duduk disebelahnya. Mereka sama-sama malas.

Cuaca juga mendukung. Langit tidak cerah, matahari bersembunyi dibalik awan. Terlihat mendung dan hujan belum pasti akan turun. Angin yang berhembus juga cukup dingin.

"Na, ayo kantin." Alca mengajak. Dia tidak lupa kalau tadi pagi Naka hanya makan buah persik dan teh hijau saja. "Lo belum makan."

Naka menggeleng, "Gak laper." jawabnya. Naka laper sejujurnya, tapi dia terlalu malas untuk beranjak bangun dan pergi ke kantin.

"Nanti gue bawain roti," Alca tidak dapat memaksa. Dia bangkit membuat kursi yang tadi ia duduki, terdorong ke belakang.

Naka tidak peduli. Dia masih setia memejamkan kedua matanya. Merilekskan tubuhnya walaupun tidak berpengaruh sama sekali dengan rasa malasnya.

Ada sekitar tiga menit, tubuh Naka di guncang pelan. Naka mengerang tidak suka. Merasa terganggu. Dia hanya ingin menikmati hidupnya.

"Na, Ayah lo nunggu di ruang kepala sekolah."

Mendadak rasa malas Naka menghilang mendengar ucapan teman seangkatannya itu. Naka menatapnya, dia bangkit berdiri. Mengucapkan terimakasih lalu beranjak keluar.

Mau apa pria bau tanah itu mengunjungi sekolahnya?

Naka menuruni tangga dengan langkah cukup cepat. Dia tau Ayahnya tidak suka menunggu. Kalau menunggu terlalu lama, Naka akan mendapatkan pukulan juga tamparan. Hari ini, Naka terlalu malas untuk terluka. Makanya dia datang ke ruang kepala sekolah secepat yang ia bisa.

Tepat di depan pintu ruang kepala sekolah, Naka mengetuk pintu lalu pintu depannya ia dorong masuk. Naka menunduk sopan saat dia melihat kalau kepala sekolah menatapnya.

"Baiklah, karena Naka sudah datang, saya permisi lebih dulu." Kepala sekolah tersenyum ramah lalu dia benar-benar keluar meninggalkan keduanya.

Naka menatap pintu di belakangnya yang tertutup. Lalu tatapannya kembali menatap ke arah Ayahnya. Pria itu menatapnya datar. Terlihat seperti memikirkan banyak hal walaupun Naka meragukannya.

"Kenapa kau masih hidup?"

Naka menatapnya. Ekspresi wajahnya tidak terlihat terkejut. Dia sudah menebak kalau Ayahnya itu hanya menginginkan kematiannya. Sejak dulu.

"Kenapa anda selalu menanyakan hal yang sama?" tanya Naka pura-pura bingung. "Sekarang, aku sudah bukan bagian dari keluarga Oliver lagi. Sekarang anda hanya memiliki dua anak. Jadi, tidak perlu repot-repot untuk menyingkirkanku. Dan lagi, belum waktunya aku mati, jadi anda masih bisa melihatku."

Ayahnya masih tenang. Tidak terlihat marah. Berbeda dengan kepalan tangannya yang mengerat.

Di lihat sekilas pun, Naka dan Ayahnya ini benar-benar mirip. Mau dari wajah atau pun sifat mereka. Sama-sama tenang walaupun menyimpan banyak ide licik di kepala.

MINE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang