Bella membekap mulutnya saat melihat mobil Adnan melesak kencang keluar dari area komplek, ia sengaja berada di sana entah menunggu apa padahal Anindira sudah mengatakan akan menemani Bella kemanapun perempuan itu pergi."Bel, udah ya," ucap Anindira menenangkan perempuan itu seraya mengusap lembut punggungnya.
"Temenin aku ke pengadilan sekarang Mbak," pintah Bella melirih.
Anindira menoleh dengan raut terkejut, tidak pernah berpikir jauh bahwa Bella akan membawa masalah ini ke pengadilan, "nggak semestinya Bel, lo bicarain dulu sama Adnan dengerin dulu penjelasan dia," sarannya.
Bella menggeleng kuat dengan air mata yang mengalir deras membasahi pipinya, sudah cukup beberapa hari ini ia menahan rasa sakit itu ia ingin mengakhiri semuanya sebelum rasa sakit itu semakin menguasainya. "Apa yang mesti didengar Mbak dia aja nggak ada inisiatif buat ngejelasin semuanya, bahkan untuk sekedar menahan aku pergi saja dia enggak," lirihnya.
Anindira diam, pantas saja Bella menjadi gegabah seperti ini kalau Adnan saja bertingkah seperti itu, sudah tahu istrinya kekanakan masih saja bertingkah seperti itu.
"Tunggu sampai dia jelasin, gue yakin dia sekarang lagi membereskan sesuatu." Anindira masih berusaha membujuk Bella, karena ia begitu yakin saat ini Adnan sedang membereskan masalahnya dengan Fiola atau mungkin Adnan bisa saja bertingkah kasar dengan wanita itu.
Bella menggeleng, tak ingin mendengar ucapan Anindira yang seperti lebih mendukung Adnan. "Aku nggak mau Mbak, tolong antar aku ke rumah buat ambil berkas-berkas lalu kita ke pengadilan."
Anindira tak punya pilihan lain selain mengantar perempuan itu, lagi pula Anindira yakin Adnan punya seribu macam cara untuk menghentikan Bella sehabis ini.
Sesampainya di pengadilan Bella langsung mual hingga mengeluarkan seluruh isi perutnya di parkiran pengadilan, Anindira bergerak agak menjauh namun wanita itu tetap menyodorkan sebotol air pada Bella meskipun badannya membelakangi Bella, Anindira tak ingin mual yang dirasakan Bella menular padanya.
"Maaf Bel, gue posisinya kayak gini," ucap Anindira tak enak hati.
Bella membasuh bibirnya dengan air yang diberikan Anindira tadi, kemudian merapikan pakaian dan rambutnya, "nggak papa kok Mbak."
"Lo nggak papa 'kan, Bel?"
Bella mengangguk lemah, "nggak papa kok Mbak, beberapa hari ini aku sering mual karena sebelumnya maag aku kambuh."
Anindira memicingkan matanya curiga, "beneran maag Bel?" tanya Anindira memastikan.
Bella mengangguk mantap dengan mata sembabnya, "ayo kita masuk Mbak."
Anindira hanya duduk di tempat menunggu sedangkan Bella yang masuk ke dalam mengurus semuanya, Anindira juga tak ingin begitu ikut campur terlebih Bella tampaknya terlihat memandangnya lebih mendukung Adnan daripada dirinya, padahal Anindira berada di pihak paling netral, ponselnya beberapa kali berdering menampilkan nama Adnan disana namun ia sengaja tak mengangkatnya.
Bella benar-benar mengajukan gugatan perceraian tanpa berpikir panjang terlebih dahulu, terlihat kekanakan memang tapi itulah kepribadiannya. Bella memejamkan matanya perlahan hingga setitik air mata membasahi selembar kertas kartu keluarga yang dipegangnya, berharap semoga keputusannya kali ini tak membawanya pada penyesalan yang tak berujung.
"Surat gugatannya akan saya kirim ke tergugat paling lambat besok lusa dan paling tercepat besok," ucap pegawai pengadilan tersebut mantap.
Bella mengangguk pelan, "saya percayakan semuanya ke kamu dan jangan bilang ke siapa-siapa soal ini," pintanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage, Not Dating
Romance"Enggak usah basa-basi mending kita langsung cipokan aja." Berawal dari kalimat candaan dan berakhir mala petaka, Bella yang iseng mengucap kalimat haram itu harus berurusan dengan Adnan, bukan berurusan dalam artian ringan tetapi dalam artian begit...