Di jalan kecil sekitar Yeonhui, Sangah yang menjelang sore itu menggunakan kaus berlengan hingga ke siku berwarna oranye dan jeans selutut baru turun dari bus yang membawanya dari bagian selatan Yeonhui. Gadis yang membawa tas sandang dan disampirkan di bahu kiri menyusuri jalan kecil menuju suatu pertigaan di depannya. Langkah kaki pada menjelang puncak musim panas kali ini tampak mengikuti laju angin yang berhembus.
Beberapa saat kemudian, ia masuk ke salah satu tempat yang berada di pusat kota. Dengan dekorasi bernilai tinggi dan bernama Angelinus di papan nama, tempat itu seolah menyambutnya dengan ramah seperti dihujani sejuta senyuman. Di depan pintu masuk, ia berhenti.
Gadis itu kemudian mengedarkan pandangan ke segala arah. Tujuannya mencari keberadaan seseorang yang ingin ditemui. Sejurus kemudian dan mengakhiri pencarian, matanya kemudian tertuju kepada seseorang yang duduk di meja berbatasan dengan sekat jendela. Orang itu melambaikan tangan ke udara.
"Sangah!"
Dari arah seberang, Hun yang menyambut kedatangannya sejak gadis itu menjejakkan kaki dan duduk tegak. Ia duduk bersama dua minuman yang terhidang di atas meja beserta sebuah ponsel berwarna hitam. Dua jenis kopi yang seiras juga menyambut kedatangan Sangah di seberang.
Sangah terpaku akan pemandangan itu. Ia mendadak diam di depan pintu dan tidak ingin bergerak sama sekali. Perasaan rindu yang bersarang di dalam benak hati hampir memeluknya dengan erat, namun perasaan lain yang membawa mimpi buruk lebih menguasai pikiran. Pernah terpikirkan olehnya bahwa ia seharusnya membatalkan saja janjinya daripada membiarkan rindu ini yang semakin membuatnya ingin menangis.
Berusaha untuk melawan kerinduan yang sebentar lagi akan meruntuhkan pertahanan, ia mencoba untuk membuang jauh-jauh lamunan itu. Ia mencoba meneguhkan hati, memastikan bahwa semua akan baik-baik saja, dan meyakini diri sendiri. Jika ketakutan dan mimpi buruk itu menguasainya, akan lebih baik baginya mencoba untuk melawan.
Setelah memantapkan hati dan menyakini diri, ia kembali melangkahkan kaki. Bersamaan dengan langkah kakinya, bersamaan pula dengan rasa takut yang ingin dibuang. Langkahnya menuju Hun yang menunggu di seberang sana. Bersikap tenang seolah tidak ada apapun yang terjadi. Menurutnya, ia akan baik-baik saja.
Gadis itu kemudian menjejakkan tulang duduknya di kursi yang terbuat dari kayu berkualitas tinggi. Duduk di hadapan Hun yang saat itu menyambut dengan senyum manis serta memamerkan barisan gigi putih. Duduk tanpa bersuara dan menyapa lelaki itu. Hanya membiarkan lagu pengiring yang berasal dari pengeras suara sayup-sayup terdengar.
Hun dan Sangah yang duduk saling berhadapan terdiam. Hun kemudian menyesap cappuccino yang tersaji di atas meja. Pada saat yang bersamaan, Sangah meletakkan tas bahu di atas meja. Setelah itu, gadis berkaus oranye itu tidak melakukan apapun. Ia menyibukkan diri dengan memperbaiki rambut yang sedikit berantakan akibat naik bus tanpa menguncir rambut. Bahkan cappuccino di atas meja tidak tersentuh sama sekali.
Hun yang mengamati aksi itu menaikkan alis. Ia kemudian mengubah raut wajahnya ke raut wajah biasa yang sering ia tunjukkan. "Kau tak minum?" tanyanya membuka pembicaraan di kafe antara dirinya dan Sangah. Ia bertanya dengan nada lembut dan akrab seperti Hun yang dikenal Sangah.
Sangah terperanjat lalu menatap ke arahnya. Sedetik kemudian, ia akhirnya meraih gelas yang sejak tadi tidak tersentuh keberadaannya. Gelas itu kemudian digeser mendekat ke arahnya. Bola matanya berputar-putar. Tampak bingung bereaksi. "Iya ... terima kasih," ucapnya yang mencoba berkata setenang mungkin.
"Sudah selesai dengan tugas kelompokmu?" tanya Hun lagi yang mengajukan pertanyaan selanjutnya.
"Ha?" respon Sangah yang setengah sadar. Lalu, sedetik kemudian ia kembali memanggil kembali pikiran yang hampir terbang ke angkasa. Memintanya untuk kembali pada kesadaran. "Sudah," sambungnya bersuara kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Jinx : The Great Destroyer | BTOB x OC x N.Flying Fanfiction
Fanfiction[END] Kesialan dan nasib buruk bisa menimpa siapapun, tapi nasib buruk yang diterima Jin Sangah sepertinya lebih bisa dikatakan sebagai kutukan. Hingga lelaki yang tidak pernah tersenyum hadir dan mewarnai hidupnya, dia juga membuatnya bertahan dari...