[1] Sisi Abimana

119 7 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

"Ternyata menjadi dewasa tidak semenyenangkan yang dibayangkan."



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Dulu ketika masih kecil, Abimana pernah bermimpi untuk secepat mungkin menjadi orang dewasa. Untuk menjadi pria dewasa yang bisa melakukan hal apapun semaunya. Untuk tidak lagi mengalami jatuh dari sepeda dan menangis. Untuk tidak lagi merengek dan memaksa ibu ataupun ayahnya membelikannya mainan mobil-mobilan. Karena dengan menjadi dewasa ia bisa mendapatkan semuanya tanpa harus meminta.

Itu salah satu tekatnya menjadi lelaki dewasa, dapat melakukan apapun yang ia inginkan. Pria yang memiliki mata cokelat gelap, hidung yang mancung, dan garis rahang yang tegas itu mewujudkan semua keinginannya dengan perlahan-lahan. Sebab, ia tahu, sesungguhnya mendapatkan semua keinginannya dengan mudah ia harus bersungguh-sungguh pula.

Satu tujuannya yang tidak pernah berubah ketika sepulang dari menghadiri workshop di kampusnya waktu itu. Ia ingin membangun perusahaannya sendiri. Ia ingin bekerja di perusahaan yang ia bangun dari hasil jerih payahnya. Tapi, sampai sekarang sepertinya hal itu belum terwujud. Atau mungkin tidak akan terwujud.

Sejujurnya, Abimana tidak begitu mengharapkan hal itu lagi sekarang. Bekerja di salah satu perusahaan konstruksi terbesar di Bali dengan posisi yang menjanjikan setidaknya membuatnya dapat mewujudkan apapun keinginannya dengan mudah. Dengan dewasa ia bisa mendapatkan semuanya.

Namun, Abimana mengabaikan kata-kata ayahnya di kala sore itu. Di kala matahari yang hampir terbenam meninggalkan cakrawala yang terlihat menawan. Ia dan ayahnya duduk berhadapan di teras depan rumah. Menunggu ibunya yang sedang menggoreng pisang untuk santapan mereka dikala menunggu maghrib menyapa.

"Aku ingin menjadi dewasa, yah."

Ayahnya mengernyit, "kenapa tiba-tiba?"

"Aku ingin seperti om Sada bisa membeli apapun yang diinginkan tanpa minta uang sama ayah." ucapnya antusias.

Problematika Orang Dewasa [Vol.2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang