20: Selamat pagi, pangeran tidur

18 3 9
                                    

Di pagi hari pada musim panas tahun ini, Sangah sedang menuruni puluhan anak tangga Apartemen Yonhee yang ditinggali bersama orang tuanya. Satu tangan menggenggam ponsel yang berada dalam keadaan menyala, satu lagi tangannya menggenggam tali tas berbahan karton. Menurut jam yang ditampilkan layar ponsel, waktu kini menunjukkan pukul 9 pagi.

Jarak yang ditempuh sejak menutup pintu rumah hingga ke lantai utama membutuhkan waktu sekitar 5 menit. Ia dan keluarganya tinggal di lantai 3, namun ia sudah terbiasa. Mereka sudah menempati apartemen ini sejak 7 tahun yang lalu. Saat itu, tidak banyak kepala keluarga yang tinggal di sana. Karena suasana sepi yang mencekam, terkadang penghuni apartemen itu ketakutan saat pulang di malam hari.

Menyusuri anak tangga demi anak tangga, Sangah yang menggenggam ponsel sedang menelepon seseorang di luar sana. Tidak ada yang menjawab panggilannya dan hanya terdengar suara panggilan tersambung oleh pemilik nomor itu. Bunyi yang sama menggema di telinganya tidak hanya sekali. Hingga mencapai nada terakhir, panggilan itu diakhiri. Hal ini membuatnya kebingungan dan menatap ke layar ponsel dengan pandangan bertanya-tanya.

Hingga ia telah mendorong pintu gedung dan menjejakkan kakinya di luar, panggilan itu tidak juga diangkat oleh penerima telepon. Untuk ketiga kali, ia kembali menelepon seseorang di sana. Bunyi panggilan tersambung kembali terdengar. Pada saat yang bersamaan, salah satu penghuni gedung melintas. Ia kemudian menyapa orang itu dengan membungkukkan kepala.

Untuk ketiga kali juga, penerima telepon tidak menerima panggilannya. Ia kembali menatap layar ponsel. "Masih tidur kah?" gumamnya yang berbicara sendiri.

Pagi itu, Sangah berjalan kaki dari Apartemen Yonhee dan menyusuri bahu jalan sekitar apartemen. Halte bus yang ada di depan mata menjadi tujuannya. Masih perlu sekitar 30 langkah lagi hingga dirinya benar-benar tiba di sana. Sementara itu, ia masih menelepon nomor yang sama dan belum mengangkat panggilan teleponnya.

"Halo?"

Suara serak seorang lelaki terdengar dari ponselnya beberapa saat kemudian. Masih ada jarak sekitar 10 langkah lagi hingga tiba di halte. Suara itu menyapa panggilannya melalui sambungan telepon dan memulai pembicaraan pada pagi ini.

"Kau baru bangun tidur, Hun?" tanya Sangah menebak apa yang sedang dilakukan Hun―si penerima telepon yang baru mengangkat teleponnya pagi ini. Tidak biasanya lelaki itu sudah kehabisan suara padahal masih pagi. Lagipula ia juga bukan orang yang suka berteriak di waktu yang tidak tentu.

Hun yang ditanya gadis itu tertawa kecil. Tawanya terdengar seperti sedang tertangkap basah karena melakukan sesuatu yang konyol. Pada saat yang bersamaan, Sangah duduk di bangku halte. "Aku ketahuan. Aku tidur larut semalam," jawabnya.

"Kau masih di rumah 'kan?" tanya Sangah kemudian mengedarkan pandangannya ke jalan kota. "Aku ingin mengembalikan bajumu," tambahnya. Kantung berbahan karton yang dibawa berisi kaus abu-abu bermotif kucing yang dipinjamkan Hun pasca kejadian di restoran rumahan di Sinchon kemarin. Pagi ini, ia berniat mengembalikannya.

"Sekarang? Bagaimana kalau aku saja ke sana? Aku akan segera bersiap-siap," balas Hun dengan nada terburu-buru.

"Tak perlu repot-repot, Hun. Aku saja yang ke sana. Kau juga baru bangun tidur 'kan. Tenang saja," ujar Sangah yang kemudian menenangkannya. Terlanjur ia sudah berada di halte bus, sekaligus saja ia ke Sinchon dan pergi ke kediamannya lagi. Ia juga tidak ingin merepotkan Hun yang baru saja bangun tidur.

*

Di gedung empat lantai yang terletak jalan kecil sekitar Sinchon, Sangah dipersilahkan Hun―yang menempati salah satu rumah sewa―masuk. Sangah menjejakkan kaki di rumah Hun terlebih dahulu, diikuti Hun yang berada di belakang menutup pintu. Perjalanan dari Yonhui ke Sinchon membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Gadis itu tiba di rumahnya pada pukul 10:41 pagi.

✅Jinx : The Great Destroyer | BTOB x OC x N.Flying FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang